Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

[Ketapels Berdaya] Memberdayakan yang Dipandang Tak Berdaya

17 April 2016   04:32 Diperbarui: 17 April 2016   06:04 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kompasianers Tangerang Selatan Plus (Ketapels) bersama Dissa (duduk, kerudung pink) bersama narasumber lainnya dan crew Deaf Finger Talk Cafe (dokumentasi ketapels)"][/caption]Kompasianer's Tangerang Selatan Plus (Ketapel's)  pada awal april mengadakan acara istimewa, bertempat di Deaf Finger Talk Cafe Pamulang  Timur Tangsel.  Menuju lokasi Cafe tak terlalu sulit, dari perempatan Gaplek ambil jalan menuju arah Pamulang. Menyusuri sepanjang jalan dr Setyabudi, jangan terlalu kencang sambil menengok kiri jalan. Terdapat papan bertulis gang Pinang, sekitar satu kilometer akan terlihat  Deaf Cafe Finger Talk.

Melihat dari depan, sekilas Cafe ini memang tak ada yang beda dengan cafe pada umumnya. Pelatarannya cukup untuk menampung puluhan kendaraan, pepohonan tumbuh asri dan sejuk. Namun setelah masuk ke dalamnya, baru anda akan merasakan keunikan dari Finger Talk Cafe.

Gerakan jari jari lincah, dibarengi dengan bibir yang mengucap kalimat dengan sempurna.  Huruf dan kata, terbaca jelas dari gerak bibir yang optimal dibarengi gerakan jari menyampaikan pesan. Ekspresi wajah tak ketinggalan, turut "berbicara" sesuai dengan maksud yang disampaikan.

"SE-LA-MAT- DA-TANG" satu pelayan cafe menyambut kami, dengan mimik tersenyum tanda bahagia. Ketapels menggelar acara, di tempat disfabel (kaum tuli dalam hal ini) memberdayakan diri.

Adalah Dissa Syakinna Ahdanisa (akrab dipanggil Dissa), founder sekaligus owner Deaf Cafe Fingertalk. Begitu saya memasuki Cafe, tampak empunya sedang sibuk berbincang dengan dua narasumber lainnya.  meja dan kursi belum terlalu penuh, saya bebas memilih tempat yang nyaman untuk diduduki.

Acara yang bertajuk "Komunitas Tuna Rungu Jumpa Blogger : sebuah Misi Pemberdayaan", menghadirkan tiga pembicara. Selain Dissa sendiri selaku pemilik Cafe, ada  Pingkan Carolina Rosalie Warrouw ( ketua INASLI / Indonesian Sign Language Interpreter) dan Pat Sulistyowati (Mantan Ketua GERKATIN/ Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia)

Saya pribadi melihat dan merasakan, ada niat tulus dari sang pendiri dibalik  sekedar profit dari bisnis Cafe yang digagas. Dissa terinspirasi dengan Cafe serupa, yang berada di Republik Nikaragua sebuah negara di Amerika Tengah. Kebetulan Dissa pernah berada di negara tersebut, menjadi relawan yang mengajarkan bahasa English pada anak-anak. Setelah pulang ke Indonesia, barulah niat tersebut diwujudkan pada bulan mei 2015 melalui Finger Talk Cafe.

Sebagai orang yang sangat awam dengan bahasa isyarat, saya sangat banyak terbantu dengan poster yang dipajang serta lembaran kertas penuntun bahasa isyarat di setiap meja.  Terdapat gambar ejaan huruf per huruf yang dilambangkan dengan jari, sampai gerakan untuk kata per kata dengan isyarat tangan.

Huruf A, dengan jari membentuk segitiga, Huruf E dilambangkan tiga jari tangan kanan, Huruf R jari tengah disangkut pada telunjuk, Huruf S  dengan mengaitkan dua jari telunjuk dan jempol tangan kakan dan kiri, serta masih banyak isyarat huruf lainnya. sementara untuk kata, ada penanda seperti kata "Hallo", "Makan", "Minum", "Kopi", "Terimakasih", "Berapa", "Maaf" dan masih banyak kata lain tersedia di poster. Dalam waktu singkat saya bisa menangkap (meski  sangat minim) diantara banyak kata dalam bahasa isyarat, seperti makan, minum, maaf, terimakasih. Tak terlalu berlebihan nama cafe ini adalah FingerTalk, Finger berarti Jari sedang Talk artinya bicara. Mengingat Crew yang bertugas di cafe ini, seluruhnya Tuli dan berbicara dengan bahasa jari atau tangan.

Selain cafe yang menjadi focus utama, ditempat yang sama juga memberdayakan kaum tuli dengan kerajinan tangan. Pada beberapa sudut, tampak karya kreatif saudara kita yang tuna rungu. Sepeti sulaman, kerajinan hasil menjahit, bahkan batik. Aneka barang seperti tempat pensil, celengan,  sandal jepit berbahan busa, dipajang sekaligus dijual pada pengunjung.

[caption caption="Pat Sulistyowati -duduk kiri-(Mantan Ketua GERKATIN/ Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia), Dissa Syakinna Ahdanisa -duduk tengah jilbab Pink(founder sekaligus owner Deaf Cafe Fingertalk) Pingkan Carolina Rosalie Warrouw - berdiri-( ketua INASLI / Indonesian Sign Language Interpreter)- (dokumentasi Ketapels)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun