Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Kompasianer

Kompasianer of The Year 2019 | Part of Commate KCI '22 - Now | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Harga Diri Ayah Kan Terjaga dengan Bekerja

13 Oktober 2025   22:29 Diperbarui: 13 Oktober 2025   22:29 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melewati dua dasawarsa pernikahan, saya telah mengalami jatuh bangun, terperosok dan bangkit. Betapa ujian di kehidupan pernikahan, sangat- sangat tidak terkirakan. Meskipun sebagai manusia, telah mengantisipasi sedemikian rupa.

Misalnya agar keuangan stabil, saya dan istri tidak gemar berfoya- foya. Ketika rejeki sedang membaik berlimpah, kami tak lantas lupa diri. Makan seperti biasa, bertahan dengan gaya hidup yang ada. Justru kami rajin menabung, membuat deposito sebagian dibelikan emas murni.

Saya ayah, kepala keluarga dengan tanggung jawab besar. Oleh kehidupan diberi amanah, menahkodai rumah tangga.  Sedari awal menikah kami sepakat, pendidikan buah hati utama.  Setiap rejeki berlebih, anak-anak adalah alasan kami berhemat.

Namun sepintar apa manusia, niscaya akan berhadapan dengan realita. Masa pandemi lima tahun silam, memorak porandakan perencanaan keuangan kami.  Dana ditabung bertahun tahun, tergerus sedekit demi sedikit.

Saya kepala keluarga, mengerahkan daya upaya dipunya. Mengambil job online, meski besar bayarannya tak seperti biasa. Saya ingin tunjukkan pada Sang Khaliq, saya bertanggung jawab dan tetap berusaha semampunya.

Karena tugas menafkahi, tugas saya sebagai nahkoda. Bahwa bekerja adalah fitrah, dalam kondisi sempit sekalipun. Karena syariat telah mengaturkan, bahwa harga diri ayah kan terjaga dengan bekerja.

------ ----- ---

Masih di masa pandemi, saya rajin menyimak kajian online, Ada sebuah tema mencerahkan, menjadi penyejuk saat benak penat dan suntuk.

Bahwa di dunia ini, ada yang dinamakan syariat. Adalah sesuatu yang diadakan Tuhan, tujuannya untuk kebaikan manusia.  Menjalankan syariat memang berat, penuh liku dan tantangan. Tetapi sangat banyak hikmah, akan didapatkan oleh pelakunya.

Menurut Ustad pengisi kajian, syariat menikah memang berat tapi terkandung kemanfaatan dan kemaslahatan. Asalkan manusia sabar menjalani, terus mengilmui diri agar menemukan jawabannya.

Kalau ada masalah dalam pernikahan, tugas kita berusaha mencari jalan keluar. Kalau sudah usaha tapi hasilnya mentok, artinya sedang dibukakan pintu berlatih bersabar.

illustrasi- dokumentasi pribadi
illustrasi- dokumentasi pribadi

Pada bagian ini saya ingat, kisah monumental tertoreh dengan tinta emas jaman. Kisah Nabi Musa dan Khidir, yang bertemu kemudian berpisah karena tidak sabar.-- detilnya silakan googling yes.

Yes, menjadi ayah bagi saya adalah proses membangun kesabaran. Saya kerap dihadapkan satu keadaan, membuat ego membrontak. Terutama saat keadaan tak berpihak, tetapi ayah musti terima yang ada.

Ayah dalam lapang dan sempit, dalam senang pun pilu, tak bisa mengalihkan tugas tanggung jawabnya bekerja. Karena tugas keayahan mulia, dan harga diri ayah kan terjaga dengan bekerja.

Harga Diri Ayah Kan Terjaga dengan Bekerja

illustrasi- dokpri
illustrasi- dokpri

Selesai perang Tabuk, Rasulullah SAW berhenti di sudut jalan Madinah, melihat dan menghampiri seorang tukang batu sedang beristirahat.  Tampak tangan si tukang batu melepuh, kulitnya legam kemerahan terpanggang terik.

"Kenapa dengan tanganmu?" tanya Baginda Nabi

"Wahai Rasulullah, setiap hari saya bekerja membelah batu. Kemudian batu-batu ini saya jual ke pasar, uangnya saya gunakan untuk menafkahi keluarga saya. Karena itu tangan saya kasar, karena itu tangan saya melepuh seperti ini"

Rasulullah SAW manusia sempurna, meraih tangan kasar si tukang batu dan menciumnya.  Beliau bersabda, "Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya ".

------

Illustrasi- dokpri
Illustrasi- dokpri

Salah satu moment penting dalam hidup laki- laki, adalah setelah ijab kabul diikrarkan. Detik detik dilimpahkan tugas, menerima tanggung jawab kehadiran belahan jiwa.

Selepas ijab kabul di pundak lekaki, padanya diletakkan kewajiban luar biasa. Yaitu menjadi kepala keluarga, yang menafkahi istri dan calon anak- anaknya kelak. Tugas yang tidak sembarangan, tanggung jawabnya dunia dan akhirat.

Sembari menghalau resah, saya meyakinkan diri bisa mengemban itu semua. Saya melirik wajah ayah, lelaki sederhana duduk di seberang meja. Lelaki yang sangat saya kenal, telah memikul tugas mulia itu puluhan tahun lamanya.

Ya, berpuluh -- puluh tahun ayah menafkahi kami, di kemudian hari dengan ibu terpisahkan oleh maut pada usia 70 tahun.  Ayah yang bersahaja, saya tahu sngat terjaga harga dirinya. Hidup ayah diisi dengan bekerja, meski tidak berkelebihan tapi kami bisa lulus sampai sarjana.

Bekerjanya seorang suami, artinya sedang menjalankan syariat. Bekerja bagi kepala keluarga adalah kewajiban, sedangkan perolehan adalah takdir rejeki yang ada takaran.

Karena yang lebih penting, adalah bukti lelaki bertanggung jawab. Tetap berusaha sekuat tenaga, meski badai topan ada di hadapan. Lelaki lemah, adalah lelaki tanpa udzur memilih berpangku tangan.

Kisah kanjeng Nabi SAW dengan tukang batu, cukuplah menjadi kisah penuh keteladanan. Lelaki dengan kekuatan dimiliki, jangan enggan bekerja apa saja asalkan halal. Bekerja fisik maupun pikiran, sama sama mulia jangan diperbandingkan.

Buktinya dari kesungguhan memikul tanggung jawab, menjadi sebab tangan tukang batu dicium Kanjeng Nabi SAW dan tak bakal tersentuh api neraka.

Sungguh beruntung para ayah atau suami, yang membasuh tubuh dengan keringat mencari nafkah. Apa yang didapat dibawa pulang, dipersembahan untuk anak istri yang tersayang.  Kejadian seperti ini, niscaya akan menumbuhkan wibawa ayah.

Ayah yang bekerja keras, adalah ayah yang setia menjaga marwahnya. Karena harga diri ayah kan terjaga, dengan bekerja.

Semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun