Salah satu moment penting dalam hidup laki- laki, adalah setelah ijab kabul diikrarkan. Detik detik dilimpahkan tugas, menerima tanggung jawab kehadiran belahan jiwa.
Selepas ijab kabul di pundak lekaki, padanya diletakkan kewajiban luar biasa. Yaitu menjadi kepala keluarga, yang menafkahi istri dan calon anak- anaknya kelak. Tugas yang tidak sembarangan, tanggung jawabnya dunia dan akhirat.
Sembari menghalau resah, saya meyakinkan diri bisa mengemban itu semua. Saya melirik wajah ayah, lelaki sederhana duduk di seberang meja. Lelaki yang sangat saya kenal, telah memikul tugas mulia itu puluhan tahun lamanya.
Ya, berpuluh -- puluh tahun ayah menafkahi kami, di kemudian hari dengan ibu terpisahkan oleh maut pada usia 70 tahun. Â Ayah yang bersahaja, saya tahu sngat terjaga harga dirinya. Hidup ayah diisi dengan bekerja, meski tidak berkelebihan tapi kami bisa lulus sampai sarjana.
Bekerjanya seorang suami, artinya sedang menjalankan syariat. Bekerja bagi kepala keluarga adalah kewajiban, sedangkan perolehan adalah takdir rejeki yang ada takaran.
Karena yang lebih penting, adalah bukti lelaki bertanggung jawab. Tetap berusaha sekuat tenaga, meski badai topan ada di hadapan. Lelaki lemah, adalah lelaki tanpa udzur memilih berpangku tangan.
Kisah kanjeng Nabi SAW dengan tukang batu, cukuplah menjadi kisah penuh keteladanan. Lelaki dengan kekuatan dimiliki, jangan enggan bekerja apa saja asalkan halal. Bekerja fisik maupun pikiran, sama sama mulia jangan diperbandingkan.
Buktinya dari kesungguhan memikul tanggung jawab, menjadi sebab tangan tukang batu dicium Kanjeng Nabi SAW dan tak bakal tersentuh api neraka.
Sungguh beruntung para ayah atau suami, yang membasuh tubuh dengan keringat mencari nafkah. Apa yang didapat dibawa pulang, dipersembahan untuk anak istri yang tersayang. Â Kejadian seperti ini, niscaya akan menumbuhkan wibawa ayah.
Ayah yang bekerja keras, adalah ayah yang setia menjaga marwahnya. Karena harga diri ayah kan terjaga, dengan bekerja.