Saya suami dengan istri sebagai IRT, saat keadaan keuangan sempit pikiran bisa kalut. Kebingungan memenuhi kebutuhan, padahal banyak daftar musti dilunasi.
Istri membantu menambah uang belanja, jualan makanan sebisanya. Karena modal masih minim, istri menjadi reseller. Â Hasilnya tidaklah besar, setidaknya menyelamatkan belanja hari itu.
Kami berpikir memenuhi untuk hari ke hari, bukan lagi minggu atau bulan depan. Termasuk sekolah anak-anak, dipikirkan saat dekat hari pembayaran. Saking pasrahnya, saya tak berani berasumsi macam- macam.
Kecuali berusaha dan terus usaha, melangitkan doa berharap keajaiban. Beberapa kejadian tak diduga, cukuplah menanamkan keyakinan mendalam. Bahwa pertolongan-Nya pasti datang, pada saat yang tepat.
-----
Mau menikah atau membujang, sama- sama memiliki tantangannya. Tetapi bahwa syariat menikah, di dalamnya terkandung kebaikan tak terperi. Dari pernikahan seorang diajarkan, berbagi suka duka berbagi bahagia nestapa. Tidak merasakan sendiri, apapun keadaan menyelimuti.
Saat suami terpuruk, ada istri yang siap memberikan support. Pun saat istri gulana, ada suami yang siap menenangkan. Menikah dengan segala dinamikanya, bukanlah membebani tetapi justru meringankan.
Pernikahan, membuat episode kesedihan (apalagi kesenangan) tidak ditanggung sendiri. Sedih bisa dibagi, perasaan dirasakan bersama. Kalau ada yang bilang "menikah menambah beban", sebaiknya dikaji ulang persepsi ini.
Karena saya meyakini, syariat menikah hanya untuk kebaikan manusia. Kalau prakteknya tertatih-tatih, tetaplah belajar dan terus belajar. Sesungguhynya menikah bukan menambah beban, justru meringankan.
Semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI