---- --- ---
Sebenarnya utang piutang, sama sekali tidak dilarang. Banyak kebaikan dari utang piutang, sebagai bentuk tolong menolong. Tetapi utang piutang bisa menjadi bala, saat pelakunya -- terutama pengutang-- tidak amanah.
Pengingkaran terhadap utang, membuat kebaikan itu terciderai. Terutama pihak pemberi utang, yang telah memberi kepercayaan. Sekali pengingkaran itu terjadi, maka jejak keburukan tak terhapus sepanjang waktu.
Saya juga pernah utang, saat keadaan sangat terdesak dikejar tenggat waktu. Ketika uang sekolah anak musti dibayarkan, sementara keuangan sedang memprihatinkan. Balajar dari rasa sakit oleh pengingkaran utang, kami tidak ingin melakukan hal yang sama.
Kepercayaan yang diberikan, kami jaga sungguh- sungguh pada yang telah berbaik hati. Karena kita hidup tidak hari ini saja, masih ada hari esok dan lusa. Sangat mungkin, akan dipertemukan dengan orang yang telah membantu diri ini.
Untuk meringankan beban utang, kami membayarnya dengan bertahap. Kalau di waktu ditentukan belum tersedia uang, kami minta kelonggaran waktu. Dengan tetap menjalin komunikasi, setidaknya pemilik uang tetap tenang.
Lagi- lagi kami sudah merasakan sakitnya, pengutang hilang tak terdeteksi kabar keberadaan. Kemudian setelah dilupakan, berpuluh tahun berikut muncul dengan sendirinya. Maka kami tak ingin, rasa sakit dirasakan pemberi utang ke kami.
Saya sangat yakin, semesta dengan caranya sendiri. Memberi kesempatan pada setiap orang, merampungkan tugas dan kewajibannya. Sebelum habis masanya, sebelum selesai di alam fana.
Utang yang Teringkari Menjadi Jejak Buruk Tak Lekang Waktu
illustrasi- (Dokumentasi Pribadi)

Ada satu riwayat di masa Kanjeng Nabi SAW, bisa menjadi pelajaran untuk kita semua. Tentang bahayanya mengingkari utang, dan dampaknya saat pengutang tidak ada umur.
Pada masa itu ada sahabat meninggal, kemudian Rasulullah SAW bertanya pada sahabat yang hadir. Apakah jenasah punya utang, terdengar jawaban bahwa jenasah punya utang belum dibayarkan.