Tahun berselang, kami seangkatan berpencar di kota yang berbeda. Di group pertemanan ada selentingan, pasangan muda (dulu beritanya heboh di sekolah) bercerai. Rumah tangga dibina di usia dini, harus diakhiri di tahun ketiga.
Miris, dan membuat kami prihatin. Apalagi sudah ada anak, yang membutuhkan figur ayah dan ibunya.
Tiba -Tiba Lamaran, Tiba -Tiba Menikah
Datangnya jodoh, memang sangat misterius. Sekuat apapun keinginan, hak prerogatif bukan di tangan manusia. Tugas kita adalah menjemput, dengan sebaik-baik upaya. Menjemput dengan cara yang benar, agar hasilnya juga baik dan benar.
Dua cerita berbeda di atas, rasanya sangat related dengan keseharian sampai hari ini. Ada yang gampang datangnya, ada yang musti diuji dengan kesabaran. Ada yang di usia dini menikah, tak sedikit yang melajang di usia matang.
Tetapi bahwa esensi menikah, tidak terbatas pada proses bersua jodoh saja. Tak kalah penting, adalah bagaimana setelah pernikahan dilangsungkan. Karena sejatinya kehidupan pernikahan, sungguh kompleks dan menguji lahir batin. Kalau pasangan tidak upgrade ilmu, niscaya rentan berpisah.
Bagi yang cepat menikah atau yang lambat, tidak bisa diperbandingkan. Karena setiap manusia, telah tercatat jalan takdirnya masing-masing. Dan orang yang lulus kehidupan, yang bisa mengambil hikmah untuk perjalanan hidup yang ditempuh.
Bagi yang lekas nikah, tak perlu mengerdilkan yang belum nikah. Karena kejadian di hari mendatang, sangatlah tidak terprediksi. Bagi yang lajang di usia matang, tak usah berkecil hati. Karena batas kesabaran, sebenarnya ada di cakrawala.
Saya melangitkan doa, bagi teman-teman yang memendam asa menikah. Semoga segera dipersuakan belahan jiwa, agar penantian selesai setelah sekian lama. Dan tiba-tiba lamaran, tiba-tiba menikah. Aamiin, semoga bermanfaat.