Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Hangat, Gayeng, dan Melow di Peluncuran Dua Novel Karya Yon Bayu

5 November 2023   16:04 Diperbarui: 5 November 2023   20:33 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jujurly, salah satu profesi yang saya kagumi adalah novelis. Mereka ibarat multi keilmuan, mampu menulis dan meramu cerita dari ragam sudut pandang. Kehebatan ini yang saya batin, ketika hadir di peluncuran novel "KELIR" dan "PRASA : Operasi Tanpa Nama", karya Yon Bayu Wahyono, di akhir Oktober lalu di PDS. HB. Jassin- TIM- Jakarta Pusat.

Meski belum membaca dua novel tersebut, saya cukup dibuat penasaran. Setelah mendengar pertanyaan, disampaikan beberapa peserta di sesi tanya jawab. Penanya yang mengaku sudah membaca, tergelitik dengan proses kreatif si penulis. Apakah penulis juga menyepi ke satu tempat, kemudian melakukan  ritual kejawen.

Om Yon, sapaan akrab saya ke penulis. Dengan latar belakang sebagai jurnalis, cukuplah menjadi jawaban. Pengamatan beliau di bidang politik, kelas marginal, tidak perlu diragukan. Apalagi juga pernah menggawangi majalah MISTERI, tentunya membuat beliau memiliki referensi cukup valid soal dunia klenik.

Meski demikian, om Yon tidak mau membongkar lebih jauh proses kreatif itu. Kecuali menyerahkan kepada pembaca, bermain dengan imajinasi dan persepsi masing-masing.

"Karya sastra dibaca sepuluh orang akan melahirkan 10 bahkan 11 tafsir. Karya fiksi adalah gambaran universal sebisa mungkin melampaui ruang dan waktu," ujar Om Yon


-----

KELIR. Memotret kecenderungan umum laki-laki Jawa, ketika menapaki usia senja. Merasa dirinya telah selesai, menjalani pertarungan di gelanggang hidup, guna menemukan jati diri. Kebiasaan di masa lalu lelaki Jawa, yaitu menepi di gua, gunung atau semedi di tempat sepi.

Lelaki sepuh, tenggelam dalam lamunan panjang. Menyelami pertanyaan, tentang sangkan paraning dumadi. Yaitu dari mana berasal, untuk apa hidup di dunia, dan ke mana setelah kehidupan selesai dijalani.

Tersebut nama Hamoroto, mantan tentara berpangkat kapten. Dia sangat memercayai, akan kebangkitan Majapahit dan agama kapitayan -- agama orang jawa, saya kebayang kejawen. Namun Hamaroto kecewa, lantaran ramalan kedatangan Sabdo Palon dan Naya Genggong tidak terbukti.

Btw, Sabda Palon dan Naya Genggong pernah berjanji, akan kembali sesudah 500 tahun dari keruntuhan Kerajaan Majapahit. Keduanya adalah punakawan, meninggalkan Prabu Brawijaya V yang masuk Islam. Mereka pergi demi meneguhkan, keyakinan yang sudah dipegang lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun