Si ayah rupanya tidak sepakat, rencana anak mengulur waktu dan menangguhkan kesempatan.
Mengingat saya ayahnya, pernah merasakan kebingungan lulus SMA dan tidak diterima di Kampus dicita-citakan.
Si ayah punya ide lain dirasa lebih strategis, sebaiknya sedari sekarang menyiapkan diri untuk mendapat beasiswa.
Ada sebuah kampus dengan fakultas sesuai bakat anak, setiap tahun menyediakan kursi untuk siswa berprestasi.
Pendapat satu disusul bantahan, membuat siang menjadi lebih panas.
Niat saya demi kebaikan buah hati, agar tidak membuang waktu dan tenaga.
Tetapi anak merasa, dirinya  membutuhkan waktu menambah kompetensi.
Agar lebih cukup bekal ilmu dan rasa percaya diri, baru mencari kesempatan seperti ayahnya usulkan.
Ujungnya tidak ketemu dua pendapat berseberangan, suasana menjadi kaku dan duduk kami menjadi lebih jauh berjarak.
Dan sejak siang itu, ayah dan anak tak lagi menikmati kebersamaan yang cair.