Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Quality Time" Ayah dan Anak Dimulai dari Hal Receh

22 Januari 2020   05:57 Diperbarui: 22 Januari 2020   15:05 3141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar - dokpri

Belakangan tren Tik-Tok, sedang mewabah di kalangan penggiat medsos. Saban hari, selalu saja ada yang membagikan konten di aplikasi ini. Dan karena nongol di time line facebook, akhirnya saya tergelitik untuk mampir dan nonton juga.

Saya punya teman blogger dan mutualan di FB, secara berkala membagikan konten akun tik-toknya di medsos. Adalah pasangan suami istri yang kompak, kadang anaknya diajak serta muncul di layar.

Kontennya sekilas memang terlihat simple, tetapi untuk membuatnya perlu 'take' video berulang-ulang. Teman ini mengaku, kadang bisa sampai 6 -- 7 kali take dan setelah kadung diupload adaa saja yang dirasa belum sreg.

Panjang video (sebenarnya hanya) berdurasi 15 detik, berisi potongan lagu aneka genre, ada juga potongan adegan percakapan dari sebuah film, atau gerakan dance, atau aktivitas keseharian yang sangat umum.

"Apa sih ini" gumam saya.

Kali pertama melihat konten tik-tok, sekilas memang terkesan alay dan kerjaan ABG. Tetapi setelah beberapa kali kepo, ternyata memang sungguh menghibur.

Saya kerap dibuat tertawa ngakak, bahkan sengaja memutar video itu berulang-ulang. Dan lagi-lagi, saya tetap saja dibuat tertawa.

Betapa bahagia, ternyata sangat bisa dimulai dari hal yang terlihat sepele!

-----

Waktu menonton tayangan televisi swasta, fenomena tik tok ini diangkat dalam sebuah acara khusus. Menghadirkan konten kreator, yang menurut saya sangat unik.

Mereka adalah anak dan ayah, cukup produktif dan kreatif. Anak dan ayah ini tampak sangat kompak, beberapa tik-toknya sempat viral dan memiliki puluhan ribu follower.

Khusus terhadap tik-tok keduanya (ayah dan anak), saya (sebenarnya) tidak terlalu fokus dengan isinya. Tetapi yang membuat saya takjub, adalah kedekatan yang dibangun si ayah kepada anaknya.

Saya membayangkan, di balik mendapatkan chemistry super keren keduanya. Pasti si ayah hebat ini, telah memulai pendekatan sejak si anak usia dini.

tangkapan layar-dokpri
tangkapan layar-dokpri
Saya benar- benar terinspirasi dengan ayah satu ini, sekali lagi bukan pada konten tik-toknya, tetapi pada kedekatan keduanya.

Dari keduanya, saya bisa melihat dan merasakan bahasa kasih sayang yang sulit diterjemahkan dengan kalimat.

Betapa Putradinata (nama anaknya) sikapnya sangat cair dan menyayangi ayahnya, hal sebaliknya juga berlaku demikian.

Ayah hebat dan penyayang, selalu ada dan dihadrikan di setiap zaman. Tinggal kita para ayah, memutuskan untuk memilih peran yang seperti bagaimana.

"Quality Time" Ayah dan Anak Dimulai dari Hal Receh

Saya pernah membaca sebuah artikel, yang ditulis oleh seorang psikolog ternama. Beliau menyampaikan dalam tulisannya, tentang cara membangun kedekatan antara ayah dan anak.

Salah satunya adalah dengan menciptakan quality time keduanya, sehingga (terutama) anak merasa nyaman bersama dengan ayahnya.

Rasa nyaman anak dengan orangtua, akan sangat efektif apabila dibangun sat anak di rentang usia emas (0- 7 tahun). Kalaupun masa itu telah lewat, misalnya anak sudah umur 10 tahun sebaiknya segera dimulai sekarang dan jangan ditunda.

Dan ayah jangan salah sangka, quaily time atau waktu berkualitas, bukan berarti waktu diisi dengan perbincangan serius kemudian terjadi tukar pendapat dan diskusi seru.

dokpri
dokpri
Pada anak yang sudah beranjak usia baligh, quality time bukan berarti harus diatur sedemikan rupa dan karena kesibukan kemudian dibuat janjian.

Pada saat ayah ketemu kemudian bilang,"Nak, ayah ada waktu satu jam, ayo kamu cerita yang penting, biar pertemuan ini menjadi quality time"---hehehehe. Ya bukan gitu ayah.

Masih menurut psikolog, quality time tidak bisa dibuat dengan formula yang baku,  pokoknya dibuat mengalir saja, dari kegiatan remeh temeh dan keseharian.

Misalnya ayah dan anak pergi ke warung bubur ayam dan makan berdua. Sambil nyendok bubur, obrolan receh bisa dimulai, dari (misal) sambelnya mau pedas atau enggak, pakai kacang atau tidak, kecap asin atau manis.

Kemudian sambil pulang naik motor, ayah ajak ngobrol tentang alasan ayah gemar makan singkong rebus karena diet. Kemudian ayah mulai rutin jalan pagi, karena badan mulai berat akibat kegemukan. begitu seterusnya dan seterusnya.

Hal-hal atau obrolan ringan selama kebersamaan, yang terkesan receh dan sepele, kalau dilakukan berulang-ulang akan menciptakan suasana cair dan berdampak pada kedekatan ayah dan anak.

dokpri
dokpri
Point quality time adalah, bagaimana menepis sekat antara ayah dan anak. Dan untuk hal demikian, ayah yang memegang kendali. Karena (dalam hal ini) ayah yang punya kepentingan, sementara anak sebagai pihak memberi reaksi.

Seru pastinya, melihat ayah ngobrol dengan anak, seperti ngobrol dua sahabat. Dan ujung-ujungnya, anak akan dekat sayang kepada ayahnya.

Terus ibu bagaimana, treatment yang sama juga bisa diterapkan oleh ibu. Dan juga bisa dilakukan ayah, kepada anak perempuan. Cuma biasanya, pendekatan kepada anak perempuan musti menyesuaikan.

Bagaimana dengan para ayah yang juga Kompasianer? Apakah kedekatan dengan lelaki jagoan, sejauh ini sudah ayah lakukan. Yuk, segera dekati buah hati. Rengkuh mereka, peluklah hatinya.

Semoga bermanfaat.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun