Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jelas Beda antara Suami Hemat dengan Pelit, Dong!

11 November 2019   00:12 Diperbarui: 11 November 2019   10:06 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada seorang teman (sudah ibu-ibu) berujar, "Memang ya, antara suami pelit dan suami hemat itu bedanya sangat tipis." Tekanan suara dan intonasinya sebenarnya datar, tapi entahlah sangat kontras ketika ditangkap gendang telinga. 

Saya duduk berjarak sekira lima langkah saja, hanya diam dan tidak segera mengiyakan, karena menurut saya tetap ada perbedaan bahkan (saya pikir) bedanya sangat jauh. 

Di balik kata hemat dan kata pelit, terkandung makna yang sangat jauh berbeda.  Pada kata hemat mengandung tujuan mulia, sementara kata pelit identik dengan stigma negatif. Orang berhemat, biasanya punya target ingin membeli sesuatu yang berharga. Sementara orang pelit, (menurut saya) sayang mengeluarkan uangnya saja.

Kembali pada cerita si ibu, (katanya) ada temannya yang ibu-ibu di WA group sekolah anak, punya suami kalau memberi jatah bulanan sangat ketat. Dengan sejumlah uang tertentu, musti cukup untuk memenuhi kebutuhan ini dan itu selama sebulan.

"Mana kalau harga kebutuhan pokok naik, si suami tetap nggak mau tahu" lanjutnya.  Ya, masih menurut cerita teman, kelebihan pengeluaran di luar jatah bulanan, menjadi tanggung jawab pengelola keuangan (notabene istrinya)

Saya berusaha mencoba bersikap netral, mungkin saja suami punya pengalaman atau kejadian sehingga bersikap demikian.  Jujur saya tidak bisa serta merta menghakimi, apalagi tidak mengenal secara personal dan mendengar kisah sepihak. Saya sadar, kala itu bukan bukan saya yang dijadikan bahan pembicaraan. 

Tetapi dengan mencatut label atau kata suami, maka jiwa ke- ayah -an saya merasa tersentil.  Pengin sedikit punya andil, meluruskan sebisanya apa itu hemat dan pelit. Dan tulisan ini adalah bukti, sebagai ikhtiar meluruskan pandangan tersebut.

-----

bukalapak.com
bukalapak.com
Ketika duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar, saya punya teman karib kami duduk di kelas yang sama . Dia berhasil mengumpulkan uang (di celengan) sebesar lima ribu rupiah, tentu nilai yang besar di jamannya. Saya tidak tahu persis, berapa lama uang sebegitu banyak berhasil dikumpulkan.

Ketika hendak memecah celengan tanah liat, saya diajak serta menjadi saksi tumpukan uang koin dan beberapa uang kertas. Kalau ditimbang, mungkin beratnya sekira dua kilo (soalnya kalau diangkat cukup berat). Sungguh, saya kagum sampai sebegitu tekun teman ini.

Dengan sebanyak uang itu, akhirnya terbelilah sepatu sekolah untuk dirinya sendiri. Kemudian beberapa buku tulis, tak lupa dibelikan (saya dibelikan satu -hehehe). 

Dan kelebihan uang disimpan lagi di celengan baru, rupanya lelaki cungkring tak mau berhenti menabung lagi dan lagi. Di kemudian hari, dia cerita tabungannya untuk membeli (seingat saya) baju batik buat lebaran.

Eit's, ada juga sih sebagian buat sekedar jajan baso atau es campur. Saya sempat ditraktir, sepulang diajak membeli buku tulis.

Pepatah terkenal "Hemat Pangkal Kaya", yang kerap disampaikan bu guru diresapi dan dipraktekkan. Setidaknya, kawan ini bisa membeli barang, tanpa merepotkan ibu.

Sependek pengetahuan saya, teman saya termasuk kategori hemat . Karena dengan tekun dikumpulkan uang, kemudian dibelikan barang sesuai kebutuhan (bukan dihamburkan ya).

Lalu Bagaimana dengan Istilah pelit ? menurut Financial Planner Ahmad Gozali, analogi pelit itu simpel, sudah punya uangnya tapi enggan membeli barang dibutuhkan. Dengan uang dimiliki (meski banyak), tak juga dikeluarkan untuk membeli barang. 

Jadi uangnya disimpan saja, dan tidak tahu akan digunakan untuk apa (dia dan Tuhan yang tahu). Atau kalau saya simpulkan, berarti pelit pada dirinya sendiri.

facebook
facebook
Tetapi ada juga lho, (menurut cerita teman yang lain) suami royal ketika membeli kebutuhan untuk dirinya sendiri. Tetapi iritnya setengah mati, ketika diminta belanja untuk keperluan istri dan atau sekolah anak-anak. Nah, pada suami seperti ini, saya pikir tidak salah kalau dikategorikan suami pelit (maaf ya).

Tetapi, saya tidak punya hak menilai salah atau benar, tentang pilihan orang akan sikapnya. Hanya saya meyakini, bahwa setiap sebab pasti ada akibat. Dan setiap perbuatan (pelit) yang saat ini diterapkan, kelak (cepat atau lambat) akan menuai akibatnya. Misalnya, si kikir dijauhi teman atau pas kesulitan tidak ada yang mau membantu.

-----

Kompaisaner's, silakan menyimpulkan sendiri, di bagian mana posisi suami (karena obyeknya suami).  Entah di bagian hemat atau pelit, sebaiknya dijadikan bahan introspeksi bersama.

Karena setiap orang ada masanya, selalu sertakan dalam doa. Kalau mungkin sikapnya belum tepat, semoga menemukan pencerahan dan titik balik dalam hidupnya.

Karena suami istri ibarat pakaian, dan dianjurkan untuk saling menutupi dan melindungi. Asalkan (suami) tidak mengajak ke jalan dosa dan menuju neraka, sayangi selalu toh sudah memantapkan menjadi belahan jiwa. Perihal hemat atau pelit, asalkan sandang pangan dan tempat tinggal ada, ya tidak perlu dibuat terlalu ribut.

Semoga bermanfaat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun