Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merendahlah Agar Jodohmu Mendekat

14 Juli 2019   22:14 Diperbarui: 14 Juli 2019   22:20 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat mencari calon pasangan hidup, kita semua pasti punya kriteria tersendiri. Dan (biasanya) penampilan fisik, mau tidak mau menjadi ukuran paling awal sebelum melangkah ke tahap yang lebih mendalam.

Kita sangat mungkin tiba-tiba naksir dan atau merasa klik, karena terkesan dengan pembawaan fisik orang yang  baru kali pertama ditemui. Misalnya kagum dengan bentuk alis dan tatapan yang tajam, hanyut dengan senyum ditunjang sebaris gigi rapi yang menawan, tertarik dengan hidungnya yang mancung dan seterusnya dan seterusnya.

Maka, kalau ada yang mengistilahkan "Cinta pada pandangan pertama", bisa jadi karena seseorang terkesan dan tertarik pada penampilan fisik. Hal ini sangatlah lumrah dan tidak menjadi masalah, awal mula kecocokan fisik ini, (kalau ditekadi) biasanya akan berlanjut menjadi penyebab kecocokan di banyak hal.

Kalau sudah berhasil mengambil hati orang yang ditaksir, tugas selanjutnya adalah menjaga sikap dan ucapan, agar orang dicinta merasa nyaman, tidak lari dan berpaling.

Setelah saling mengisi, kedua insan semakin mantap dan serius, barulah berpikir untuk melangkah ke jenjang lebih serius. Pernikahan bisa menjadi puncak sebuah hubungan, berdua menjalani kehidupan dan membangun keluarga dan menua bersama.

-----

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Kenyataan berkata lain--- Banyak diantara saudara, kerabat, teman, kenalan, keluarga atau mungkin justru diri kita sendiri, tidak begitu mulus dalam perjalanan meraih dan mendapatkan hati orang dipuja.

Padahal dari sisi fisik tidak diragukan lagi, punya tongkrongan badan yang bagus dengan tinggi dan berat proporsional. Dianugerahi paras tampan atau cantik, memiliki selarik alis yang hitam tebal dan memikat orang lain.

Memang, menampilkan kesan pertama (secara fisik) yang baik itu sangat penting. Tetapi, jauh lebih penting, adalah menjaga agar kesan pertama tetap terjaga dengan baik, untuk yang kedua, ketiga, keempat, kesepuluh, keduapuluh dan selanjutnya.

Pengalaman saya nih, kalau bertemu dan kenal seseorang, menyimpan kesan pertama dalam (biasanya) hitungan jam atau hari. Selanjutnya, mulai mengeja sifat dan karakter kemudian baru berpikir untuk menyesuaikan bagaimana berhubungan dengan teman baru ini.

Pada pertemuan berikutnya, setelah lebih mengenal lagi sifat seseorang, baru bisa memutuskan, apakah bisa dijadikan teman dekat, atau teman biasa, atau sekedar teman yang say hay saja.

Tetapi jangan salah ada kasus, justru pada kesan pertama seseorang tampak jutek, menyebalkan dan kurang asyik (apalagi) menarik. Tetapi setelah pertemuan berikutnya dan berikutnya, kemudian mengenal lebih dalam ternyata justru jadi akrab dan menjadi teman dekat.

"Liat loe pertama kali, gue sebel banget dan males, baru setelah kenal ternyata loe baiknya minta ampun," Kompasianer, mungkin pernah dengar kan, komentar seperti ini.

Lalu bagaimana jadinya, kalau ternyata diri ini berada diposisi, yang menurut orang (banyak) kurang bisa memberi kesan pertama yang baik. kemudian berlanjut tidak baik pada kesan kedua, ketiga dan seterusnya. Berarti saatnya introspkesi diri !

Merendahlah Agar Jodohmu Mendekat

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Tanpa kita sadari, kadang diri kita terlau egois, merasa sudah mengupgrade diri dengan skill dan pengetahuan yang mumpuni dan sebegitu tinggi. Hal demikian biasanya terlegitimasi, melalui capain jabatan di tempat pekerjaan, atau gelar akademis dari jenjang sekolah bergengsi.

Dampaknya, secara otonatis status sosial terdongkrak, kita dihormati orang di sekitar. Sehingga memasang patokan dalam mencari dan mendapatkan pasangan, dengan standart yang menurut kita pantas dan sepadan (kalau tidak mau dibilang tinggi) dengan diri sendiri.

Sementara waktu terus melaju, kriteria pasangan yang ditetapkan bisa saja datang cepat atau bisa saja datang terlampau lambat. Setelah berusaha kenalan dan mencoba dekat, ternyata tidak sesuai dengan kriteria diinginkan.

Sebagai umat beragama, saya sangat meyakini bahwa lahir menikah dan kematian sudah digariskan Tuhan. Khusus terkait jodoh (pernikahan), menurut saya ada peran kita manusia sendiri dalam pengupayaannya.

Bahwa jodoh sudah disediakan Tuhan, memang benar begitu adanya. Tetapi, kita manusia diberi kesempatan untuk melakukan penjemputan. Persis seperti rejeki, musti ada upaya yaitu dengan cara bekerja, agar rejeki datang kepada kita.

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Kalau saya dulu, pada usia duapuluhan sampai duapuluh lima tahun, masih sangat idealis menetapkan standart pasangan. Mencari istri yang punya pendidikan (minimal) S1, berkarier di kantor, penampilannya begini dan begitu.

Menginjak usia 26- 27 tahun, mulai berpikir bahwa saya harus berusaha lebih keras dan lebih agresif. Berani memulai kenalan dan membuka obrolan, mengajak tukar nomor handphone dan berani datang ke rumah atau kost yang sedang ditaksir dan seterusnya.

Lewat 27 tahun ternyata belum ada yang nyantol, mulai minta tolong teman, kalau saja ada saudara atau kenalan yang masih jomblo dan pengin serius---hehehe. Sungguh, awalnya saya malu untuk minta dicomblangin, tapi bagaimana lagi, namanya juga usaha.

Rupanya dari comblang demi comblang inilah, jalan bertemu calon istri mulai terbuka, dan saya sudah mengesampingkan deretan kriteria yang pernah ditetapkan. Meskipun pada akhirnya, diantara sekian syarat tersebut, sebagian diantaranya dimiliki istri. Dan, saya sempat menyesal, kenapa tidak dari dulu minta dicombalingin --hehehe.

Setiap orang diciptakan dengan segala keunikannya sendiri-sendiri, termasuk diri kita yang (sadar atau tidak) juga punya keunikan. Sangat mustahil, menuntut orang lain untuk tampil dan sama dengan persepsi yang kita buat sendiri. yang ada adalah, kita yang menyesuaikan diri dengan orang lain.

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Selama kriteria mendasar itu sudah masuk, misalnya seiman, (kalau muslim) menegakkan sholat lima waktu, sopan, bagi saya itu sudah cukup. Dan selebihnya, masalah pendidikan, keahlian ini dan itu, saya yakin bisa belajar dan berkembang bersama-sama.

------

Kalau ada yang sudah berada diusia cukup, kemudian memang punya niat kuat untuk segera mendapatkan pasangan, tidak ada salahnya belajar untuk sedikit merendahkan diri.  Jangan malu ngobrol dengan teman atau saudara (minta dibantu cari kenalan), atau minta nasihat ayah dan ibu, bicara dari hati ke hati dan minta didoakan.

Jangan lupa belajar menurunkan ego (tidak ngeyelan, tidak keras kepala, dsb), mulai membuka diri menerima orang lain dengan keunikan dimiliki (selama masih bisa ditoleransi). Kalau keinginan tulus dan kuat sudah dibentangkan, semogalah waktu dan jalan menemukan pasangan jiwa semakin dekat dan terbuka lebar. Amin.

Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun