Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bersiap Diri Menjadi Suami yang Baik. Ini Caranya!

11 Oktober 2016   10:43 Diperbarui: 11 Oktober 2016   14:29 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prosesi Akad Nikah- dokpri

Siapa orangnya, tak ingin segera menikah setelah usia mencukupi. Saya pernah merasakan sendiri bagaimana rasanya berharap segera melepas status lajang.

Namun, kehidupan ini tak berjalan sesuai kemauan diri sendiri. Ada kekuatan Yang Maha Kekuatan, mengatur segenap mekanisme alam semesta. So, kita (mau tak mau) musti PATUH dan mengikuti takdir. Eit's tunggu, bukan mengikuti dengan sikap pasif ya. Kata patuh (di atas) sengaja di-caploks dan di-bold, karena mengandung unsur effort di dalamnya.

Contohnya, kalau kita sedang diet dianjurkan ahli nutrisi. Supaya rajin olahraga, selain itu pasti ada pantangan soal makanan. Kalau mau memenuhi anjuran tersebut, artinya harus patuh dan siap melawan ego. Bersedia beranjak dari tempat tidur, demi berolahraga di pagi hari. Rela berpeluh keringat, saat rasa malas masih nempel di badan. Berlari mengelilingi lapangan luas, agar kalori berlebih cepat terbakar.

Mau yang lebih berat, ada lagi nih.

Melewatkan bubur ayam dan nasi uduk kesayangan, untuk mengurangi konsumsi karbohidrat dan gorengan. Bersikap cuek (boleh pakai bebek) pada es jus aneka buah dan es teler super segar, demi meminimalisasi asupan gula. Hanya memilih menyantap sayur dan buah, untuk meraih bobot badan idaman.

Bayangkan, tindakan itu adalah usaha berat yang menekan ego. Kok jadi ngobrol masalah diet, bukan-bukan itu hanya contoh.

(back to topic)

Nah, demi mendapatkan pasangan hidup tentu perlu usaha. Paling sederhana, memperbaiki dulu penampilan fisik. Tak musti memakai barang branded, yang penting rapi dan bersih saja cukup. Badan juga tak perlu wangi-wangi amat, asal tak bau keringat dan prengus bagi saya cukup. Ada lho, orang dengan bau badan dan mulut menyengat. Setiap kali bersua, saya mencari alasan agar tak berlama-lama di sampingnya. Abis gak betah, kalau berdekatan lebih dari lima menit saja.

Bagaimanapun tak bisa dipungkiri, kesan pertama seseorang datang dari penampilan. Kalau penampilan good looking, minimal orang tak hengkang saat diajak ngobrol. Kalau badan dan mulut tidak bau, dijamin betah diajak berdiskusi. Apalagi kalau berwawasan luas, eh tapi itu sudah melewati sekedar penampilan (jadi silakan lanjut sendiri).

Saya pribadi, lumayan besar effort dalam mencari pasangan.

Bagaimana tidak, semasa sekolah tak punya pengalaman soal asmara. Saya dulu orangnya minder, jadi tak berani "nembak" cewek yang ditaksir. Saya memilih aktif di aneka kegiatan sekolah, semasa SMP dan SMA menjadi pengurus OSIS. Lumayan juga, pernah menang beberapa lomba seperti mengarang dan teater. Pun saat kuliah, pernah naksir tapi ditolak. Akhirnya tak mau mencoba lagi, karena sedih ditolak yang berkepanjangan (lebay hehe). Saat itu lebih fokus kerja sambil kuliah, urusan percintaan tidak terlalu dipentingkan.

Barulah selesai kuliah, panik seiring umur yang merambat naik. Ibu saya berubah, menjadi orang paling cerewet. Mengingatkan terus dan terus, tentang pentingnya menikah. Pada saat lain, Ibu getol menekankan berkeluarga dan memiliki keturunan. Meski yang diceritakan adalah pengalaman sendiri. Semacam ilmu kehidupan gitu, karena pendidikan formal ibu saya tidaklah tinggi.

Bener deh, ibu saya tiba-tiba menjelma seperti "Mamah Dedeh KW" (Hehehe). Bawaannya menghidar dari Ibu, bahkan pernah saya mogok tidak mudik lebaran. Gara-gara Ibu, yang tak pernah jeda bertanya "Kapan calonmu dibawa pulang?" Saya benar-benar tak berkutik karena urusan menikah tak semudah membalik telapak tangan.

Sampai sebuah quote saya dapati, terasa menghunjam. "Kalau mau mencari emas, carilah di tempat emas. Kalau mencari teman baik, carilah di tempat berkumpulnya orang baik". Kalimat ini saya terapkan, dalam mencari pasangan. Kalau mau mendapat pasangan baik, datangi tempat orang-orang baik. Agar diterima di lingkungan baik, pantaskan diri menjadi orang baik.

Kebetulan saya hobi membaca sejak dulu, segera berburu buku tentang pernikahan dan segala pernak-perniknya. Kenapa, baca buku pernikahan pacar saja belum ada. Entahlah, saya seperti ingin "protes" menunjukkan kepada Penguasa Alam. Bahwa saya sudah mempersiapkan diri sebaiknya, siap menjadi calon suami yang baik. Lagi pula logikanya sederhana, perempuan mana tak ingin mendapat suami yang baik dan bertanggung jawab.

Agar menjadi baik, tentu ada ilmunya. Nah, ilmu itu saya dapati dari buku-buku bacaan tentang pernikahan. Ini tentang sebuah effort, kalau tidak ditunjukkan berarti kita menjadi pasif. Sebuah buku, tentang perilaku manusia sempurna Rasulullah SAW begitu memukau saya.

Temu Manten di kampung saya -dokpri
Temu Manten di kampung saya -dokpri
Bagaimana Rasul bersikap begitu lemah lembut dan menghormati istri. Bagaimana beliau bekerja, mempersembahkan nafkah terbaik kepada keluarga. Bagaimana memperlakukan anak-anak, dengan penuh kasih sayang. Bagaimana meminang yang baik, bagaimana berta'aruf dan sebagainya dan sebagainya. Pelarian saya, selalu pada buku dan majelis ilmu. Sampai-sampai, forum tentang parenting di sebuah masjid saya datangi. Tak peduli masih status jomblo, yang penting adalah menunjukkan tekad memperbaki diri.

Siapa nyana, suratan takdir akhirnya berkata. Pada kesibukan membenahi diri, ada teman yang mengenalkan sahabatnya. Entahlah bagaimana ceritanya, tiba-tiba hati ini merasa klik saja. Perubahan terjadi begitu cepat dan drastis. Dalam dua pekan setelah perkenalan saya langsung menghadap orang tua gadis itu. Gayung bersambut, lamaran diterima dan persiapan pernikahan alhamdulillah dipermudah. Kini perjalanan rumah tangga sedang kami jalani, bahu-membahu membesarkan buah hati.

Saya bukan menggurui ya, PLEASE.

Hanya berbagai pengalaman, sungguh real experience yang pernah saya alami. Bagi Anda yang senasib dengan saya, artinya tak berpengalaman dalam hal pacaran jangan bimbang. Siapa tahu, langkah-langkah tadi berguna. Betapa lebih utama, mempersiapkan diri dan membenahi dalam diri dulu. Tanamkan keyakinan bahwa alam semesta punya hukum dan mekanisme sendiri. Hukum alam bekerja, dengan sistem yang ada di luar nalar manusia.

Yuk, para lelaki yang sudah pantas menikah. Pantaskan diri, agar siap menjadi suami dan kepala rumah tangga yang baik. - wallahu'alam-

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun