Oleh : Agsta Aris Afifudin
Hampir setiap orang di kehidupan sekarang ini, setiap saat di hadapkan dengan logika dan/atau sebaliknya. Secara sederhana logika dipahami sebagai berfikir secara logis, atau masuk akal.
Tidak sedikit dalam kehidupan di sekitar kita seringkali kita menyaksikan dan merasakan sesuatu yang tidak logis, baik menyangkut perihal kemasyarakatan, individu, budaya, dunia pendidikan, politik, ekonomi hingga birokrasi.
Jika di definisikan secara umum logika adalah hasil pertimbangan dari akal pikiran manusia yang diutarakan melalui kata-kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Pendapat lain mengatakan, arti logika adalah suatu penalaran yang dilakukan atau dinilai sesuai dengan prinsip-prinsip validitas yang ketat. Logika adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari tentang kecakapan berpikir secara teratur, lurus, dan tepat. Yaitulah, mengapa jika disederhanakan logika dipahami sebagai berfikir secara logis.
Baca juga: Menyigi Hakekat Badan dan Jiwa: Dalam Sorotan Aristoteles dan Thomas Aquinas
Secara etimologis, istilah "logika" berasal dari bahasa Yunani yaitu Logos yang kemudian membentuk kata Logikos dimana artinya adalah suatu pertimbangan akal (pikiran) yang diungkapkan dengan kata-kata atau bahasa.
Menurut Aristoteles, Pengertian logika adalah ajaran tentang berpikir yang secara ilmiah membicarakan bentuk pikiran itu sendiri dan hukum-hukum yang menguasai pikiran.
Dalam banyak hal, kita sering mengalami berbagai kejadian yang kita pikir tidak logis, misalkan ada yang jelas-jelas melakukan korupsi dengan uang miliaran, tapi di mata hukum kok sama dengan seorang pencuri seekor ayam. Ada juga yang terbukti bersalah tapi tidak bisa disentuh oleh hukum, ada juga di dunia pendidikan sudah sekolah ke jenjang perguruan tinggi tetapi tidak ada institusi atau dinas pemerintah dan swasta yang dapat menerima dirinya untuk bekerja sehingga harus puas di terminal pengangguran.
Menurut fenomena diatas bisa disimpulkan bahwa pengertian Logis adalah sesuatu yang bisa diterima oleh akal yang sesuai dengan logika atau benar menurut penalaran. Dengan kata lain, fenomena tersebut tentu tidak logis.
Dengan demikian, atas dasar realitas itulah di perlukan suatu logika dalam kehidupan manusia, agar kita mengetahui kapan saatnya berpikir logis, kapan saatnya kita berpikir tidak logis, setiap tempat dan waktu ada logikanya, setiap logika ada waktu dan tempatnya.Â