Mohon tunggu...
Agsa Bagaskara
Agsa Bagaskara Mohon Tunggu... Operator - Seminaris

Dimas anjayy mabar professional!!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hukuman Mati: Perlukah untuk Tetap Diteruskan?

24 Februari 2023   10:05 Diperbarui: 24 Februari 2023   10:10 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada 13 Februari 2023 yang lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati kepada terdakwa Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Meski usianya cukup lama, hingga saat ini hukuman mati masih menjadi polemik di antara negara-negara di dunia. Dilansir dari BBC.com, Amnesty International mencatat bahwa ada 92 negara yang secara hukum dan konstitusi masih melegalkan hukuman mati dalam negaranya, sedangkan ada 106 negara yang secara hukum dan konstitusi telah melarang hukuman mati. Data dari Amnesty International ini juga menunjukkan bahwa hukuman mati masih cukup digemari oleh banyak negara. 

Sejarah Singkat Hukuman Mati

Hukuman mati menjadi salah satu hukuman tertua yang pernah dan masih diterapkan di dunia. Hukuman mati pertama kali muncul pada abad ke-18 SM dalam hukum tertulis pertama, yakni Codex Hammurabi di daerah Babilonia. Dalam Codex Hammurabi, hukuman mati diberlakukan untuk 25 kejahatan berbeda, tidak termasuk pembunuhan. Selain di Babilonia, hukuman mati juga ditemukan dalam Hukum Het (abad ke-14 SM), Kode Hukum Draco (abad ke-7 SM), dan Hukum Dua Belas Tabel Romawi (abad ke-5 SM). Hukuman mati pertama kali yang tercatat dalam sejarah dunia dijatuhkan pada abad ke-16 SM kepada seorang bangsawan Mesir yang tertuduh melakukan praktik sihir. 

Salah satu vonis hukuman mati paling fenomenal di zaman kuno terjadi terhadap Socrates atas tuduhan penyesatan dan penistaan agama di Athena. Ia dipaksa untuk menenggak racun pada tahun 399 SM. Selain kisah Socrates, kisah penyaliban Yesus juga menjadi salah satu vonis hukuman mati paling fenomenal di masa lampau. Yesus dijatuhi hukuman mati dengan cara disalib atas perintah Pontius Pilatus, gubernur Romawi untuk Provinsi Yudea, setelah mendapat laporan dari para pemuka agama Yahudi pada abad awal masehi.

Hukuman mati menjadi semakin populer pada abad pertengahan di Inggris. Tercatat pada abad ke-16 M, di bawah pemerintahan Raja Henry VII, diperkirakan Inggris telah mengeksekusi sebanyak 72.000 orang. Di Amerika, tercatat hukuman mati pertama kali dijatuhkan kepada Kapten George Kendall pada tahun 1608 atas tuduhan menjadi mata-mata bagi negara Spanyol. Lalu, di tahun 1612, Gubernur Virginia, Sir Thomas Dale memberlakukan hukuman mati bahkan untuk perihal kecil seperti membunuh ayam dan mencuri ayam. 

Di Indonesia, praktik hukuman mati sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha. Pada tahun 1808, terjadi konsolidasi hukuman mati pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels yang memberikan wewenang kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk mengeksekusi seseorang. Hal itu menjadi strategi bagi Belanda untuk membungkam perlawanan rakyat pribumi. Setelahnya, hukuman mati diteruskan dan masih ada dalam konstitusi negara Indonesia dewasa ini.

Keefektifan Hukuman Mati

Meski sudah tua usianya, tidak ada bukti ilmiah yang membuktikan bahwa hukuman mati adalah hukuman yang efektif untuk menekan tingkat kejahatan. Dikutip dari ijrs.co.id, Dio Ashar Wicaksana, seorang peneliti hukum pidana dari IJRS, menjelaskan bahwa dari data milik Death Penalty Information Center pada tahun 2015, sejak tahun 2008 sampai 2014, negara bagian di Amerika Serikat yang tidak menerapkan pidana mati justru memiliki tingkat kriminalitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan negara bagian di Amerika Serikat yang menerapkan pidana mati. Menurut Dio, data ini telah menunjukkan bahwa hukuman mati tidak selalu menjadi hukuman yang signifikan untuk menekan angka kriminalitas di suatu wilayah.

Hukuman Mati Menurut Franz Magnis-Suseno

Seorang budayawan sekaligus Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, RP. Franz Magnis-Suseno, SJ., adalah salah satu dari sekian banyak orang yang turut aktif dalam menentang adanya pidana hukuman mati. Menurutnya, hukuman mati adalah hukuman yang tidak etis, melanggar moral kemanusiaan serta keagamaan. "Nyawa orang lain adalah suci dan sakral. Karena itu, tak seorang pun berhak merampasnya," ujarnya dikutip dari tribunnews.com. Beliau memaparkan bahwa ada empat argumen untuk melawan praktik hukuman mati yang terjadi di Indonesia, dikutip dari kompas.com. 

Pertama, negara Indonesia masih memiliki sistem yudisial yang tidak bersih dari tindakan korup. Menurutnya, hukuman yang bahkan sampai merenggut nyawa seorang manusia tidaklah pantas diputuskan oleh suatu sistem dan lembaga yang bahkan belum bersih sepenuhnya dari kekorupan. Kedua, secara prinsipil, hukuman mati adalah satu-satunya hukuman yang tidak dapat dicabut setelah dilaksanakan. Padahal, dalam sistem yudisial manapun, tidak ada yang dapat memastikan putusan mereka 100% benar dan tidak keliru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun