Mohon tunggu...
Agnes DwiMeita
Agnes DwiMeita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Kearifan Lokal] Petani Utun Suku Samin dalam Perspektif Pertanian Berkelanjutan

14 Februari 2024   08:09 Diperbarui: 14 Februari 2024   21:11 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar KTNA Nasional

Pertanian berkelanjutan yang menggunakan pengetahuan lokal merupakan aspek penting dalam memperkuat ketahanan pangan di daerah pedesaan. Kearifan lokal ini mencakup berbagai praktik tradisional petani yang  mengelola sumber daya alam dan melakukan kegiatan pertanian berdasarkan adat dan budaya setempat. Pertanian tradisional mengacu pada praktik pertanian yang diturunkan dari generasi ke generasi, berdasarkan pengetahuan lokal dan peralatan sederhana. Pertanian tradisional  masih bergantung pada alam, dengan areal yang dimanfaatkan bergantian tergantung musim. Pekerjaan utama di pedesaan adalah pertanian.

Pertanian  tidak dapat dipisahkan dari masyarakat adat Indonesia. Pengetahuan pertanian yang mereka peroleh merupakan warisan nenek moyang mereka yang diwariskan secara turun temurun dan masih menggunakan alat-alat pertanian tradisional. Petani tradisional Samin di Desa Klopoduwur Kecamatan Banjerejo, Kabupaten Blora, termasuk di antara mereka yang masih menjalankan usahataninya sesuai dengan ketentuan peraturan adat Samin. Masyarakat adat Samin  adalah petani tradisional, atau petani Utun dalam bahasa Jawa. Petani tradisional Samin tahu bahwa penggunaan bahan kimia yang terlalu banyak dapat berdampak buruk terhadap lingkungan. Ajaran Samin mengajarkan bahwa alam adalah sumber kehidupan mereka, sehingga tidak boleh merusak lingkungan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kearifan lokal bertani suku Samin yaitu dalam pengelolaan air dengan metode konservasi yang digunakan dalam membangun perumahan serta mengelola air dan hasil bumi. Masyarakat Samin di Blora, perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, mempunyai pengetahuan dalam memilih lahan yang cocok untuk pertanian karena mengetahui jenis tanah, kandungan humus, dan kemiringan lereng. Mereka telah memperoleh pengetahuan dari generasi ke generasi. Petani Samin di setempat mengetahui jenis tanaman apa yang cocok untuk menyuburkan tanah, mencegah tanah longsor, dan  memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, masyarakat Samin memiliki peraturan yang melarang penggunaan air untuk tujuan komersial demi menjaga keseimbangan alam dan menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup  tanpa merusak lingkungan. Selain itu, upacara adat seperti Kadeso yang diadakan untuk menjaga kelancaran irigasi dan mengamankan air irigasi untuk  lahan pertanian. masyarakat Samin atau petani utun dilarang menebang pohon atau merusak hutan alam di dalam wilayah tersebut.

 Suku Samin mempunyai pengetahuan lokal yang unik mengenai pengelolaan lahan dan sumber daya alam. Mereka mempunyai prinsip untuk melestarikan dan menjaga kelestarian lingkungan dalam kehidupannya, termasuk dalam praktik pertaniannya. Contoh praktik pertanian tradisional adalah tidak menjual tanah, terutama untuk keperluan pertanian. Masyarakat Samin juga sangat menekankan penggunaan pupuk organik yang berbahan dasar kotoran ternak dan menghindari penggunaan bahan-bahan kimia dalam pertanian. Menurut masyarakat Samin, hal tersebut karena  dapat merusak alam. Para petani utun sangat yakin bahwa alam semesta akan menjamin kesuburan dan  hasil panen yang melimpah. Praktik pertanian organik menjaga kesehatan  tanah yang digunakan sebagai media tanam. Petani Samin menanam  padi sebagai salah satu tanaman yang perlu dibudidayakan. Selain padi, sebagian masyarakat menanam singkong dan jagung. Petani Utun juga harus mematuhi adat istiadat pertanian yang tidak boleh menjual seluruh hasil panennya. Setelah panen, hasil panen disimpan untuk  konsumsi rumah atau untuk digunakan sebagai sumbangan  pada hari raya. Sebab dalam ajaran Samin terdapat anjuran, ``sak apik apike adol luwih apik yen tuku". Namun, seiring berjalannya waktu, para petani mulai menjual hasil panennya dan menyimpannya sebagian  untuk dikonsumsi. Sandang, papan, dan pangan dibeli dari penjualan hasil panen.

Petani Samin sangat menghargai pekerjaan mereka sebagai petani, hal ini diwujudkan melalui ritual adat Jamasan yaitu membersihkan alat-alat pertanian. Jamasan merupakan ritual adat untuk menyucikan benda-benda suci. Bagi masyarakat Samin, alat pertanian merupakan barang sakral. Karena hal-hal tersebut membantu  memenuhi kebutuhan hidupnya. Alat pertanian suci antara lain sabit dan cangkul. Para petani Samin konon sangat percaya bahwa alam semesta menjamin kesuburan dan  hasil panen yang melimpah. Oleh karena itu, mereka tidak  merusak alam demi mendapatkan keuntungan dalam kegiatan pertanian. Para petani juga melakukan ritual adat Kadeso sebagai wujud rasa syukur terhadap alam dengan melakukan tumpengan sebagai sembahyang berjamaah di sumber air terdekat dengan lahan pertanian mereka. Ritual ini dilakukan di dekat sumber air agar alam selalu menyediakan air melimpah dan tidak terjadi kekeringan di tahun mendatang. Upacara Kadeso dilaksanakan setahun sekali pada bulan Juli menurut penanggalan Jawa. Masyarakat yang memegang teguh adat masih cenderung melakukan ritual sebagai wujud nilai-nilai adat yang dianut bersama.Memelihara nilai-nilai tradisional tersebut memberikan dampak positif melalui persatuan dan ketaatan bersama.

 Prinsip  petani Utun adalah menjaga kelestarian lingkungan dan mempertahankan penghidupan mereka, yang mereka yakini merupakan warisan nenek moyang.

Dalam pertanian Berkelanjutan memiliki 3 pilar. sehingga ke 3 pilar itu dikaitan dengan kearifan lokal pertanian para petani suku Samin diantaranya

  • Aspek sosial

Suku samin menyoroti praktik pertanian tradisional yang diwarisi secara turun temurun dan keterkaitannya dengan adat istiadat serta nilai etika masyarakat Samin. Mereka meyakini bahwa hubungan antara alam dan adat istiadat mereka tidak dapat dipisahkan, dan kegiatan pertanian sangat bergantung pada kondisi alam dan kearifan lokal mereka. Suku Samin menjalankan tata cara adat dalam bidang pertanian yang diwariskan nenek moyang. Nilai-nilai kearifan lokal kearifan lokal ini mencermikan budaya, etika, dan kearifan lokal yang kaya dalam masyarakat Samin.

  • Aspek ekonomi

                Praktik pertanian tradisional di suku Samin mencakup sistem kepemilikan tanah yang berbasis adat, dan pola distribusi hasil pertanian yang didasrkan pada nilai norma-norma kearifan lokal mereka.

  • Aspek Lingkungan

Dalam budaya Samin, terdapat nilai-nilai kearifan lokal yang baik seperti nilai etik kejujuran dan nilai  saling memberi dan menerima kepunyaan secara bersama dengan niat saling tolong menolong dan penuh keikhlasan. Ajaran moral Samin juga mewajibkan kewajiban bagi masyarakat untuk menjaga lingkungan seperti prinsip : aja dengki srei, tukar padu, mbhedog colong. Dalam praktiknya tetap menjaga kelestarian lingkungan dengan cara penggunaan pupuk organiK dan pengolahan lahan secara alami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun