Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Lestari Pilihan

Kerusakan Hutan dan Pemfungsian Ulang Lumbung Pangan Mangkrak

30 Desember 2022   05:36 Diperbarui: 30 Desember 2022   10:47 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membangun ulang kawasan hutan akan memberi kontribusi besar terhadap perbaikan alam | Sumber gambar : pixabay.com / Picography

Kakak ipar saya memiliki usaha sampingan berjualan bibit tanaman di pekarangan rumahnya. Ragam tanaman hias seperti mawar, melati, anggrek dan sebagainya merupakan bagian dari koleksinya. Disamping ada juga beberapa jenis pepohonan seperti bambu kuning, palem, jeruk, rambutan, serta masih banyak lagi yang lain.

Saya pernah mendapati koleksi tanamannya diborong oleh pembeli. Meskipun hal itu tidak berlangsung setiap hari, akan tetapi setidaknya usaha budidaya tanaman tersebut lumayan bisa eksis sampai sekarang.

Setiap hari ia merawat kebun kecilnya itu sembari menyempatkan diri menghasilkan bibit-bibit tanaman baru menggunakan beberapa metode pengembangbiakan tanaman seperti cangkok, setek, ataupun menyemainya dari benih-benih yang ada.

 "Kok hari ini Aa gak bikin bibit tanaman baru lagi?"  Tanya saya suatu kali.

"Iya Gil, lagi  gak bikin. Soalnya lahannya penuh. Belum ada tanaman yang terjual. Mau tidak mau mesti tunggu dulu sampai ada pembeli datang. Baru kemudian bisa bikin bibit tanaman lagi."  Tuturnya menjelaskan situasi.

Keberadaan lahan khususnya hamparan tanah memang memegang peran penting dalam pembudidayaan tanaman seperti yang dijalankan oleh kakak ipar saya serta para pembudidaya tanaman lainnya.

Biarpun sebenarnya dalam aktivitas tanam-menanam ini  telah berkembang metode baru seperti hidroponik, vertikultur, aeroponik, hingga tabulampot namun keberadaan sebidang tanahlah yang paling diperlukan jikalau kita ingin melihatnya berkembang menjadi pepohonan yang rindang dan berdiri kokoh.         

Apalagi jika kita berbicara mengenai pepohonan penyuplai udara segar bagi kehidupan dan penyerap emisi karbon yang  bertebaran di angkasa. Sebidang tanah nan luas dengan rentetan pepohonan hijau diatasnya adalah syarat yang harus dipenuhi.

Akan tetapi, jangankan menyediakan sepetak lahan untuk tumbuh kembang pepohonan, yang terjadi justru sebaliknya. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada periode Januari sampai Oktober 2022 saja telah terjadi kerusakan dan kebakaran hutan mencapai 197.443 hektare.

Kerusakan tersebut bukan hanya pada tahun 2022 saja, tahun-tahun sebelumnya juga terjadi situasi serupa.  Bahkan laju deforestasi kita per 2021 lalu mencapai 450.000 hektare per tahun (forestdigest.com). Yang berarti ada begitu banyak populasi pepohonan hilang disana. Yang berarti pula kita kehilangan sumber daya penyerap karbon serta produsen oksigen yang sangat diperlukan bagi 'kesehatan' bumi ini berikut manusia penghuninya.

Ironisnya, dikala sepetak tanah begitu berharga untuk menyemai pepohonan dan memanen udara segar, justru ada sebagian lahan besar yang tidak terkelola dengan semestinya. Kita ambil contoh lahan proyek food estate (lumbung pangan) di Kalimantan Tengah (Kalteng) dengan luasannya yang mencapai 43.500 hektare.

Proyek tersebut dihentikan, entah sementara atau selamanya, dengan dalih ketiadaan orang. Sangat miris sebenarnya untuk ukuran proyek ambisius usungan pemerintah yang bahkan sempat dipamerkan oleh Menteri Pertahanan di hadapan para pemimpin G20 itu. Proyek yang digembar-gemborkan ke khalayak yang akhirnya cuma menjadi lumbung pangan mangkrak.

Hanya saja saya tidak ingin terlalu jauh masuk membahasa penghentian program itu. Yang saya sayangkan adalah ketiadaan langkah penyesuaian untuk mengompensasi program gagal ini menjadi sesuatu yang lebih berguna.

Tanah dengan luas puluhan ribu hektar ini sangat sayang jikalau dibiarkan begitu saja. Andaikan diatasnya kita tanami dengan beragam jenis pepohonan tentu akan lebih berguna. Setidaknya bisa memberi kontribusi terhadap penyerapan emisi yang kadung membebani bumi ini.

Apalagi kalau ditilik kebelakang bahwasanya lahan yang diperuntukkan sebagai media tanam varietas lumbung pangan mangkrak tersebut adalah bekas hutan yang ditebang. Dengan kata lain, tidak ada yang lebih berhak untuk mempergunakan lahan tersebut selain untuk menghidupkan kembali hutan yang hilang.

Jikalau memang asa untuk menghidupkan program tersebut tetap dipelihara sembari menunggu kajian lebih mendalam dan menyeluruh, lahan lumbung pangan mangkrak tersebut harus sesegera mungkin diberdayakan. Paling tidak, dalam kurun waktu tertentu terdapat sumber daya pendukung untuk menyerap emisi karbon (carbon sink) melalui pepohonan yang ditumbuhkan disana.

Perlu kita garis bawahi bahwa emisi tidak pernah berhenti setiap hari menggerogoti bumi yang kita huni ini. Sehingga seharusnya ada langkah-langkah cepat untuk merespon produksi emisi yang berlangsung tanpa henti itu. Biarpun hanya sementara tidak masalah, daripada tidak ada samasekali.

Selanjutnya tinggal dipikirkan lagi, bagaimana caranya agar keberlangsungan program lumbung pangan bisa memenuhi prinsip-prinsip keberlanjutan (sustainable) tanpa harus mengorbankan hal-hal penting yang ujung-ujungnya justru membahayakan eksistensi segenap makhluk hidup terutama manusia penghuni bumi itu sendiri.

Barangkali kita semua, terkhusus pemerintah, mesti belajar banyak dari kasus lumbung pangan mangkrak ini. Mengedepankan kepentingan pasokan pangan memang penting dilakukan. Hanya saja harus dipastikan juga bahwa upaya tersebut akan berkesinambungan. Tanpa gangguan. Tanpa masalah. Sehingga kejadian yang sama tidak lagi menimpa.

Hal ini membutuhkan kajian sekaligus pemikiran yang tidak kejar tayang. Perlu analisis mendalam untuk melihat sisi kelebihan dan kekurangan dari setiap potensi kebijakan. Kajian ini mesti dijauhkan dari kepentingan segelintir pihak yang ingin mempolitisasi demi keuntungan kelompoknya sendiri. Karena ini berkaitan dengan urusan hidup dan mati.

Salam hangat.

Agil S Habib, Penulis Tinggal di Tangerang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Lestari Selengkapnya
Lihat Indonesia Lestari Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun