Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Melamar Kerja Saat Hamil, Mungkinkah Diterima?

25 Februari 2021   14:37 Diperbarui: 9 Maret 2021   11:32 8617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring waktu para rekan kerja pasti mengetahui perbedaan kondisi tubuh seseorang yang hamil dan tidak. Belum lagi jika melihat kemungkinan ketika pihak manajemen perusahaan menyadari kebohongan yang dilakukan oleh pekerja barunya. Bisa-bisa situasinya akan jauh lebih buruk daripada yang diperkirakan.

Lantas apakah yang harus diperbuat oleh seorang perempuan calon ibu di tengah-tengah kehamilannya agar tetap mendapatkan kesempatan kerja yang sama besarnya dengan perempuan pekerja lainnya? 

Tidak bisa dipungkiri bahwa tuntutan ekonomi seringkali menjadi alasan di balik besarnya keinginan perempuan hamil untuk tetap berupaya mencari nafkah.

Seandainya semua kebutuhan serba tercukupi dengan mudah maka sepertinya opsi untuk mencari pekerjaan di tengah-tengah periode kehamilan akan ditinggalkan. Kecuali mungkin bagi sebagian wanita hamil yang merasa bosan dengan aktivitas rumahan dan memilih untuk mencari rutinitas lain yang berpotensi menghasilkan.

Pengalaman Istri

Saat mengingat ulang momen beberapa tahun lalu ketika istri tengah hamil dengan usia kandungan sekitar 5 bulan dan bisa diterima kerja di suatu perusahaan rasa-rasanya hal itu seperti suatu keajaiban yang tidak disangka-sangka.

Bagaimanapun stigma perempuan hamil sulit mendapatkan pekerjaan sudah cukup mempengaruhi persepsi kami. Sehingga saat istri mengutarakan keinginan untuk mencari pekerjaan dengan alasan bosan hanya berdiam diri di rumah, maka tanggapan pertama saya adalah mempertanyakan apakah ia yakin dengan rencananya tersebut atau tidak.

Meski menjawab bahwa dirinya yakin dengan rencana yang hendak dilakukan, namun sebenarnya masih tersirat keraguan di dalam dirinya perihal stigma ibu hamil sulit memperoleh pekerjaan. Bahkan sempat muncul keinginan dari istri saya untuk berbohong mengenai kehamilannya dengan harapan akan memperbesar kemungkinan diterima kerja.

Tapi dengan tegas saya mengatakan bahwa lebih baik jujur di awal daripada menutup-nutupi sesuatu yang suatu saat pasti akan disadari juga keberadaanya.

Lebih baik tidak diterima kerja daripada harus memulainya dengan kebohongan semacam itu. Katakan apa adanya selayaknya kondisi yang ada. Tonjolkan sisi kelebihan yang mampu mengompensasi kekurangan disisi yang lain.

Andaikata kehamilan yang dialami perempuan memang merupakan "kekurangan" yang melekat pada diri seseorang selaku calon pekerja, maka tentu perempuan tersebut harus memiliki keyakinan bahwa dirinya lebih dari sekedar perempuan hamil yang dinilai lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun