Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tepatkah Banggakan Keberhasilan Teman ke Orang Lain, tapi Kita Sendiri Bukan Siapa-siapa?

10 Januari 2021   06:52 Diperbarui: 10 Januari 2021   07:25 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melihat teman dekat yang berhasil | Sumber gambar : www.thoughtco.com

Pernah tidak diantara kita bercerita tentang betapa suksesnya seorang teman atau orang yang pernah dekat dengan kita kepada orang lain lantas dalam cerita itu kemudian kita sematkan pernyataan kalau si bersangkutan adalah teman kita, adik / kakak dari teman kita, kenalan kita, atau orang dekat kita? 

Dalam topik obrolan sehari-hari tidak menutup kemungkinan bagi kita untuk berbincang dengan orang-orang di sekitar guna membicarakan hal itu. Hingga pada titik tertentu ada perbincangan betapa berprestasinya sosok seseorang dimata kita atau orang yang berbincang dengan kita. 

Dengan antusias kita bercerita panjang lebar mengenai pencapaiannya. Perihal ia bisa kaya luar biasa, perihal menjadi orang terkenal, dan lain sebagainya. Kemudian dengan menyelipkan pernyataan kalau kita pernah kenal dengannya maka kita berharap orang lain akan menganggap kita turut "tertular" prestasi seseorang yang tengah dibicarakan itu. 

Padahal sematan bahwa sosok berprestasi itu pernah menjalin hubungan atau kontak dengan diri kita samasekali tidak berkontribusi apapun atas kredibilitas yang kita miliki. Sosok yang berhasil itu masih akan tetap menjadi orang lain dengan pencapaian yang patut dibanggakan oleh dirinya sendiri. Sementara kita yang sekadar pernah kenal dengannya sejatinya belum memiliki pencapaian tersebut.

"Seseorang dihargai atas apa yang menjadi pencapaiannya sendiri. Bukan pencapaian milik orang lain. Sehingga sebesar apapun pencapaian seseorang yang kita banggakan hal itu tidak akan pernah mengubah fakta bahwa kita dinilai atas apa yang kita capai melalui jerih payah diri kita sendiri."

Sering saya mendengar cerita dari orang-orang yang mengatakan kalau teman kuliahnya dulu kini sudah berhasil menjadi pejabat publik, menjadi founder sebuah perusahaan ternama, dan sebagainya. Sementara ia yang bercerita itu tidak terlihat memiliki kesamaan apapun selain hanya satu almamater perkuliahan. 

Tapi entah mengapa ia terlihat begitu bangga seolah-olah yang melakukan pencapaian itu adalah dirinya. Hal ini di satu sisi mungkin merupakan bentuk apresiasi atas keberhasilan sosok yang pernah dikenalnya itu. Tapi disisi lain sebenarnya hal itu hanya merupakan wujud upaya menghibur diri yang belum berhasil mencapai sesuatu seperti halnya teman yang bersangkutan. 

Kebanggaan yang ditampilkan atas keberhasilan milik orang lain tidak akan berdampak apapun selain hanya menciptakan respon di benak orang lain, "Oh, ternyata orang itu adalah kenalanmu." Sebatas itu saja.

Bisa jadi memang memiliki kenalan yang berhasil di bidangnya akan menjadi batu loncatan bagi kita dalam mengkreasi pencapaian diri kita sendiri. Mungkin mereka akan menjadi salah satu petunjuk jalan tentang ke mana kita akan melangkah. 

Tapi bagaimanapun juga semuanya tetap bergantung pada diri kita sendiri. Bahkan tidak jarang seseorang yang sudah meraih capaian besar menganggap kita yang sebenarnya adalah temannya bukan lagi siapa-siapa. 

Meskipun dulu saat pernah bersama kita dengan mudah bertukar cerita atau mungkin saling meminjam uang, kini situasinya bisa saja sangat berbeda. Upaya kita untuk mendekat kepadanya mungkin bisa dinilai sebagai bentuk pemanfaatan atau mengambil keuntungan darinya. Kita bisa saja dinilai sebagai pribadi yang ingin mengambil manfaat atas perkenalan yang kita miliki dari orang lain. Sehingga kita akan dianggap sebagai sosok yang suka aji mumpung.

Berkawan baik dengan orang lain itu wajar. Terlebih jika komunikasi yang terjalin tidak terputus oleh ruang dan waktu sehingga meskipun tidak bersua secara langsung dalam waktu lama hubungan yang terjalin tetap terjaga secara baik. Ketika melihat seorang teman mencapai sesuatu yang luar biasa kita tidak lantas kaget karenanya dan bisa langsung berucap selamat. 

Kita bisa mengambil pelajaran atas pencapaiannya tapi tidak harus menggembar-gemborkan pencapaiannya kepada orang lain. Sebatas sebagai motivasi diri boleh, tapi hal itu tidak bisa dijadikan pegangan untuk menunjukkan siapa diri kita. Kita adalah kita, teman kita adalah teman kita, dan dia adalah dia. Apa yang diraihnya belum tentu menjadi raihan kita dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu alangkah lebih baik jika kita tidak perlu mempertontonkan pencapaian orang lain sementara diri kita belum mampu berbuat hal serupa. Fokus pada siapa diri kita dan apa yang hendak kita raih.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun