Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Haramkah Menolak Tawaran Promosi Jabatan di Tempat Kerja?

20 Oktober 2020   06:58 Diperbarui: 20 Oktober 2020   07:10 1817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar | Sumber: www.careeragility.org

"Promosi jabatan adalah kesempatan berharga yang dinanti-nantikan sebagian orang. Hal itu mungkin menjadi bagian dari ambisi besar yang harus diraih mati-matian. Sedangkan bagi sebagian orang yang lain sepertinya ada sesuatu yang lebih berharga ketimbang promosi jabatan tersebut. Mereka rela mengabaikan sesuatu hal yang menurut orang lain tak layak untuk diabaikan. Tapi ini hanya masalah prioritas."

Hampir semua orang yang menjalani karir sebagai karyawan mengharapkan pencapaian sesuatu yang luar biasa dalam perjalannya. Baik itu mendapatkan gaji yang tinggi ataupun jabatan yang strategis. Sehingga setiap kali seseorang dipromosikan dari jabatan sebelumnya ke posisi yang lebih tinggi biasanya ia akan berbunga-bunga. Senang bukan kepalang karena itu artinya kinerjanya diapresiasi dan diakui secara layak dengan pemberian jabatan dengan level yang lebih tinggi. 

Seseorang yang mendapatkan kenaikan jabatan umumnya akan dibarengi dengan fasilitas yang lebih baik, tanggung jawab yang lebih tinggi, dan mungkin gengsi yang lebih besar tatkala bertemu dengan rekan sejawat saat pertemuan alumsi sekolah atau kuliah. 

Namun hal itu tidak berarti bahwa semua orang yang mendapatkan tawaran promosi jabatan akan serta merta menerimanya. Sebagian orang ada saja yang menolak kesempatan emas itu dengan berbagai alasan yang menurut mereka layak untuk diperjuangkan ketimbang segala atribut yang diperoleh dari promosi jabatan tersebut.

Baru-baru ini ada salah seorang rekan yang menceritakan kisahnya kepada saya terkait dirinya yang baru saja mendapatkan tawaran naik jabatan di tempat kerjanya. Saat ini posisinya di tempat kerja adalah sebagai supervisor dan mendapatkan tawaran dari kepala divisi lain untuk menduduki posisi lowong pada jabatan asisten manajer. Posisi yang setidaknya setingkat lebih tinggi dari posisinya sekarang. 

Ini artinya kesempatan tersebut merupakan sebuah peluang karir yang berharga sekaligus kesempatan emas untuk mencapai satu titik pencapaian yang lebih tinggi dari semua yang pernah ia raih selama ini. Belum lagi jika membicarakan potensi fasilitas tunjangan jabatan yang semestinya lebih besar dari yang diperoleh dalam status jabatannya saat ini.

Meskipun begitu ternyata ia berani mengatakan tidak alias menolak kesempatan promosi jabatan tersebut. Alasannya adalah karena ia tetap memiliki fokus lebih dalam mengembangkan hasratnya yang lain. Sebuah passion yang dalam posisi kerjanya saat ini masih memberinya ruang yang cukup untuk memberikan atensi terhadap bidang minatnya tersebut. Sesuatu yang barangkali akan semakin langka apabila ia memutuskan untuk mengambil tanggung jawab dalam peran jabatan yang lebih tinggi.

Sesuatu yang Lain

Beberapa tahun lalu ada seorang rekan yang baru saja pindah kerja dari luar kota untuk menjabat posisi supervisor di sebuah perusahaan manufaktur. Sedangkan di tempat kerja sebelumnya ia masih berstatus staf. Dengan kata lain jabatan di tempat kerja yang baru itu membuatnya mengalami promosi jabatan. Jika sebelumnya ia tidak memiliki anak buah samasekali, kini ia dibantu oleh dua orang staf yang mendukung pekerjaannya. Namun ada sebuah kisah cukup menarik dibalik keberadaannya pada jabatan tersebut.

Sebelum jabatan posisi supervisor itu diperolehnya, sang atasan sebelumnya sudah berupaya menyiapkan kandidat pengganti dari kalangan internal perusahaan. Ada salah seorang staf yang rencananya bakal dipromosikan untuk mengisi pos jabatan supervisor tersebut. Akan tetapi rencana itu seketika gagal karena sang staf tadi menyatakan penolakannya dengan dalih ingin tetap memberi waktu yang cukup bagi keluarga terutama anak-anaknya. 

Menurut pemahamannya waktu itu jabatan sebagai supervisor relatif memiliki tanggung jawab lebih tinggi daripada posisinya sebagai staf. Sehingga ia khawatir waktunya akan lebih tersita untuk pekerjaan dan mengabaikan anak-anaknya. Hingga akhirnya sang atasa pun kemudian melakukan perekrutan dan mendapatkan rekan saya tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun