Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Islamofobia di Negara Paling Bahagia di Dunia, Mengapa?

31 Agustus 2020   15:05 Diperbarui: 31 Agustus 2020   14:55 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret rusuh di Swedia | Sumber gambar : www.matamatapolitik.com

Tahun 2019 lalu sebuah lembaga bernama Wonderlist merilis 10 negara paling bahagia di dunia. Pada daftar tersebut Swedia menempati urutan pertama sebagai negara paling bahagia dengan skor kepuasan hidup, tingkat pekerjaan, kesehatan, penghasilan, tingkat pendidikan, dan angka harapan hidup yang mengungguli kebanyakan negara lain di dunia.

Meskipun begitu ternyata Swedia tidak serta merta menjadi sebuah negara yang toleran serta menaruh penghormatan tinggi terhadap keyakinan beragama orang lain, terutama bagi umat Islam.

Terbukti baru-baru ini sebuah kerusuhan besar pecah di ibukota negara itu, Oslo, pemicunya adalah demontran anti Islam melakukan aksi provokatif meludahi dan menyobek kitab suci Al-Qur'an. Sematan sebagai negara paling bahagia ternyata dicederai oleh paham sempit tentang nilai-nilai Islam.

Padahal negara-negara dengan peringkat tinggi kelompok ini (negara paling bahagia) dikenal sebagai bangsa yang cerdas, tapi begitu mudahnya sebagian dari mereka terbakar kebencian akan Islam yang mereka baru pahami tidak ada seujung kukunya itu. Sangat disayangkan.

Setiap bangsa pasti mendambakan negaranya masuk dalam kelompok negara paling bahagia ini. Siapa yang tidak ingin bahagia?

Namun jikalau definisi kebahagiaan itu ternyata justru memberangus keyakinan agama lain yang tidak terlalu dikenalnya itu maka mungkin lebih baik bagi sebuah bangsa untuk tidak berada dalam daftar tersebut.

Intoleransi berbalut label negara paling bahagia tidaklah layak untuk dikagumi. Atau barangkali sematan tersebut justru membuat mereka cenderung arogan sehingga menilai semauanya sendiri keyakinan umat Islam.

Mungkin ada tindakan provokasi dari politisi sayap kanan asal Denmark bernama Rasmus Paludan sehingga aksi kisruh di Swedia itu terjadi. Paludan tak jauh berbeda dengan Geert Wilders dalam menyampaikan pandangannya tentang Islam.

Orang-orang yang berasal dari kawasan negara makmur itu justru begitu semena-mena menafsiri Islam dengan cara yang sangat salah. Mereka dengan begitu nyamannya berkoar-koar diantara komunitas masyarakat yang disebut paling berbahagia.

Pandangan sempit merekalah sepertinya yang merusak citra Swedia dan segenap negara lain yang selama ini dikenal sebagai negara yang damai dan nyaman.

Apakah mereka tidak sadar bahwa sikap mereka itu justru membuat sebagian umat muslim lain semakin tersudutkan keberadaannya? Uighur, Rohingya, Palestina, dan masih banyak lagi yang lain. Belum tentu mereka yang paling bahagia adalah yang paling beradab, dan paling toleran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun