Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warung Kosong Mak Piah

21 Agustus 2020   08:13 Diperbarui: 21 Agustus 2020   08:12 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi warung | Sumber gambar : cocomasite.wordpress.com

Mak Piah adalah seorang pemilik warung kecil pinggir jalan yang berjualan didekat gedung Sekolah Menengah Pertama (SMP). Beliau berjualan nasi uduk, kopi, dan beberapa jajanan kecil lain. 

Sehari-hari setiap hari Senin sampai Sabtu beliau menjajakan barang dagangannya dari sebelum jam masuk sekolah hingga sore hari pasca anak-anak sekolahan sudah pulang pun beliau masih terus menjajakan dagangannya. Meskipun dagangannya sering tidak sampai habis akan tetapi hal itu setidaknya cukup bisa membantu menafkahi anggota keluarganya.

Mak Piah sudah menjalani profesi tersebut selama belasan tahun sampai anak-anaknya berhasil lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) atau setingkat dengannya. 

Melihat dinamika dunia kerja yang belakangan sulit untuk mendapatkan pekerjaan, Mak Piah ternyata masih harus bekerja keras menghidupi keluarganya tanpa bantuan yang mencukupi dari anak-anaknya. Sehingga masu tidak mau Mak Piah mesti tetap berjuang melalui warung kecilnya itu.

Beberapa waktu berlalu sepertinya situasi berjalan normal dan baik-baik saja. Namun saat pandemi COVID-19 melanda yang membuat sekolah-sekolah diliburkan hal itu seakan menjadi kabar buruk bagi Mak Piah. 

Warung kecil miliknya menjadi sepi pengunjung dan bahkan tidak ada samasekali mengingat pembeli utamanya adalah para siswa-siswi SMP yang bersekolah di dekat warung tersebut. 

Seiring dengan berhentinya aktivitas belajar mengajar di sekolah tersebut maka mereka yang biasa membeli disana kini hanya berada di rumah saja. Memaksakan diri berjualan sama halnya dengan menjemput kerugian. 

Berharap agar sekolah kembali masuk sepertinya masih jauh dari harapan. Sehingga warung kecil miliknya pun terpaksan berhenti beroperasi dan ditutup dalam batas waktu yang tidak ditentukan. 

Demi menunjang kebutuhan sehari-hari, Mak Piah hanya bisa mengandalkan pemberian anak-anaknya yang tidak seberapa dan juga hasil dari menjual beberapa barang dari kebun milik anaknya. 

Terkadang menjual buah kelapa, kadang menjual buah melinjo, kadang menjual kayu, dan lain sebagainya. Sejauh ini menjual kebun tersebut bukanlah opsi yang beliau inginkan apalagi kebun tersebut merupakan milik anaknya. Mak Piah hanya bisa berharap pandemi segera berakhir agar bisa berjualan lagi di warung kecil miliknya itu.

Bangkit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun