Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tuntutan "KAMI" Suara Kami?

19 Agustus 2020   14:01 Diperbarui: 19 Agustus 2020   14:14 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deklarasi KAMI | Sumber gambar : tempo.co

Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) kemarin (18/08) secara resmi mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah gerakan moral rakyat Indonesia dalam rangka perjuangan mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat, kedaulatan bangsa, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Gerakan ini diinisiasi oleh sekumpulan tokoh bangsa yang selama beberapa waktu terakhir diidentikan memiliki pandangan yang berseberangan dengan pemerintah berkuasa.

Tokoh-tokoh seperti Din Syamsuddin, Refly Harun, Rocky Gerung, hingga Ichsanuddin Noorsy merupakan beberapa diantaranya. Dalam deklarasi kemarin KAMI menyampaikan 8 (delapan) poin tuntutan kepada para penyelenggara negara baik itu kepada para wakil rakyat maupun pemerintah dan utamanya presiden Republik Indonesia. Kedelapan poin tuntutan tersebut menyoroti beragam aspek mulai dari sosial, ekonomi, hukum, HAM, budaya, hingga politik.

Seiring dengan munculnya gerakan ini, tidak sedikit kalangan yang mencibir maupun memuji keberadaan KAMI di tengah-tengah masyarakat. Bagi mereka yang tidak sepakat dengan keberadaan KAMI mungkin menganggap gerakan ini tak ubahnya sebagai barisan sakit hati. Sedangkan bagi mereka yang sepakat akan menganggap KAMI sebagai sebuah oase ditengah minimnya sikap oposisi dari partai-partai politik yang eksis di tengah percaturan politik tanah air.

Sebagaimana diketahui, hanya ada Partai Demokrat, PAN, dan PKS saja yang sejauh ini menyatakan diri berada diluar pemerintahan. Dengan kata lain amunisi untuk mengkritisi sikap penyelenggara negara menjadi relatif terbatas. Sehingga keberadaan KAMI diharapkan mampu menambah "daya tekan" terhadap para penguasa agar lebih berhati-hati lagi dalam menelurkan kebijakan.

KAMI diisi oleh orang-orang yang bisa dibilang memiliki kapasitas mumpuni untuk menelaah jalannya tata kelola negara. Sehingga setiap pendapat yang mereka utarakan sayogyanya didasari oleh sesuatu yang bukan khayalan alias berdasarkan realitas di lapangan. Poin tuntutan untuk menegakkan Pancasila tentu bukanlah sebuah omong kosong belaka mengingat beberapa waktu lalu RUU HIP begitu mengganggu eksistensi Pancasila sebagai dasar negara. Pandangan tentang Trisila dan Ekasila sudah cukup mengusik keberadaan Pancasila itu sendiri. Selain itu, poin tuntutan yang menyinggung perihal oligarki politik juga tidak seketika dinarasikan.

Keberadaan sosok Gibran yang tidak lain adalah putra kandung Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk terjun dalam kontestasi pemilihan umum dipandang kurang etis dilakukan. Praktik hukum yang penuh kesenjangan seperti pada kasus Novel Baswedan sepertinya juga menjadi perhatian KAMI untuk dilayangkan sebagai tuntutan akan pentingnya penegakan hukum sesuai kaidahnya. Belum lagi pandemi COVID-19 yang begitu merisaukan segenap bangsa Indonesia terutama masyarakat kecil.

Beberapa hal tersebut memang cukup mewakili situasi pelik yang tengah dihadapi bangsa ini sehingga patut untuk dilayangkan kepada para penyelenggara negara. Namun sepertinya KAMI juga perlu menambahkan satu aspek lagi yaitu rekomendasi langkah penanggulangan. Bukan tidak mungkin para penyelenggara negara itu sudah "mentok" kreativitasnya sehingga butuh masukan dari luar. Bisa jadi mereka gengsi untuk meminta masukan sehingga alangkah lebih baik apabila KAMI proaktif melakukannya.

Agar KAMI tidak hanya dipandang sebagai biang kritik kekuasaan keberadaan alternatif solusi bisa menjadi jawaban atas hal itu. KAMI mungkin perlu mengarahkan agar pejabat-pejabat terkait memiliki khasanah baru dalam membuat kebijakan.

Solusinya tidak mentok dengan cara yang itu-itu saja. Pungut pajak, naikkan iuran, hutang, dan sejenisnya. Padahal sebenarnya pandemi COVID-19 ini bisa menjadi jalan pintas Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam percaturan internasional, yang terjadi justru adalah sebaliknya. Kita masih seringkali berkonflik di internal bangsa sendiri dan mengurusi hal-hal yang remeh-temeh bahkan cenderung mendasar.

Semoga keberadaan KAMI tidak semakin menambah lebar jurang pemisah itu. Justru semestinya bisa membuat kita menyadari akan arti penting saling melengkapi. Suara KAMI mungkin adalah representasi dari suara kami semua rakyat Indonesia yang merindukan bangsa ini pulih dan semakin maju kedepannya. Apalagi bangsa ini sudah merdeka 75 tahun lamanya. Diamond age.

Salam hangat,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun