Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Andai Jokowi Bisa Me-Reshuffle Anies (Lagi)

14 Mei 2020   09:07 Diperbarui: 14 Mei 2020   09:14 3786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan | Sumber gambar : www.goriau.com

Semua dimulai sejak Anies memutuskan untuk maju dalam kontestasi pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta tahun 2017 lalu. Berpasangan dengan Sandiaga Uno dan bersaing dengan dua pasang kandidat lainnya, Ahok -- Djarot dan AHY -- Sylvi. Meskipun melibatkan tiga pasanga kandidat, klimaks dari pilgub kala itu pada akhirnya "mempertandingkan" pasangan Anies -- Sandi dan Ahok -- Djarot seiring "tersingkirnya" AHY- Sylvi pada putaran pertama. 

Tensi pilgub kala itu begitu tegang karena dibumbui oleh kasus penodaan agama yang menyeret nama Ahok, sang petahana sekaligus "orang kepercayaan" Jokowi dkk. Aksi masa dalam jumlah besar dengan sebutan 212 turut berperan melancarkan langkah Anies -- Sandi menuju tampuk kekuasaan wilayah ibu kota. 

Sesuatu yang kemudian ditengari menyisakan "sakit hati" bagi kelompok yang kalah. Anies Baswedan (khususnya) dianggap sebagai simbol "anti" golongan berkuasa yang hingga saat ini masih langgeng menduduki kursi pemerintahan.

Semenjak Anies Baswedan menduduki posisi kursi gubernur DKI Jakarta, sudah beberapa kali ia "menyulut" emosi beberapa pihak. Perihal pengaturan tata kota yang mengalami beberapa bongkar pasang sudah mulai menuai kritikan. Dengan slogan, "Maju Kotanya, Bahagia Warganya" Anies terus bertahan dengan narasinya. 

Saat ia mengizinkan pemanfaatan pulai reklamasi, sebagian kalangan menyebutnya "munafik". Terutama pihak lawan yang dulu mendukung dilanjutkannya proyek reklamasi. 

Sedangkan Anies sendiri mengusung janji sebaliknya, hentikan proyek reklamasi teluk Jakarta. Meski Anies memiliki argumentasinya sendiri, namun sebagian orang menganggapnya sebagai bentuk ketidakkonsistenan. P

enutupan Hotel Alexis juga menuai pro kontra. Saat acara reuni 212 dilakukan, Anies juga mengunjungi acara tersebut. Sesuatu yang lantas membuatnya dipergunjingkan banyak orang. Termasuk para elit yang jengah terhadap tindakannya itu. Ada yang menyebut Anies melanggar etike Aparatur Sipil Negara (ASN), ada yang berharap agar Anies disanksi, dan lain sebagainya.

Selapas itu drama lem Aibon dimulai. Anggaran tidak wajar yang dibuat oleh pemerintah DKI Jakarta membuat banyak politisi berkomentar pedas. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tergolong sebagai kelompok yang paling getol mengkritisi hampir setiap langkah Anies. Dan puncaknya adalah ketika memasuki periode tahun 2020. 

Pada awal tahun wilayah Jakarta dihantam bencana banjir. Anies dinilai tidak becus mengurus Jakarta, hingga dibanding-bandingkan dengan para pendahulunya. Dalam momen ini pula silang pendapat dengan pemerintah mulai mengemuka. 

Anies berdebat dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, terkait normalisasi sungai dan penanganan banjir Jakarta. Belum usai perihal banjir, kasus revitalisasi Monas membuat nama Anies kembali mengudara seiring proyek tersebut sejatinya ditolak oleh istana. 

Pihak istana meminta agar revitalisasi monas diberhentikan sementara mengingat masih adanya prosedur yang belum dilalui. Tapi hal itu sepertinya tidak digubris oleh Anies. Anies terlihat mulai "membandel".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun