Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seruan Berita Baik dan Upaya Melawan Coronavirus dengan Aura Positif

28 Maret 2020   08:21 Diperbarui: 30 Maret 2020   14:23 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Covid-19 Can't Stop Me | Sumber gambar : www.antarafoto.com

Belakangan ini hampir setiap hari kita disuguhkan perihal berita kematian orang-orang yang dinyatakan positif terinfeksi coronavirus atau covid-19. Update berita yang dilakukan oleh pemerintah perihal jumlah orang terinfeksi, yang meninggal dunia, atau yang sembuh selalu disampaikan kepada publik melalui media nasional secara rutin.

Tidak ketinggalan juga "penelusuran" yang dilakukan oleh awak media perihal keluarga korban yang tengah ditimpa musibah kehilangan sanak kerabat tercintanya oleh karena serangan virus corona. Seperti yang baru-baru ini terjadi dimana sebuah keluarga membuka paksa penutup jenazah dan menciumi tubuh keluarga tercintanya yang telah meninggal dunia.

Peristiwa yang belakangan viral mengingat kontak langsung dengan tubuh yang terinfeksi sangat berpotensi tertular. Namun, dibalik pengabaian yang dilakukan oleh keluarga korban dalam relung hati kita sadar betapa sedihnya ditinggalkan oleh seseorang yang dikasihi. Siapa yang tidak bersedih tatkala orang terkasih harus pergi meninggalkan kita untuk selamanya? Biarpun sebenarnya kita semua tahu kalau kematian adalah keniscayaan yang pasti dialami semua orang.

Pandemi coronavirus telah menjangkit begitu banyak negara di dunia. Jumlah korban yang terinfeksi juga sudah sangat banyak. Kita sebagai orang awam yang memantau pemberitaan di ruang publik umumnya akan melihat situasi perkembangan terkini terkait hal ini.  Sudah seberapa jauh covid-19 berekspansi, sudah seberapa baik penanganan yang diberikan, sudah seberapa signifikan perkembangan pembuatan anti virus, sudah berapa banyak yang sembuh, dan "sayangnya" juga seberapa banyak orang yang telah meninggal dunia.

Mengapa masih cukup banyak pemberitaan yang terkesan "mengeksplorasi" kematian. Mengabarkan berita tentang kematian tidakkah sebaiknya dibatasi. Sekadar angka yang tidak perlu terlalu "diperdalam" ulasannya di hadapan publik. Mungkin pada satu sisi pemberitaan mengenai adanya korban meninggal dunia akan membuat kita waspada. Akan tetapi disisi lain hal itu akan membuat kita khawatir secara berlebihan yang pada akhirnya justru berdampak buruk terhadap diri kita sendiri.

Seseorang bisa menjadi sangat traumatik apabila terus dibombardir dengan pemberitaan tentang kematian dan kematian. Hal itu adalah sebuah repetisi negatif yang terus-menerus ditanamkan kedalam memori kita. Memantik kekhawatiran dan ketakutan sehingga kita melupakan banyak hal baik tentang arti optimisme, kesembuhan, kesehatan, dan kehidupan.

Berita Pasien Positif Coronavirus Meninggal Dunia tidak Mem-positif-kan Diri Kita

Dalam kajian psikologis, seseorang bisa mengalami gangguan yang disebut dengan PTSD atau Posttraumatic Stress Disorder atau ganggunan psikologis pada seseorang yang dipicu oleh suatu peristiwa mengerikan (contoh : kematian) yang dialami secara langsung, yang disaksikan, atau didengar oleh penderitanya. Melihat orang-orang di sekitar meninggal biarpun melalui layar televisi atau pemberitaan media masa lainnya dan secara berulang-ulang sangat mungkin memicu terjadinya PTSD ini.

Kata kuncinya adalah repetisi atau pengulangan. Semakin sering menyampaikan informasi negatif hal itu akan terpatri kedalam benak seseorang sebagai suatu realitas yang semakin nyata. Bayang-bayang kekhawatiran akan kematian tak ubahnya kematian itu sendiri, bahkan terlihat lebih buruk. Sikap kita menjadi begitu apatis, egois, penuh prasangka, dan individualistis. Meskipun ada anjuran agar kita menjunjung tinggi kebersamaan dan saling melindungi satu sama lain, tatkala kepanikan sudah menjalar ke seluruh tubu maka hal itu bisa membuat kita kehilangan jati diri dan karakter sejati seorang manusia.

Kita ambil contoh sederhana, panic buying. Mereka yang melakukan panic buying secara tidak langsung telah berkontribusi terhadap melonjaknya harga barang-barang kebutuhan. Tidak tahukah mereka bahwa hal itu akan menyengsarakan orang lain dengan kemampuan ekonomi terbatas? Mungkin tahu dan mungkin juga tidak. Apakah mereka peduli terhadap hal itu? Sepertinya tidak.

Selama diri mereka sendiri atau orang dekat mereka selamat, maka masa bodoh dengan orang lain diluar sana. Ketakutan yang dibangun oleh gambaran kematian akibat coronavirus bisa jadi membuat kita lupa bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.

Sebenarnya kita memiliki fitrah untuk manjadi optimis, menjadi kuat, menjadi hebat, dan lain sebagainya. Namun "doktrin" ketakutan yang belakangan ini semakin marak seiring bertubi-tubinya informasi jumlah korban meninggal dunia yang terus bertambah dari waktu ke waktu membuat kita yang awalnya berani menjadi takut, membuat kita yang awalnya percaya diri menjadi pengecut, membuat kita yang awalnya kuat menjadi lemah.

Sekali lagi, informasi negatif tentang kematian yang disebabkan oleh covid-19 justru membuat kita semakin kehilangan sisi positif kehidupan ini. Berita tentang korban meninggal dunia setelah divonis positif coronavirus samasekali tidak membuat kita menjadi pribadi yang lebih positif. Sepakat?

Sebagian orang mungkin akan menyangkal hal ini. Tapi coba tanyakan pada diri kita masing-masing, setiap kali melihat pemberitaan adanya korban meninggal dunia karena virus corona maka apa yang kita rasakan? Masihkah tidak terbersit sedikitpun kekhawatiran bahwa kita akan menjadi salah satu orang yang mengalami situasi itu? Sekali dua kali melihat atau mendengar di pemberitaan media masa barangkali belum terasa efeknya. Bagaimana jika sepuluh kali, seratus kali, bahkan hingga ribuan kali? Bagaimana jika kita mendengar dan menyaksikan langsung peristiwa kematian akibat coronavirus di dekat tempat tinggal kita?

Beritakan Kabar Baik, dan Lebih Banyak Lagi

Masyarakat kita butuh keyakinan positif bahwa pandemi ini bisa dikalahkan. Kita semua bisa melalui ini dengan baik-baik saja. Namun hal ini bukan berarti membuat kita meremehkan situasi yang ada, atau mengabaikan anjuran pemerintah untuk melakukan social distance dan lain sebagainya. Kita perlu memperbanyak kabar baik, menginformasikan harapan perihal kesembuhan, dan kemungkinan besar untuk tetap bertahan hidup biarpun terinfeksi virus. Keberadaan harapan didalam diri kita adalah pelita yang menjaga asa untuk tetap hidup. Harapan itu akan bertahan selama diberikan "bahan bakar" berupa kabar baik.

Apa saja kabar baiknya? Beritakan bahwa yang terinfeksi virus ini bisa sembuh, beritakan bahwa gaya hidup sehat membuat kita berpeluang besar memenangkan "peperangan" ini, beritakan bahwa situasi ini tidaklah seburuk yang dikira, dan masih banyak lagi.

Kita butuh lebih banyak lagi kabar baik untuk mengusir prasangka buruk yang terlanjur melekat pada diri kita belakangan ini. Sebuah prinsip motivasi agar berfungsi optimal adalah menginformasikan satu kabar buruk berbanding dengan setidaknya 3 kabar baik atau lebih. Satu kabar buruk saja sudah cukup, jangan dtiambahi lagi.

Sebuah berita kematian dalam satu hari itu sungguh terlalu banyak. Melihat bayang-bayang kematian setiap hari menghantui kita malah akan membuat kita seperti pesakitan yang tinggal menunggu waktu digorok. Kematian itu pasti dialami oleh seseorang, tapi pilihlah kematian yang terbaik menurut kita. Kematian yang membuat kita bangga meninggalkan dunia ini dengan jejak optimisme dan keyakinan bahwa kita telah melalui semua dengan penuh keberanian.

Jangan hanya memberitakan tentang kematian, tetapi beritakan juga tentang kehidupan. Jangan hanya memberitakan tentang berapa banyak orang yang meninggal dunia karena coronavirus, tapi perbanyak berita tentang orang-orang yang berhasil sembuh darinya. Jangan hanya memberitakan nestapa dan duka, tetapi beritakan juga semangat dan gairah untuk bangkit melawan pandemi ini. Jangan terkungkung oleh pemberitaan rasa sakit, tapi informasikan tentang kesehatan. Kita bisa menang dan kita pasti akan melalui periode ini dengan senyuman indah.

Seringkali kita terkugkung oleh rating pemberitaan bahwa duka dan nestapa membuat banyak orang bersimpati. Tapi justru hal itulah yang membuat kita kehilangan semangat untuk menebarkan aura positif kepada banyak orang diluar sana. Bagi para penulis dan para penyeru diluar sana, mari kita sebarkan sebanyak mungkin berita positif dan kabar baik yang membangkitkan harapan banyak orang.

Perjuangan kita adalah bagaimana membuat semua melihat titik cerah perjuangan melawan coronavirus ini bisa dimenangkan. Dan kalaupun pada akhirnya diantara kita harus "berakhir" karena covid-19, maka kita telah menjalani perjuangan besar dan luar biasa yang patut untuk dibanggakan. Sebagaimana disampaikan dalam hadits Rasullullah Muhammad SAW, kematian oleh karena wabah atau pandemi adalah syahid. Dan itulah kematian terindah. Jadi tidak ada kata mundur untuk menebar semangat positif bahwa kita bisa melalui ini semua dengan baik.

Serukan dan terus serukan kabar baik perihal kesempatan kita untuk menang melawan covid-19 sangatlah terbuka lebar.

Salam hangat,

Agil S Habib 

Refferensi :

[1]; [2]; [3]; [4]; [5]; [6]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun