Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker & Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Yang Hidup dan Mati di Era Industri 4.0

31 Juli 2019   07:18 Diperbarui: 2 Agustus 2019   07:59 2744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi logistik pada era industri 4.0 (sumber: Shutterstock/Maxx-Studio)

Revolusi industri 4.0 telah menciptakan sebuah tatanan baru dalam berbisnis. Pola bisnis model lama, konvensional, tradisonal, banyak yang bertumbangan digantikan dengan model bisnis baru yang mengedepankan layanan digital serta mengutamakan dukungan perkembangan teknologi informasi. 

Ritel-ritel seperti giant, hypermart, dan sejenisnya mendapatkan tekanan yang begitu kuat. Bahkan ritel sekelas seven eleven pun kini harus menyudahi eksistensinya. Sebagai gantinya, marketplace seperti tokopedia, bukalapak, bli bli, dan beberapa jenis usaha digital lain terlihat berkembang semakin pesat.

Sebuah era baru melahirkan produk sesuai zamannya, yang akan menggerus keberadaan produk lama. Ketika generasi terdahulu tidak mampu berinovasi sesuai tuntutan zaman maka mereka akan kalah dan gulung tikar. Generasi baru memiliki keunggulan penguasaan informasi dan kreativitas yang lebih mumpuni dibandingkan generasi terdahulu. 

Sebenarnya, generasi lama pun memiliki kesempatan serupa untuk berkembang dengan sama baiknya. Hanya terkadang mereka terjebak oleh kenyamanan masa lalu yang tanpa sadar telah melenakan mereka, dan baru disadari setelah semuanya sudah terlambat.

Dalam dunia industri, setiap produk umumnya memiliki karakteristik fase hidup yang sama. Introduction, growth, maturity, dan decline. Produk lama, bisnis model lama, pemain lama, atau apapun sebutan dari mereka yang eksis sejak sebelum era industri 4.0 pun juga mengalami fase serupa. 

Tidak sedikit dari mereka yang baru menyadari eksistensinya telah mencapai tahap decline atau penurunan di tengah-tengah perubahan zaman yang begitu cepat seperti sekarang ini. Padahal sebuah era tidak langsung begitu saja terjadi, ia pasti ditandai dengan kehadiran beberapa hal baru pada masanya. 

Mereka yang peka menangkap tanda-tanda ini pasti akan dengan sigap menyiapkan diri, sebaliknya mereka yang terlalu asik dengan dirinya tanpa melihat segala perkembangan di lingkungan hanya akan menemui penyesalan di kemudian hari. Dalam hal ini kasus Kodak atau Nokia semestinya menjadi sebuah pembelajaran berharga.

Kita semua pasti tidak asing dengan taksi Bluebird. Bisa dibilang ia merupakan penguasa pangsa pasar transportasi taksi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Eksitensinya tidak diragukan. Kehadiran beberapa provider taksi baru pun tidak mampu mengusik besarnya "kekuasaan" yang mereka miliki. Namun siapa sangka Bluebird ternyata sempat begitu kewalahan saat transportasi daring yang digawangi Go-Jek, Grab, dan Uber booming di masyarakat. 

Kenyataan ini seakan ingin menunjukkan bahwa periode hidup suatu organisasi bisnis tidak bisa dijadikan patokan tentang kemampuannya bertahan menghadapi serbuan baru perkembangan dunia industri yang dikenal dengan era industri 4.0. Semua bisa saja terjadi.

Persaingan Lintas Bidang
Secara umum kita akan mengatakan bahwa persaingan bisnis itu hanyalah melibatkan persaingan bidang-bidang sejenis. Bisnis elektronik seperti smartphone kita anggap hanya bersaing dengan sesama bisnis smartphone, pengusaha baju dengan sesama pengusaha baju, ritel dengan ritel, dan lain sebagainya. 

Akan tetapi hal ini sudah tidak relevan lagi berlaku dalam bisnis di era modern. Persaingan yang terjadi saat ini adalah persaingan lintas bidang. Pebisnis ritel bisa bersaing dengan pengusaha bioskop. Bidang otomotif bisa bersaing dengan smartphone. 

Era Industri 4.0 |Ilustrasi gambar : https://indonesiainside.id
Era Industri 4.0 |Ilustrasi gambar : https://indonesiainside.id
Bagaimanapun juga setiap orang memiliki beragam kebutuhan, sedangkan resource yang mereka miliki terbatas. Akibatnya mereka harus membuat skala prioritas pemenuhan kebutuhan. Pilih beli smartphone dulu atau televisi. Belanja baju baru atau beli buku bacaan terlebih dahulu. Dengan demikian tingkat persaingan yang terjadi pun menjadi semakin ketat dan kompleks.

Sehingga tidak mengherankan banyak usaha yang bertumbangan seiring waktu. Para"pemain" lama banyak yang mati akibat tidak mampu bertahan di tengah persaingan yang begitu keras. Pengangguran pun bermunculan seiring bertumbangannya beberapa lini bisnis. Meskipun disisi lain ada serapan tenaga kerja baru oleh bidang-bidang yang lahir dari rahim industri modern.

Pada saat ritel-ritel bertumbangan dan karyawannya menerima Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), perusahaan start up seperti gojek, traveloka, atau bukalapak justru mengklaim berhasil menyerap ratusan bahkan ribuan tenaga kerja baru. 

Ada yang mati dan ada yang hidup. Begitulah dinamika indsutri sejak pertama kali tercetus melalui revolusi industri pertama. Hal ini akan terus-menerus terjadi seiring perubahan zaman yang terus terjadi. Kelak, indsutri yang kini mencapai kejayaan mungkin harus mengalami situasi seperti halnya dialami oleh industri lama yang dulu pernah menjadi pemain besar di dunia bisnis. 

Revolusi industri tidak bisa dipisahkan dari evolusi atau seleksi alam. Mereka yang mampu bertahan dan adaptif terhadap perubahan akan terus hidup. Mereka yang terus melahirkan gagasan-gagasan baru akan tetap menjadi yang terdepan. Semuanya kembali pada kesadaran diri masing-masing.

Salam hangat,
Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun