Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Meredupnya Status Ekonomi Ayam

26 Juni 2019   08:00 Diperbarui: 27 Juni 2019   20:13 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga berebut ayam yang dibagikan secara gratis di dekat kompleks Balaikota Yogyakarta, Rabu (26/6/2019). Sekitar 6.500 ekor ayam dibagikan oleh anggota asosiasi peternak ayam di Yogyakarta untuk memprotes anjloknya harga ayam. | KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

"Winner, winner, Chicken dinner!" merupakan sebuah kalimat yang populer diucapkan oleh para penjudi kasino Las Vegas yang berhasil memenangi sebuah pertaruhan. 

Kalimat ini didokumentasikan dalam sebuah film garapan Hollywood yang berjudul 21. Winner, winner, chicken dinner seakan merepresentasikan sebuah kegembiraan dan kemewahan dari sebuah kemenangan. 

Chicken atau ayam adalah reward dari sebuah kemenangan. Terlepas bahwa reward ini berasal dari kemenangan diatas meja judi, ayam memiliki nilai simbolik sebagai sesuatu yang berharga.

Namun beberapa hari terakhir ini "popularitas" ayam tengah menurun seiring harganya yang terjun bebas. Mungkin bagi sebagian orang hal ini merupakan kabar baik karena itu artinya mereka tidak harus membayar mahal untuk membeli lauk ayam, dan para penjual ayam goreng mungkin bersyukur karena jumlah keuntungan hasil jualannya meningkat. 

Lain halnya dengan para peternak ayam yang mesti menanggung kerugian demikian besar akibat tidak berimbangnya ongkos produksi yang mereka keluarkan dengan harga penjualan produk ayam ternak mereka.  

Seperti banyak diberitakan, harga ayam di tingkat peternak saat ini hanya pada kisaran Rp 8.000 -- Rp 10.000 per Kg, sedangkan Harga Pokok Produksi (HPP)-nya sebesar RP 18.500. 

"Di satu sisi kita mungkin senang karena bisa membeli ayam dengan harga murah, tapi disisi lain ada keprihatinan tersendiri melihat saudara-saudara peternak ayam di luar sana yang merana. Kondisi yang salah satunya disebabkan oleh melimpahnya pasokan ayam ini memang bisa terjadi sewaktu-waktu."

Dengan harga jual yang lebih kecil dari HPP itu bukankah sama artinya dengan berbisnis untuk rugi? Logikanya, seseorang berbisnis itu untuk mendapatkan keuntungan. 

Sehingga harga jual barang hendaknya lebih besar dari ongkos produksinya. Akan tetapi mekanisme pasar dimana ketika penawaran meningkat maka harga akan turun bekerja dengan begitu kejam kepada para peternak ayam. Tidak mengherankan apabila banyak peternak ayam yang melakukan aksi protes akibat fenomena ini.

Ayam merupakan sebuah bahan hidangan yang memiliki fleksibilitas pengolahan cukup tinggi. Lauk ini bisa diolah menjadi beraneka macam variasi hidangan. 

Bahkan ayam menjadi bahan dasar dari bisnis makanan cepat saji skala internasional seperti KFC atau McD. Pebisnis kuliner berbahan ayam di Indonesia pun sudah demikian menjmur. 

Seiring anjloknya harga ayam ini entah sikap seperti apa yang mestinya timbul di dalam benak kita. Di satu sisi kita mungkin senang karena bisa membeli ayam dengan harga murah, tapi di sisi lain ada keprihatinan tersendiri melihat saudara-saudara peternak ayam diluar sana yang merana. Kondisi yang salah satunya disebabkan oleh melimpahnya pasokan ayam ini memang bisa terjadi sewaktu-waktu. 

Oleh karenanya diperlukan langkah penyikapan yang cepat dan tepat oleh pihak-pihak terkait agar solusi terbaik bisa ditemukan.

Pemerintah dengan institusi terkait pasti memiliki kewajiban untuk segera menanggulangi permasalahan ini. Akan tetapi para peternak ayam juga tidak boleh pasrah dan menyerahkan sepenuhnya penyelesaian masalah ini kepada pemerintah. Harus ada sikap proaktif dari para peternak agar kerugian yang mereka tidak semakin bertambah. 

Salah satunya dengan mencoba melakukan kerja sama langsung dengan pelaku bisnis lain yang menggunakan bahan dasar ayam. Peternak hendaknya juga mencoba untuk meluaskan relasi mereka tidak sebatas dengan para pedagang atau broker ayam saja. 

Kemungkinan untuk bekerja sama langsung dengan rumah potong hewan atau pebisnis kuliner patut untuk dicoba, sehingga penjualan hasil peternakan tidak sepenuhnya tergantung pada pedagang atau broker ayam. 

Syukur-syukur kalau para peternak ini juga mencoba untuk membuat olahan makanan berbahan dasar ayam di rumahnya dan kemudian dipasarkan sendiri, maka value yang diperoleh pun juga akan meningkat. 

Coba kita cek fakta dilapangan, ketika harga ayam turun seperti sekarang ini apakah harga pecel ayam di pinggir jalan ikut turun? Sepertinya tidak.

Memang bukan sebuah kabar baik bagi para peternak ayam melihat kenyataan bahwa harga jual ayam mereka terjun bebas seperti sekarang. Hanya saja kondisi ini bukanlah kiamat atau akhir segalanya. 

Setidaknya kita masih bisa bersyukur bahwa ayam peternakan dalam kondisi sehat dan tidak terserang penyakit, sehingga masih sangat memungkinkan baginya untuk dijadikan sesuatu yang lain yang bisa jadi menjadi alternatif solusi atau minimal meredakan beban ekonomi para peternak ayam.

Salam hangat,
Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun