Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Militer vs Cara Sufi, Mana Lebih Efektif dalam Membangun Budaya Positif?

25 Februari 2019   13:04 Diperbarui: 25 Februari 2019   14:45 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pembentukan budaya disiplin dalam militer (Sumber gambar : image.slidesharecdn.com)

Setiap keluarga, institusi, organisasi, atau suatu komunitas hebat pastilah di dalamnya memiliki kultur atau budaya hebat yang mendasari pola kerja mereka. Budaya yang dimiliki oleh suatu organisasi sangat berpengaruh terhadap cara mereka menjalin komunikasi, menyikapi permasalahan, menanggapi tantangan, dan untuk membangun masa depan. Budaya yang berkualitas akan melahirkan aksi-aksi yang berkualitas.

Membangun sebuah budaya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Diperlukan waktu serta proses yang panjang agar sebuah budaya positif terbentuk didalam sebuah keluarga, suatu organisasi, ataupun didalam komunitas sekalipun. Menyemai sebuah budaya positif bisa diibaratkan dengan menyemai sebuah tanaman.

Sebelum budaya positif atau budaya baik dapat disemai dampaknya, merupakan tugas kita untuk menanamkan cikal bakal budaya itu serta merawatnya dari waktu ke waktu. Biasanya, pada saat-saat awal menanamkan suatu buadaya baik, budaya itu terlihat hidup dan seolah sudah melekat sekian lama pada setiap kepribadian individu yang terlibat disana. Namun dalam hal ini kita sebenarnya masih belum bisa mengatakan bahwa penanaman budaya itu telah berhasil.

Bagaimanapun juga, menanam sebatang pohon yang kita pindahkan dari salah satu tempat ke tempat lain biasanya ia terlihat hidup diawal. Akan tetapi setelah beberapa hari ia justru terlihat layu dan akan mati. Kondisi seperti inilah yang memerlukan perhatian lebih dari kita untuk memberikan perawatan terbaik. Seperti halnya budaya yang awalnya seperti disambut baik dan dijalankan semua pihak, tetapi setelah beberapa waktu berlalu justru budaya itu seakan sirna.

Budaya baik yang ditanam itu akan sulit disemai apabila kita tidak konsisten dan tidak peduli dalam merawat budaya itu. Rhenald Kasali dalam buku Myelin menyampaikan pendapat salah seorang pakar terkait bagaimana sebuah budaya itu dibangun atau dibentuk dalam suatu organisasi. Membangun budaya itu memerlukan beberapa tahapan yang harus dilalui. Pada awalnya menanamkan sebuah budaya itu harus dengan dipaksa, sehingga akan muncul rasa terpaksa untuk menjalankan budaya itu didalam benak segenap stakeholder.

Ketika sudah tercipta keterpaksaan budaya itu akan bisa dijalankan. Seiring berjalannya waktu, budaya yang terus dijalankan meski ditengah-tengah keterpaksaan itu pada akhirnya akan menjadi hal yang biasa. Apabila semua orang yang terlibat disana sudah terbiasa, maka pada saat itulah budaya terbentuk.

Sebuah budaya dibangun melalui mekanisme "pemaksaan" kepada setiap orang yang terlibat didalamnya. Hanya saja pemaksaan ini terjadi melalui dua cara, yaitu cara "keras" dan cara "lunak". Cara keras ini umumnya dilakukan dengan menciptakan kondisi penuh tekanan, memberikan pressure kerja, atau memberlakukan sistem reward and punishment. Bisa diibaratkan cara "keras" ini adalah cara militer yang menuntut disiplin tinggi nan ketat.

Di negara-negara maju dengan kondisi masyarakat yang banyak mengalami kecanduan internet parah seperti di Tiongkok, digagaslah program semacam training camp di barak militer sebagai upaya rehabilitasi serta menghilangkan kecanduan terhadap internet ini. Para pecandu internet ini digembleng secara fisik dan mental agar bisa membiasakan diri dengan hal baru yang jauh dari kebiasaan mereka sebelumnya menjelajahi internet. Di sini para pecandu internet dipaksa untuk meninggalkan kebiasaan berinternet dengan gaya khas militer.

Dengan sistem yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga sesuai kebutuhan, para peserta program rehabilitasi ini sedikit demi sedikit akan terpaksa meninggalkan kebiasaan lama mereka. Seiring kedisiplinan tinggi yang diberlakukan, maka kecanduan terhadap internet dapat dihilangkan. Meski tentu prosesnya tidak akan semudah membalik telapak tangan, karena pasti diawal akan terjadi penolakan kuat dari dalam diri. Peranan dari training camp ini adalah membantu si pecandu agar bisa menolak dorongan kembali kepada kebiasaan lama yang sebelumnya sudah mengakar dan menjadi kecanduan.  

Untuk cara "lunak" lebih menuntut lahirnya kekuatan kesadaran dari dalam diri tanpa adanya alat bantu seperti halnya cara "keras". Mungkin kesadaran diri bisa lahir setelah menerima wejangan dari orang-orang terdekat, mendengarkan nasihat dari tokoh-tokoh tertentu, atau bisa juga setelah melalui pengalaman spiritual tertentu. Pada prinsipnya, cara ini terjadi melalui proses yang lebih smooth.

Kalau bisa diambil contoh adalah peranan organisasi sosial alcoholic anonymous yang berjasa besar dalam membantu para pecandu alkohol terlepas dari ketergantungannya. Organisasi ini tidak menggunakan pendekatan "keras" ala militer, karena ia hanya semacam komunitas orang-orang yang ingin mengubah dirinya lebih positif dan terlepas dari kebiasaan buruk menenggak minuman keras. Di organisasi ini para pecandu alkohol membaur dengan para eks pecandu dengan saling memotivasi dan bertukar semangat satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun