Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kepemimpinan Tanpa Amarah

17 Januari 2019   08:57 Diperbarui: 3 Oktober 2021   15:29 1391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi emosi. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Lisan kita itu laksana pedang. Ketika ia tidak dikendalikan dengan baik maka akan memberikan sayatan yang menyakitkan hati orang lain, atau menciptakan kerugian yang lebih besar dari itu.

Oleh karenanya sangat penting menjaga level emosi, serta tetap sadar terhadap segala tindakan ataupun ucapan yang akan kita lakukan tatkala berada pada situasi marah. Diam akan menetralisir pikiran kita, menjernihkan emosi kita, dan menjaga kita agar tetap bersikap bijaksana dalam memandang suatu peristiwa.

3. Mengubah posisi tubuh tatkala amarah mulai merasuki diri.Ketika dalam situasi marah kita berada dalam keadaan berdiri, maka kita harus berubah ke posisi duduk. Tatkala kemarahan kita timbul disaat duduk, maka merubah posisi menjadi berbaring.

Harus ada sentakan pengganggu terhadap sistem motorik kita agar kemarahan itu tidak semakin menjalar dan membajak sistem emosi kita.

4. Berwudhu. Bagi seorang muslim mengambil wudhu adalah cara yang bisa dilakukan dalam rangka meredakan tensi emosi yang tengah meninggi. Kemarahan itu laksana api yang membara, ia harus dipadamkan dengan air nan sejuk.

Ketegangan yang ditimbulkan akibat kemarahan akan mengendur setelah mendapatkan basuhan air wudhu. Bara kemarahan yang biasanya terlihat dari memerahnya wajah karena marah akan meredam seiring aliran air yang mengenainya.

Ketika amarah sudah terkendali, maka kita sudah siap untuk menjadi pemimpin yang dapat mengaktifkan semangat terpendam yang ada didalam diri anggota tim kita. 

Energi kemarahan yang sebelumnya sempat menyulut diri seorang pemimpin, selanjutnya akan mampu dinetralisir dan diubah menjadi energi baru yang dapat lebih mempositifkan orang lain. 

Terkadang seorang pemimpin akan menerima kemarahan dari atasannya atau dari orang lain yang memiliki kewenangan lebih. Akan tetapi hal itu bukan berarti ia juga perlu menularkan kemarahan itu kepada orang lain, terlebih anggota timnya. 

Seringkali seorang pemimpin harus mampu meredam, menetralisir, dan menjadikan kemarahan yang ia terima sebagai energi terbarukan yang lebih bersahabat. 

Akan jauh lebih baik lagi tatkala tidak ada lagi kemarahan yang ditumpahkan dari satu orang ke orang lain, sehingga sebuah tim akan mengalami kondisi damai dan bersahabat.

Salam,
Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun