Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Esais; Industrial Profiling Writer; Planmaker; Founder MasterMIND, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Begin With Planning

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

BPJS Kesehatan untuk Senyuman Keluargaku

21 Desember 2018   13:16 Diperbarui: 21 Desember 2018   14:15 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Klinik Otika Serang | https://www.berantasonline.com

Pada penghujung tahun 2017 yang lalu barangkali merupakan salah satu momen tak terlupakan dalam kehidupan saya dan keluarga. Pada periode itu kami mengalami dua peristiwa yang sangat luar biasa sepanjang hidup kami. Pertama, masa itu adalah saat dimana putra pertama kami lahir ke dunia ini. Tentu hal ini merupakan sebuah momen spesial dan sangat membahagiakan. Sebuah peristiwa yang sudah sejak lama kami tunggu-tunggu.

Namun sebelum bisa menikmati momen bahagia itu, sebuah perjuangan berat harus kami lalui. Khususnya oleh istri saya yang mesti berjuang melawan rasa sakit luar biasa selama menjalani proses persalinan. Saya ingat sekali waktu itu istri saya berjuang menjalani masa persalinan sedari sejak pukul 23.00 (09/12) sampai keesokan harinya sekitar pukul 15.00 (10/12) ketika putra kami berhasil dilahirkan. Sebuah durasi waktu yang tidak sebentar bagi seseorang untuk menahan rasa sakit akibat kontraksi yang berulang-ulang menjelang dan saat periode kelahiran.

Pada tanggal 9 Desember ketika itu kebetulan saya masih berada diluar kota untuk menjalankan pekerjaan kantor. Saya baru bisa pulang pada tanggal 10 Desember pagi karena informasi terkait kondisi istri baru saya terima pukul 23.00 (9/12), sedangkan kondisi saat itu sudah tidak memungkinkan untuk pulang. Sehingga opsi yang bisa diambil adalah bersabar menunggu sampai besok pagi tiba.

Selama perjalanan pulang itu saya senantiasa berdoa agar supaya istri dan anak kami diberikan kesehatan dan keselamatan, serta diberikan kelancaran saat proses persalinan. Pada saat itu saya mengira bahwa mungkin akan melewatkan momen istimewa menyaksikan kelahiran anak pertama kami. Tapi ketika saya sudah sampai rumah ternyata istri saya masih berjuang keras melewati masa-masa persalinannya. Kondisinya terlihat kelelahan, lemas, dan anak kami masih belum lahir.

Beberapa bulan sebelumnya istri saya sempat mengutarakan keinginannya untuk dapat melahirkan secara normal tanpa perlu ke rumah sakit dan tanpa bantuan dokter. Ia berkeinginan agar proses persalinannya nanti cukup dibantu dengan dukun bayi dan ditemani oleh ibu serta saya sebagai suaminya. Ia ingin menjalani proses persalinan secara sederhana seperti kebanyakan masyarakat di desa kami. Sebuah keinginan yang saat itu saya setujui dengan pertimbangan bahwa proses persalinan harus dijalani tanpa rasa canggung atau khawatir. Asalkan istri saya bisa nyaman dan aman menjalaninya maka hal itu tidak menjadi masalah.

Saat-saat menjelang kelahiran anak kami terlihat semakin dekat seiring kontraksi yang terus berulang dialami oleh istri saya. Sebagaimana kebanyakan orang, saya dan anggota keluarga lain meminta istri saya untuk terus mendorong dengan harapan anak kami bisa segera lahir. Akan tetapi seiring waktu berlalu hingga sekitar pukul 10.00 (10/12) masih belum ada perkembangan yang berarti hingga kemudian dukun bayi yang kami minta bantuan tadi menyarankan agar kami memanggil bidan saja untuk dapat membantu proses persalinan. Sayangnya, bidan yang dimaksud oleh dukun bayi tersebut sedang tidak ada di tempat. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, maka kami sekeluarga sepakat bahwa istri saya harus dibawa ke klinik agar mendapatkan pelayanan yang lebih baik dalam menunjang proses persalinannya.

Pada waktu itu kami mengira bahwa proses persalinan di klinik akan memerlukan cukup banyak uang. Meski istri saya sudah terdaftar sebegai peserta program JKN-KIS BPJS Kesehatan melalui kantor tempatnya bekerja, tapi faskes tingkat pertama istri saya terdaftar di Klinik Larasati di Wilayah  Kecamatan Batuceper, Kabupaten Tangerang, Banten. Sedangkan klinik yang kami tuju untuk membantu proses persalinan istri saya waktu itu adalah Klinik Otika yang terdapat di wilayah Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, Banten. Perkiraan kami saat itu adalah proses persalinan tidak akan dibantu pembiayaannya oleh BPJS Kesehatan terkait status terdaftar yang berbeda wilayah. Meskipun demikian, kami tetap mencoba untuk memberikan kartu JKN-KIS istri saya beserta fotocopy KTP saya dan istri untuk keperluan administrasi. Alhamdulillah, ternyata pihak Klinik Otika tidak mempermasalahkan hal ini dan langsung memberikan penanganan yang baik kepada istri saya.

Setelah menunggu cukup lama akhirnya putra kami terlahir dengan selamat pada pukul 15.00 (10/12) tepat di waktu Ashar. Putra kami lahir secara normal dengan berat 3.5 Kg dan panjang 48 cm. Dan Istri saya juga dalam keadaan selamat. Sungguh perasaan senang sekaligus lega melihat putra kecil kami telah memasuki dunia barunya. Sebuah kebahagiaan luar biasa kami rasakan karena itulah saat pertama kali saya dan istri menjadi orang tua bagi putra kami. Meskipun harus mendapatkan cukup banyak jahitan pasca melahirkan, istri saya tetap merasa lega karena ia sudah berhasil melalui salah satu periode terberat di kehidupannya.

Pada keesokan harinya (11/12) istri dan anak saya sudah diberikan izin untuk pulang oleh pihak klinik. Istri saya dapat menjalani masa pemulihan pasca melahirkan di rumah. Pada saat mengurus administrasi ke pihak klinik kami sebenarnya sempat galau terkait kemungkinan tambahan biaya yang harus kami keluarkan. Namun ternyata kami tidak diharuskan untuk mengganti biaya yang macam-macam kecuali untuk mengganti biaya pampers saja yang nominalnya terbilang kecil dan samasekali tidak memberatkan. Alhamdulillah.

Momen awal menjadi orang tua baru sangat kami nikmati. Ada rasa yang tidak bisa digambarkan disana. Amazing. Namun ditengah momen indah itu ternyata ada satu hal yang mengusik kebahagiaan keluarga kecil kami. Ada yang tidak beres dengan kondisi kesehatan istri saya pasca melahirkan. Inilah peristiwa luar biasa kedua yang kami alami. Istri saya  mengalami kesulitan untuk buar air kecil. Pada saat-saat awal setelah melahirkan mungkin masih bisa, tapi tiga hari kemudian malah tidak bisa buang air kecil samasekali. Seiring waktu hal itu justru menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada tubuh istri saya, terutama perut yang semakin mengembung.

Kondisi ini membuat kami memutuskan untuk membawanya ke klinik supaya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada waktu itu pihak klinik memberikan penanganan dengan memompa keluar cairan yang sudah menumpuk di kandung kemih istri saya. Dan setelah dilakukan penanganan oleh pihak klinik dengan memompa cairan itu keluar, istri saya merasa kalau kondisinya menjadi lebih baik. Meskpun demikian, penyebab tidak bisanya istri saya untuk buang air kecil masih belum jelas karena diagnosa yang dilakukan oleh pihak klinik terkendala oleh ketiadaan perlengkapan medis tertentu. Sehingga saat itu pihak klinik memberikan rekomendasi rujukan pemeriksaan lebih lanjut ke Rumah Sakit Sari Asih Serang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun