Mohon tunggu...
Agatha MarisaKusumaningrum
Agatha MarisaKusumaningrum Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - mahasiswa

semangat

Selanjutnya

Tutup

Diary

Perjuangan Seorang Ibu untuk Menghidupi Anaknya

13 April 2021   14:20 Diperbarui: 13 April 2021   14:32 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari Minggu dengan cuaca yang sangat cerah, tepatnya pada tanggal 7 Maret 2021 di Pos ronda di Desa Pengarep, Kecamatan Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Isimewa Yogyakarta tampak seorang ibu-ibu setengah tua sedang duduk berteduh dari panas teriknya matahari yang pada saat itu tepat pukul dua belas siang dan posisi matahari berada diatas kepala dengan panas-panasnya. Dengan menggunakan selendang yang dibawanya ia menyeka keringat yang berucuran membasahi pada wajahnya sambil meneguk air minum pada botol yang sudah ia bawa dari rumah. Senyumnya yang lebar saat saya melewatinya membuat hati saya sangat tersentuh. Dan ternyata ia adalah tetangga saya sendiri yang bernama Ibu Giyem. Beliau merupakan janda yang telah ditinggal oleh suaminya menghadap ke sang pencipta dengan meninggalkan tiga orang anak yang harus ia nafkahi sendirian. Dia merupakan wanita tangguh yang berusaha mecari rejeki untuk memenuhi semua kebutuhan anak anaknya yang masih kecil.

Anak pertamanya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, sedangkan anak keduanya masih duduk dibangku kelas 4 Sekolah Dasar dan anak terakhirnya masih berumur 4 tahun. Untuk memenuhi kebutuhan anak anaknya tersebut Ibu Giyem terpaksa harus bekerja sampingan sebagai pemulung. Pada pagi hari sampai jam 11 siang Ibu Giyem bekerja sebagai asisten rumah tangga dan lanjut memulung di sekitar kawasan rumahnya dari jalan Tajem kemudian ke arah Stadion Maguwoharjo dengan membawa karung untuk mengumpulkan sampah sampah plastik yang bisa ia jual lagi untuk mendapatkan uang tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, pekerjan tersebut ia lakukan setiap hari. Sebelum melakukan pekerjaanya tersebut Ibu Giyem menitipkan anak anaknya kepada saudaranya yang berada di samping rumahnya dan Ibu Giyem juga menyiapkan makanan terebih dahulu untuk makan anak anaknya.

Saat sore hari menjelang Adzan Magrib ia pulang ke rumah untuk mengurus pekerjaan rumah yang lain seperti mencuci baju, membersihkan rumah, dan mencuci piring dan setelah itu menemani anak-anaknya belajar. Sebelum pulang beliau langsung menjual hasil yang ia dapat memulung tadi, setiap harinya ia bisa mendapat 30 ribu rupiah. Uang tersebut dipakainya untuk memenuhi kebutuhanya sehari-hari. Dengan hasil yang begitu minim ia kadang juga harus bekerja tambahan lagi seperti mencucikan pakaian tetangganya agar dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya. Pekerjaan tersebut sudah ia tekuni semenjak suaminya meninggal dunia sekitar satu tahun yang lalu. Dahulu semasa hidup, suaminya selalu bekerja dan Ibu Giyem dirumah untuk mengurus ketiga anak anaknya yang masih kecil. Kini posisi Ayah sebagai tulang punggung kelurga digantikan oleh Ibu Giyem.

Dengan kondisinya sekarang ini anak pertama dan kedua dari Ibu Giyem merupakan anak yang cukup berprestasi di Sekolahnya, mereka selalu mendapat prestasi 5 besar dalam kelasnya. Hal tersebut juga yang membuat Ibu Giyem tidak pantang menyerah dan selalu bersemangat bekerja demi menghidupi anak-anaknya agar terus bisa melanjutkan pendidikannya, dengan harapan kelak anaknya dapat  menjadi orang yang sukses tidak seperti dirinya dan dapat membanggakan orang-orang disekitarnya.

Pada masa pandemi sekarang ini sekolah diliburkan dan kadang pula anak pertama dan kedua ibu Giyem membatu Ibu Giyem memulung untuk menambah pemasukan keluarganya dan salah satu anaknya secara bergiliran juga harus menemani anak Ibu Giyem yang paling akhir untuk mejaganya. Semua anak Ibu Giyem mengerti kondisi ekonomi keluarganya sehingga secara sadar dan sebisa kemampuan mereka, mereka membatu pekerjaan Ibu Giyem untuk meringankan bebannya. Mereka juga tidak pernah minta dibelikan barang barang yang tidak penting untuk mereka seperti mainan maupun baju layaknya anak anak lainnya. Semua mainan anak anaknya merupakan hasil pemberian dari keluarganya atau pun tetangga yang sudah tak terpakai namun masih layak dipakai. Dan untuk baju, mereka juga tidak pernah meminta dibelikan baju baju baru sebelum baju baju lamanya sudah tidak layak pakai. Ibu Giyem sangat bersyukur memiliki anak-anak yang mengerti dengan kondisi kehidupanya.

Ibu Giyem juga merupakan orang yang ramah, santun dan sering membantu jika ada orang yang disekitarnya membutuhkan bantuannya sehingga orang orang disekitarnya seperti keluraga dan tetangga yang mengerti kondisi yang di alami oleh Ibu Giyem mereka sering membagi ke Ibu Giyem sesuatu yang mereka miliki dengan senang hati. Ibu Giyem tak henti hentinya bersyukur juga karna diberikan keluarga dan tetangga serta kerbat yang sangat menyayangi dirinya serta keluarganya. Hal tersebut membuat yang selau bersemangat dan tidak patang menyerah menjalani kehidupanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun