Mohon tunggu...
Mukhtaruddin Yakob
Mukhtaruddin Yakob Mohon Tunggu... Pekerja Media -

Saya seorang pekerja Pers untuk sebuah media televisi. Gemar menulis dan suka diskusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pornografi dan Pemuda Indonesia

28 Oktober 2017   15:40 Diperbarui: 28 Oktober 2017   16:17 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Beri aku seorang pemuda, niscaya aku akan mengguncangkan dunia".  Demikian  ucapan Presiden Soekarno pada peringatan 30 tahun Soempah Pemoeda di Jakarta, 28 Oktober 1958 silam. Presiden pertama Indonesia begitu mengakui kekuatan pemuda dalam sebuah negara. Kini  hampir seabad Pemuda Indonesia mendeklarasikan Sumpah Pemuda. Hampir  seabad pula Sumpah Pemuda itu diperingati.  Tahun ini bangsa Indonesia memperingati lahirnya Sumpah Pemuda yang ke-89 tahun.  Ikrar bertanah air, berbangsa satu, dan berbahasa satu menjadi pengikat persatuan bangsa.

Setelah dideklarasikan pada 28 Oktober 1928 silam, nilai filosofi Sumpah Pemuda masih menjadi bagian kebanggaan bangsa Indonesia. Bersatunya sejumlah organisasi pemuda ke dalam satu wadah Sumpah Pemuda menjadi modal penting sejarah perjuangan bangsa. Deklarasi 28 Oktober 1928 mempersatukan organisasi pemuda yang sebelumnya terpilah-pilah. Kita ingat Jong Ambon, Jong Soematera, Jong Celebes dan beberapa organisasi pemuda lain. Sumpah Pemuda juga menjadi hasil embrio Boedi Oetomo yang dicetuskan pada 21 Mei 1908. Era kebangkitan nasional  memompa semangat merdeka  dari penjajahan.

Peran pemuda memang tak bisa diabaikan. Setelah proklamasi kemerdekaan, pemuda makin unjuk gigi.  Runtuhnya tirani Soeharto tak terlepas dari peran aktif pemuda dan mahasiswa. Era reformasi menjadi awal kebangkitan demokrasi dan kebebasan berpendapat. Pohon demokrasi yang sebelumnya layu dan nyaris mati serentak bangkit kembali seiring makin membaiknya demokrasi di Indonesia. Demikian juga dengan gerakan pemuda di Aceh yang menggerakkan pro referendum hingga membelalak dunia.

Langkah fenomenal Sidang Umum Rakyat  Aceh  (SIRA) 8  November 1999 membuat Indonesia ciut dan mencoba membujuk para tokoh pemuda untuk berdialog. Pada saat itu pula lahir SIRA, Pemraka, Karma, SMUR  dan berbagai organisasi lain yang mencoba memperjuangkan  keadilan bagi rakyat Aceh. Pergerakan mereka malah berlanjut setahun kemudian dengan tajuk Sira Rakan atau Sidang Raya Rakyat Aceh untuk Keadilan.   Bahkan sejumlah partai politik pun tetap memberikan wadah khusus kepada pemuda dan mahasiswa menyuarakan aspirasinya.

Perlawanan rakyat yang dipelopori pemuda adalah bagian dari perjuangan membebaskan bangsa dari kesewenangan dan kesemrawutan kekuasaan. Berbagai organisasi pemuda pun bebas bergerak dalam hal apa pun termasuk politik. Maka buah reformasi  pun dipanen dalam kebebasan demokrasi.

Kenangan

Sayangnya, kebebasan yang diraih dengan susah payah tak dipelihara dan dijalankan dengan benar. Generasi muda kita makin tak karuan. Perkelahian antarmahasiswa dan antarkampung kerap terjadi. Demikian juga tawuran pelajar terjadi  hampir di sejumlah daerah. Para pemuda mungkin lupa, bahwa jiwa mudanya paling mudah disulut dan dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat bahkan bisa menghancurkan generasi muda. Pemuda makin terpengaruh dengan pelanggaran norma dan agama,  seperti narkoba dan pergaulan bebas.

Saat ini makin banyak catatan negatif terhadap pemuda. Mulai dari gemar demo hingga hobi merusak yang malah merugikan diri sendiri. Makin sedikit pemuda yang gemar belajar dan mempelajari ilmu agama. Kegiatan keagamaan  makin terabaikan. Akhlaqul qarimah makin menjauh diri mereka. Kenakalan remaja makin meningkat seiring perkembangan gaya hidup dan kemajuan teknologi, sehingga  kebanggaan terhadap pemuda menjadi kenangan dan catatan sejarah semata.

Santai

Diakui atau tidak, remaja kita menjadi generasi manja dan santai. Fasilitas makin mudah diperoleh dari lingkungan dan keluarga. Kerja keras bukan lagi filosofi, tapi tinggal sebagai warisan orang tua. Waktu terbuang tanpa kreatifitas. Belajar pun menjadi sesuatu yang tak penting. Akibatnya, daya saing pemuda kita pun merosot.  Selain itu, rasa nasionalisme bangsa kita khususnya pemuda makin memudar. 

Hasil jajak pendapat Kompas (25/10/)  menemukan tenggangrasa pemuda mulai berkurang.  Namun rasa bangga menjadi bangsa Indonesia masih  besar. Demikian juga dengan penilaian superior Indonesia terhadap bangsa lain juga masih menggembirakan. Pemuda saat ini menurut jajak pendapat tersebut lebih egois dan mementingkan kelompok daripada kepentingan umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun