Mohon tunggu...
Afriyanto Sikumbang
Afriyanto Sikumbang Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Belajar mensyukuri apa yang kita miliki

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Belanja Sambil Bersedekah di Warung Tetangga

4 Januari 2021   17:18 Diperbarui: 4 Januari 2021   17:59 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi produk UMKM    Foto: tribunnews

Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari kontribusinya terhadap PDB Indonesia yang pada tahun 2020 mencapai 60%. UMKM juga menyerap tenaga kerja yang besar yaitu 116 juta orang atau 98% dari total angkatan kerja, dengan jumlah usaha sebanyak 64 juta unit atau 90% dari total usaha yang beroperasi di negeri ini.

Tak hanya itu. Di saat perusahaan skala besar terpuruk dan hancur akibat krisis moneter 1998 dan 2008, UMKM justru lebih tahan banting dan kebal terhadap guncangan krisis tersebut. Ada tiga faktor yang membuat UMKM kebal terhadap krisis.

Pertama, UMKM umumnya bergerak di sektor barang konsumsi dan jasa yang dekat dengan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Sehingga meski daya beli masyarakat juga merosot akibat krisis ekonomi, hal itu tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan barang dan jasa yang dihasilkan UMKM.

Kedua, pelaku usaha UMKM umumnya memanfaatkan sumber daya lokal (SDM, modal, bahan baku, peralatan dan teknologi). Itu berarti UMKM tidak terbebani oleh beban biaya besar jika harus menggunakan bahan impor akibat anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Ketiga, UMKM umumnya menggunakan permodalan sendiri dan tidak ditopang oleh pinjaman dari bank, sehingga ketika perbankan menaikkan suku bunga pinjaman yang tinggi saat krisis ekonomi, UMKM relatif tidak terpengaruh.

Namun sayang, daya tahan dan kekebalan UMKM terhadap krisis moneter akhirnya jebol juga ketika terjadi pandemi Covid-19 yang mulai menyerang Indonesia pada awal Maret 2020. Di masa pandemi ini, justru pelaku usaha UMKM yang paling terdampak.

Banyak dari UMKM yang terpaksa gulung tikar karena anjloknya permintaan. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, sedikitnya 30% UMKM yang usahanya terganggu. Adapun selebihnya 70% berusaha survive dengan melakukan berbagai inovasi, tetapi upaya tersebut tetap tidak mampu membuat mereka keluar dari kemelut.

Terhadap masalah ini, pemerintah turun tangan membantu UMKM melalui skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), antara lain melalui program relaksasi KUR, subsidi bunga, modal kerja, serta Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) sebesar Rp 2,4 juta.

Upaya pemerintah membantu UMKM ini patut kita apresiasi. Akan tetapi, pemerintah tidak bisa berjalan sendirian. Harus ada dukungan penuh dari masyarakat agar program penyelamatan terhadap UMKM ini bisa berjalan dengan lancar dan sukses. Tanpa dukungan masyarakat, upaya pemerintah menyelamatkan UMKM dari kebangkrutan akan sia-sia belaka.

Pemerintah pun lebih memprioritaskan bantuan kepada usaha mikro, mengingat modalnya tergolong kecil sehingga sangat rentan terhadap guncangan. Adapun, jenis usaha menengah relatif lebih mapan karena didukung oleh modal yang lumayan besar.

Ilustrasi warung sembako            Foto: tribunnews
Ilustrasi warung sembako            Foto: tribunnews
Sesuai dengan namanya, UMKM terbagi dalam tiga jenis, yaitu usaha mikro, kecil, dan menengah. Criteria ketiga jenis usaha ini tertuang dalam UU Nomor 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun