Mohon tunggu...
Afriyanto Sikumbang
Afriyanto Sikumbang Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Belajar mensyukuri apa yang kita miliki

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sri Mulyani, Kantong Kresek, dan Derita Rakyat

21 Februari 2020   23:36 Diperbarui: 21 Februari 2020   23:34 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Minuman berpemanis (Foto: Kompas.com)

Menteri Keuangan Sri Mulyani menggagas rencana yang mengejutkan. Dia akan menerapkan cukai terhadap kantong plastik atau kantor kresek, minuman berpemanis, dan emisi gas buang CO2 kendaraan bermotor. 

Potensi penerimaan cukai dari ketiga komponen tersebut ditaksir mencapai Rp 23,55 triliun per tahun, dengan perincian Rp 1,6 triliun dari kantong platik, Rp 6,25 triliun dari minuman berpemanis, dan Rp 15,7 triliun dari cukai emisi gas buang CO2 kendaraan bermotor.

Ada dua alasan pengenaan cukai tersebut. Pertama, alasan pencemaran lingkungan untuk kantong plastik dan emisi gas buang. Adapun alasan kedua pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis adalah terkait dengan masalah kesehatan. 

Sri Mulyani bilang, minuman berpemanis berpotensi memicu penyakit gula/diabetes dan kegemukan/obesitas. Dampak lanjutan dari diabetes adalah kolesterol dan serangan stroke.

Untuk alasan lingkungan, cukup realistis dan masuk akal. Namun untuk alasan kesehatan, terkesan mengada-ada dan dipaksakan. Dikatakan mengada-ada karena jenis minuman tersebut sudah ada sejak dulu dan menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat. 

Kenapa baru sekarang dikenai cukai? Dan kalau pun ingin menjaga kesehatan, kenapa hanya minuman berpemanis saja yang disasar? Mengapa tidak sekalian saja makanan juga dikenai cukai?

Alangkah banyaknya makanan yang tidak baik bagi kesehatan. Sebut saja misalnya rendang, sop buntut, sate kambing, jeroan, dan makanan cepat saji (Mc Donald, KFC, Pizza, dan Burger). Makanan tersebut dapat memicu kolesterol, asam urat, diabetes, obesitas, gangguan pernafasan, jantung, bahkan kanker.

Jadi, asalan utama pengenaan cukai bukanlah seperti yang disampaikan oleh Sri Mulyani  di atas. Alasan utamanya adalah untuk menambal defisit anggaran. Masyarakat tahu itu. Masyarakat tidak bodoh dan tidak bisa dibodoh-bodohi. Masyarakat Indonesia pintar-pintar kok.

Sri Mulyani memang sedang pusing tujuh keliling. Untuk Januari 2020 saja, defisit anggaran sudah mencapai Rp 36 triliun. Itu baru bulan Januari, belum lagi bulan-bulan berikutnya. Nah, angka defisit itulah yang harus ditutupi melalui cukai tadi.

Menkeu memang mengakui bahwa pengenaan cukai akan berdampak pada kenaikan inflasi. Namun sayangnya dia tidak memperhatikan nasib konsumen yang notabene adalah rakyat Indonesia. 

Penerapan cukai itu tidak terlalu dirasakan oleh produsen. Mereka tinggal menambahkan komponen cukai ke dalam struktur harga jual. Paling-paling mereka khawatir terjadi penurunan volume penjualan yang berdampak pada berkurangnya omzet.

Namun bagi konsumen, cukai ini terasa mencekik kantong. Sebab, konsumen juga yang harus menanggung beban cukai karena terpaksa membeli produk dengan harga yang lebih mahal.

Lebih menggelikan lagi adalah cukai terhadap emisi gas buang kendaraan bermotor. Untuk mobil mungkin tidak terlalu berpengaruh signifikan, karena pemilik mobil umumnya masyarakat berpenghasilan menangah ke atas. 

Namun bagaimana dengan sepeda motor? Pemilik kendaraan roda dua ini umumnya masyarakat bawah seperti tukang ojek dan para buruh yang penghasilannya pas-pasan. Membayar cukai tentu sangat memberatkan mereka.

Cukai Rokok dan Alkohol

Berhubung pemerintah sepertinya sudah tidak terlalu memperhatikan lagi derita rakyat, maka mumpung sudah terlanjur, sebaiknya sikat habis saja semua produk yang menimbulkan dampak negatif dengan mengenakan cukai, termasuk produk makanan tadi.

Dan kalau perlu, naikkan lagi cukai rokok dan minuman beralkohol. Apalagi rokok dan minuman alcohol jelas-jelas sangat merusak kesehatan. Naiknya jangan tanggung-tanggung, 100% hingga 200%. 

Jika cukai rokok  dan minuman alcohol dinaikkan setinggi itu, saya yakin konsumsi rokok dan alkohol akan turun drastis. Dengan begitu, pemerintah dapat dua keuntungan sekaligus: meraih pendapatan cukai yang besar dan masyarakat jadi sehat karena terhindar dari dampak negatif rokok dan alkohol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun