Sedang sibuk mengurus anak kedua. Lelah sepertinya, tapi mungkin ada kesenangan tersendiri dibalik itu. Itulah salah satu kesibukan beberapa perempuan berumur 30 tahun disekitar saya. Saya melakukan hal yang sama di umur 30 tahun itu, taun 2024. Tengah mengerjakan sesuatu yang melelahkan tapi memberikan kesenangan tersendiri. Sama-sama mengulan suatu masa kedua. Tapi tidak erkaitan denan mahlukhidup.Ya, saya tengah menempuh pendidikan Sarjana ke-2, proses melahirkan karya tulis akademis ke-2 kala itu.Â
Sama halnya dengan lahirnya anak ke-2. Ada yang lahir karena telah diperhitungkan dengan rencanaan dan program yang matang. Tapi ada juga kehadiran tiba-tiba, atau bahkan sekedar keinginan tiba-tiba. Tapi apapun itu, pada akhirnya sang orang tua harus tanggung jawab. Keptusan untuk kuliah lagi kedua kalinya, saya ambil karena hanya sebuah keinginan tiba-tiba. Dan harus tanggung jawab dengan itu. Â Â
Dibalik semangat menikmati rutinitas baru dan mengenal orang-orang baru, terselip ada tagihan uang kuliah dan realita penghasilan yang pas-pasan. Tiga bulan setelah menjadi mahasiswi program magister, saya sadar ada beberapa hal yang baru saya sadari. Salah satunya , ternyata saya punya semangat, tapi tidak punya cukup uang. Kebutuhan kuliah ternyata bukan hanya bayar SPP bulanan, tapi juga untuk kerja kelompok di kafe bersama teman-teman, transportasi berangkat ke kampus. Oh ya ada lagi , membeli buku sebagai tambahan referensi belajar. Namun, siapa sangka, justru gram demi gram emas yang saya tabung selama ini perlahan membuka jalan itu.
Awal yang Tak Terencana, Tapi Konsisten
Saya mulai menabung emas bukan karena sudah paham investasi. Justru sebaliknya, saya merasa tidak punya cukup pengetahuan untuk mencoba instrumen lain seperti saham atau reksadana. Saat itu, saya hanya tahu satu hal, orang tua saya selain menyimpan uang di bank, menyimpan juga uang dengan menabung emas. Sebelum ada tabungan emas, orang tua, bahkan nenek, menyimpan emas sebagai investasi. Harganya selalu naik  dalam jangka panjang. Mulai deh, membuka rekening di tahun 2019.Â
Menabung emas itu bukan soal besar atau kecilnya jumlah, tapi soal niat disiplin. Sebelum niat melanjutkan sekolah S2, ada masa-masa saya ingin mencairkan emas itu untuk keperluan konsumtif. Jujur, mudahnya akses memindahkan nilai uang dalam rekening dengan aplikasi di ponsel, bikin tergoda untuk 'Ambil uang dari tabungan emas ini saja, ah! '.Â
Setiap mendapat uang diluar gaji bulanan dari pekerjaan tetap sebagai karyawan swasta, saya masukkan tabungan emas. Tidak dipungkiri saya ambil juga untuk tambahan dana membeli kebutuhan barang elektronik biasanya. Ponsel, jam digital atau dan lain-lain hehe. Tapi tidak sampai terkuras habis, hehe.Â
Malam itu, April 2023, saya mulai menata kembali, "pos-pos" keuangan setiap bulannya. Ada beberapa tabungan yang bisa saya pakai. Saya ingat, bonus tahunan dari perusahaan tempat saya bekerja, saya simpan di tabungan emas. Dengan modal keberanian dan sedikit rasa penasaran, saya membuka akun tabungan emas di sebuah platform digital.Â
Saya ingat menabung emas sekitar Rp14.000.000,- tahun 2021, saat itu harga emas sekitar Rp860.000/gram. Nominal direkening tentunya naik turun, ketika kebutuhan hidup menyerang, ya berkuranglah. Ketika ada 'sidejob' bertambahalah . Tapi tentu tidak sampai kosong. April 2023, saya memantau, harga emas sudah sekitar Rp1.000.000/ gram.Â
Nilainya, Â sudah cukup untuk membayar satu semester dan untuk keperluan kuliah lainnya.Saya hampir tidak percaya. Dari tabungan kecil yang dulu saya anggap "sekadar coba-coba", kini menjadi jembatan nyata menuju impian saya. Saya jual sebagian emas itu---prosesnya mudah, hanya butuh beberapa klik.