Mohon tunggu...
Sitha Afril
Sitha Afril Mohon Tunggu... Freelancer - Student of Master Degree - Diponegoro University

Saya hanya seorang pembelajar yang terkadang "absurd" dalam menyikapi fenomena di sekitar. Jadi, jangan terkejut jika tulisan-tulisan saya pun "absurd", he-he!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kau dan Aku: Sebuah Asing di Tengah Bising

1 September 2020   21:49 Diperbarui: 3 September 2020   17:51 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari Unsplash/kilarov zaneit

Tak ada aba-aba, kau dan aku kompak menoleh ke sebuah titik yang mempertemukan dua pasang mata di satu arah pandang yang sama. Mataku menatap hitam bola matamu dan kau pun tajam menyorotnya balik. 

Bungkam, aku dan kau pun sepakat untuk tidak melempar senyum. Asing, kita sama-sama terdiam dengan polah yang canggung. Sontak kau membuang muka sebagaimana aku yang memalingkan wajah. Kita, dua manusia yang dulu sempat "saling", kini telah sempurna dalam "asing".

***

Tiga hari lalu, kau tiba-tiba mengirimkan sebuah vidio yang berisi rekamanmu bernyanyi. Persis seperti dulu, kau menggunakan efek yang bernuanasa hitam-putih, duduk di depan meja belajar, lengkap dengan gitar kesayanganmu dan enggan menatap kamera.

Suaramu yang khas selalu berhasil membuatku melayangkan imaji. Menenangkanku yang kalut dan tentu saja, memantik sesak walau tak seberapa.

Hehe, kadang aku bingung. Kenapa kau dan aku selalu terjebak dalam skenario yang teramat random? Bisa jadi, sekarang kita hangat berbincang. Namun tiga jam kemudian, kita kembali beradu emosi karena perbedaan prinsip. 


Ujungnya, kita saling mengungkit permasalahan yang lalu dan kemudian, kita sama-sama diam. Bukan untuk mengalah agar pertengkaran tidak melebar, tapi karena kau dan aku tersadar bahwa kita bukan "apa-apa" lagi. Begitu terus dan terus saja berulang. Entah sudah berapa kali kita mengulangi hal tersebut, hmmm.

Persis seperti malam ini, kau dan aku dipertemukan oleh ketidaksengajaan. Kau dengan kawanmu dan aku bersama teman-temanku. Kita dengan dunia masing-masing dan berpura-pura tidak saling kenal. 

Padahal, dua jam lagi bulan berganti. Ini hari terakhir bulan delapan, nanti sudah masuk bulan sembilan. Bulan di mana kita pertama kali duduk semeja, berkenalan dan memutuskan untuk sama-sama mendekat. Bulan yang akhirnya menjadi titik awal perjalananku dan kau sebagai "kita" dalam sebuah absurd.

***

Kau tahu?

Setiap kita bertemu tanpa sengaja dan terpergok saling memandang walau sekejap, aku merasakan ngilu yang mengerang hebat. Mungkin saat kau membaca ini, kau akan berpikir bahwa aku belum sepenuhnya merelakan "kita" yang sudah tidak bisa diupayakan untuk kembali. 

Tapi, kau keliru, Sayang. Bukan itu penyebabnya, tapi bayangan wajah perempuan-perempuan yang kau godai di belakangku dan segala lakumu yang dituntun birahi. Laku yang manis, penuh tipu daya dan sialnya, laku itulah yang selalu kau jadikan senjata untuk mengizinkan perempuan lain tidur dalam dekapanmu yang tengah diperdaya alkohol hingga mabuk. 

Haha, entah betulan mabuk atau hanya berpura-pura mabuk, itu tidak penting. Sebab, yang pasti aku tahu saat itu adalah kenyataan bahwa kau telah beberapa kali bermandikan lendir dengan perempuan-perempuan yang bahkan, baru kau kenal satu jam di klub malam. 

Hebat ya aku! Eh, tidak. Bodoh lebih tepatnya karena aku sangat keukeuh untuk diam di tempat walau aku melihat bekas bibir orang lain di lekukan lehermu dan mencium aroma parfum perempuan di hoodie abu-abu kesayanganmu.

Dulu, saat aku masih diperdaya egoku yang naif, aku selalu meyakinkan diri untuk mencoba percaya bahwa tabiatmu bisa berubah. Kebiasaan burukmu bisa memudar perlahan dan kau adalah orang yang pantas aku pertahankan.

Namun, semesta terlalu baik. Tiap kali aku memohon agar ditunjukkan pada hal-hal yang layak aku perjuangkan, namamu pun selalu muncul di deretan teratas daftar hal yang harus aku lepaskan dengan segera. 

Aku tahu, bahkan dengan menulis ini, kau akan berpikir bahwa aku tidak lebih dari sebuah bajingan yang sedang mencari pembelaan. Tapi, pernahkah kau merenung lebih dalam? Berpikir dengan tenang dan mencoba untuk memutar kembali memori perjalanan yang sempat kita jejakkan bersama. 

Pernahkah kau sebentar saja memikirkan ketakutanku yang hampir depresi karena ulah tololmu? Pernahkah kau benar-benar membuktikan bahwa video yang kau ambil dalam kondisi sadar itu telah terhapus? Tidak! Kau tidak pernah sungguh dalam bertindak walau berulang kali kau bersumpah dalam tutur.

Kau egois, Sayang!

Kau tahu titik lemahku yang tidak sanggup menahan ekspresi. Kau paham tabiatku yang mudah luluh pada rayuan epikmu. Tapi, bukan berarti aku akan tetap menjadi aku yang dulu. Aku yang pasti mengiyakan semua pintamu, sekalipun itu menelan peju yang membuatku muntah dan mengotori lantai kamarmu. Haha, tidak, Sayang!

Aku bukan aku yang dulu. Aku bukan perempuan yang akan tetap terjaga di dini hari untuk menopangmu berjalan dalam kondisi setengah sadar. Tidak!

Aku telah menjelma sebagai aku yang kini lihai berganti topeng sepertimu. Aku telah mewujudkan diri sebagai pribadi yang bisa mengubah peran dalam sekejap, terlebih jika peran itu berhubungan denganmu. Aku bisa menjadi puan yang bejatnya melebihimu, jika aku mau. Aku bisa menjadi puan yang bangsatnya melebihimu, jika aku berkenan. 

Tapi, tidak! Aku tidak akan menjadi bajingan hanya untuk membalaskan dendamku padamu yang lebih keparat dari persekutuan jahatmu. Persekutuan "biawak berkaki dua" yang bangga menjadi pemburu gadis di aplikasi kencan dengan umpan yang itu-itu saja. Umpan yang terpola baik dan mudah tertebak dengan cepat. Haha!

Sudahlah, cukup!

Toh, kita sudah menjadi asing yang sempurna di tengah bising. Kita sama-sama berhasil untuk acuh dan bersikap seolah tak saling kenal. Kita sudah tidak ada, kini kau dan aku adalah dua hal yang berbeda. Aku dan kau tak seharusnya memperdebatkan perkara "siapa" lagi saat kita dekat dengan sosok yang baru karena semua itu bukan lagi urusan bersama.

Jika pun kau ingin bernyanyi lagi, aku akan tetap mendengarkan dengan senang hati. Sebab, aku pun ingin kau menjadi salah satu pihak yang bersedia tersenyum saat melihat karya yang tengah aku perjuangkan.

Namun, itu semua atas nama pertemanan. Bukan lagi atas nama "kau karena milikku" maupun "aku karena punyamu". Sebab, sekali lagi, kau dan aku adalah asing yang sempurna di tengah bising.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun