Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2020, Indonesia menghasilkan sekitar 67,8 juta ton sampah per tahun, dan hanya 60% yang dikelola dengan baik. Sebagian besar sampah tersebut berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA), yang tidak hanya menimbulkan masalah lingkungan tetapi juga berpotensi menjadi sumber energi yang terabaikan, yaitu gas landfill (LFG). Pemanfaatan LFG sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah sampah dan emisi gas rumah kaca. Namun, apakah ini benar-benar solusi yang realistis atau sekadar mimpi belaka?
Gas landfill adalah gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi anaerobik sampah organik di TPA. Menurut Hadi (2019), potensi gas metana yang dapat dihasilkan dari TPA di Indonesia diperkirakan mencapai 1,4 juta ton per tahun. Gas metana ini memiliki potensi 25 kali lebih kuat dalam memerangkap panas dibandingkan dengan karbon dioksida, sehingga pemanfaatannya dapat berkontribusi signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, saat ini pemanfaatan LFG di Indonesia masih sangat minim. Dari 2.800 TPA yang ada, hanya sekitar 10% yang memiliki sistem pengelolaan gas landfill yang memadai (Prasetyo & Utami, 2021).
Meskipun potensi LFG sangat besar, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam pemanfaatannya. Pertama, banyak TPA di Indonesia yang tidak dilengkapi dengan teknologi yang memadai untuk menangkap dan mengolah gas landfill. Menurut Wahyudi dan Susanto (2022), kurangnya investasi dalam teknologi pengelolaan gas metana menjadi salah satu hambatan utama. Selain itu, kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang manfaat pemanfaatan LFG di kalangan pemerintah daerah dan masyarakat juga menghambat pengembangan proyek-proyek ini.
Kedua, masalah regulasi dan kebijakan juga menjadi tantangan. Kusuma (2020) mencatat bahwa meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk pengelolaan sampah dan pemanfaatan energi terbarukan, implementasinya seringkali tidak konsisten. Kurangnya dukungan finansial dan insentif untuk proyek-proyek pemanfaatan LFG juga menjadi kendala.
Beberapa daerah di Indonesia telah mencoba untuk memanfaatkan LFG sebagai sumber energi. Salah satu contoh yang berhasil adalah proyek pemanfaatan gas landfill di TPA Bantar Gebang, Bekasi. Proyek ini, yang dimulai pada tahun 2015, telah berhasil menghasilkan listrik dari gas metana yang dihasilkan oleh sampah. Menurut Sari dan Suryani (2020), proyek ini tidak hanya mengurangi emisi gas rumah kaca tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar melalui penyediaan listrik.
Namun, proyek ini juga menghadapi tantangan, seperti masalah teknis dalam pengelolaan gas dan kurangnya dukungan dari pemerintah lokal. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada potensi besar, keberhasilan pemanfaatan LFG di Indonesia sangat bergantung pada kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Inovasi teknologi dalam pemanfaatan LFG juga menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilan proyek ini. Liu dan Wang (2022) mencatat bahwa kemajuan dalam sistem pemulihan gas landfill dapat meningkatkan efisiensi pengumpulan dan pengolahan gas metana. Teknologi baru seperti sistem pemantauan berbasis IoT dan teknik pemrosesan gas yang lebih efisien dapat membantu mengatasi masalah yang ada.
Di tingkat global, pemanfaatan LFG telah menunjukkan tren positif. Menurut Zhao dan Zhang (2019), banyak negara telah berhasil mengembangkan proyek pemanfaatan LFG yang tidak hanya mengurangi emisi tetapi juga memberikan manfaat ekonomi. Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara lain dan mengadopsi teknologi yang telah terbukti efektif.
Pemanfaatan landfill gas (LFG) di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar sebagai solusi untuk mengatasi masalah sampah dan emisi gas rumah kaca. Namun, tantangan yang ada, seperti kurangnya teknologi, regulasi yang tidak konsisten, dan kurangnya kesadaran, harus diatasi agar potensi ini dapat direalisasikan. Dengan dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, serta penerapan inovasi teknologi, pemanfaatan LFG dapat menjadi kenyataan dan bukan sekadar mimpi. Untuk mencapai hal ini, diperlukan komitmen yang kuat dan kerjasama lintas sektor untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI