"Ya, seperti itulah" rupanya dia lebih suka mendengarkan aku bercerita. Aku teringat pernyataan dosenku kalau laki-laki hanya mampu memproduksi sekitar 1000 kata per hari, sedangkan perempuan mampu sekitar 2000 kata per harinya. Dan kali ini aku mempercayainya.
Tidak terasa hari semakin sore. Kenapa disaat-saat seperti ini waktu berjalan sangat cepat, sedangkan saat bekerja waktu berjalan sangat lambat.
Kulihat dia sudah mulai gelisah. Berulangkali melihat waktu yang melingkar di tangannya. Mungkin dia merasa enggan meninggalkanku, atau barangkali aku salah? Sudahlah, aku tidak mau berasumsi.
"Sudah sore. Habis ini masih ada urusan lagi kan? Kamu pergi saja, tidak papa aku sendirian." Meskipun masih banyak hal yang ingin aku ceritakan, aku memilih untuk mengalah.
"Kamu bagaimana, pulang sama siapa?" Terlihat dari nadanya dia tampak khawatir dan merasa bersalah ketika harus meninggalkanku.
"Tenang, aku tidak bakalan kesasar kok." Ku selipkan gurauan supaya dia tidak terlalu khawatir.
Aku terus melangkahkan kakiku. Tidak untuk pulang, tapi untuk menepi menikmati keindahan senja. Menjadi saksi pergantian siang ke malam hari.
Senja menjadi pertanda matahari kembali ke peraduannya. Meninggalkan bumi dengan berjuta aktivitas manusia. Begitu juga dengan dirimu, yang telah kembali ke peradabanmu. Meninggalkanku sendiri di ujung senja.
Hanya pertemuan singkat. Namun cukup mengobati kerinduanku akan masa lalu. Seperti Petrichor, yang bisa mengobati kerinduan bumi akan turunnya hujan. Sudahlah, kalau memang takdir berpihak kepada kita, pasti kita akan bertemu lagi.
Tamat