Mohon tunggu...
Kak Guruu
Kak Guruu Mohon Tunggu... Nurbaiti Afifah

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Berpikir-Bergerak-Bermanfaat)

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Hijab Anak Malay Dagu, Jadi Inovasi Fashion Hijab Kekinian!

24 Juni 2025   12:08 Diperbarui: 24 Juni 2025   12:08 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hijab Sekolah Malay Dagu/dokpri

Di tengah perbincangan tentang bagaimana mendidik anak perempuan untuk tumbuh dengan rasa percaya diri dan kesadaran nilai-nilai kultural maupun spiritual, muncul sebuah gagasan segar dari dua mahasiswa muda di Yogyakarta. Mereka tidak menciptakan aplikasi teknologi atau alat digital mutakhir. Sebaliknya, mereka memilih sesuatu yang sederhana namun berdampak luas: sepotong hijab sekolah.

Hijab sekolah yang mereka rancang diberi nama Malay Dagu---sebuah inovasi yang lahir dari pengamatan sehari-hari terhadap kebutuhan anak-anak perempuan usia sekolah dasar yang mulai mengenakan busana muslimah dalam keseharian mereka, terutama di lingkungan sekolah. Di usia ini, anak-anak berada dalam masa perkembangan motorik dan sosial yang sangat aktif, sehingga setiap detail pakaian yang mereka kenakan bisa memengaruhi rasa nyaman mereka dalam bergerak, berinteraksi, dan belajar.

Yang membedakan Malay Dagu dari hijab sekolah biasa adalah pendekatannya terhadap desain dan fungsi. Ia tidak sekadar "dikecilkan dari model dewasa," tetapi didesain ulang secara menyeluruh berdasarkan kebutuhan dan kondisi khas anak usia dini. Salah satu hal paling menonjol adalah bagian dagu yang tertutup rapi. Rancangan ini tidak hanya memenuhi standar syar'i, tetapi juga memperkuat bentuk visual yang rapi dan membuat anak-anak tetap merasa percaya diri.

Bahan yang digunakan pun menjadi bagian tak terpisahkan dari inovasi ini. Mereka memilih kain jersey balerina---jenis bahan yang dikenal elastis, adem, dan ringan, namun cukup kuat untuk menopang bentuk hijab agar tidak mudah bergeser saat anak-anak berlari atau bermain. Struktur kain ini juga menyerap keringat dan tidak menimbulkan rasa gerah, dua aspek penting yang sering kali diabaikan dalam pembuatan seragam hijab konvensional.

Hijab ini memiliki ukuran yang proporsional, menutup dada, dan mengikuti lekuk wajah anak tanpa menekan kepala. Hasilnya adalah pakaian yang tidak hanya memenuhi nilai fungsional sebagai penutup aurat, tetapi juga mendukung tumbuh kembang anak dalam konteks kenyamanan dan ekspresi diri.

Uniknya, proses penciptaan produk ini melibatkan serangkaian uji coba langsung bersama anak-anak usia sekolah dasar. Mereka mengamati bagaimana anak-anak mengenakan, membuka, dan menata ulang hijab mereka sendiri. Dari sinilah muncul gagasan untuk menciptakan model instan, tanpa jarum, tanpa lilitan rumit, yang bisa dipakai anak-anak secara mandiri tanpa bantuan orang dewasa.

Lebih dari sekadar busana, Malay Dagu membawa narasi tentang bagaimana pakaian bisa menjadi bagian dari pendidikan karakter. Dalam proses mengenakan hijab yang mudah dan nyaman, anak-anak belajar tentang tanggung jawab terhadap diri sendiri, rasa hormat terhadap nilai yang diyakini, serta pentingnya menjaga kerapihan sebagai bagian dari kedisiplinan.

Konsep seperti ini menandai pergeseran cara pandang dalam dunia fashion anak, khususnya busana sekolah Islam, yang tidak lagi hanya memprioritaskan keseragaman, tetapi juga memperhatikan hak anak atas kenyamanan dan pilihan yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang mereka.

Dalam konteks pendidikan, inovasi seperti Malay Dagu mencerminkan hubungan erat antara pakaian dan proses belajar. Pakaian yang nyaman tidak hanya mendukung konsentrasi belajar, tetapi juga memungkinkan anak untuk mengekspresikan diri, bergerak dengan bebas, dan merasa aman di lingkungan sosial mereka. Sebaliknya, pakaian yang menyulitkan bisa menjadi sumber stres yang tak terlihat, mengganggu fokus, dan bahkan memengaruhi interaksi anak dengan teman sebaya.

Hijab ini menjadi representasi konkret dari bagaimana inovasi sederhana dapat merespons kebutuhan nyata di lapangan. Ia juga memperlihatkan bagaimana desain bisa menjadi bahasa empati, menyentuh kehidupan anak-anak tidak dengan teknologi tinggi, tetapi dengan sesuatu yang mereka kenakan setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun