Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cara Sederhana Memulai Gaya Hidup Minimalis dalam Bayangan Resesi 2023

2 Januari 2023   22:24 Diperbarui: 3 Januari 2023   11:30 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi merapikan pakaian, ilustrasi decluttering atau menyingkirkan barang-barang yang sudah tidak dibutuhkan sebagai bagian dari gaya hidup minimalis. (sumber: Shutterstock/Andrey_Popov via kompas.com)

Gaya hidup minimalis (minimalist lifestyle atau simplistic living) bukanlah sebuah konsep baru yang kini sedang booming beberapa tahun terakhir. Sejak zaman Rasulullah SAW, gaya hidup ini dikenal dengan istilah zuhud (tidak hidup bermewah-mewahan). 

Umat Buddha dalam catatan sejarah juga cenderung menghindari penyimpanan harta benda yang berlebihan yang dikenal dengan istilah shun material possessions. 

Namun, praktik gaya hidup tersebut belum menjadi tren selama ribuan tahun hingga pada abad ke-20 ---dilansir dari New York Times, gerakan minimalis mulai bermunculan dan diawali dari dunia seni.

Gaya hidup minimalis sendiri dapat didefinisikan sebagai memiliki dan memakai segala sesuatu berdasarkan nilai kegunaannya. 

Apabila terdapat suatu barang yang dirasa tidak akan terpakai dalam jangka waktu yang lama, maka barang tersebut akan lebih baik "disingkirkan". 

Gaya hidup minimalis juga membicarakan tentang pengaturan antara keinginan dan kebutuhan agar individu terhindar dari perilaku konsumtif. 

Meskipun ini adalah life-changing bagi perseorangan, justru hal kecil tersebut dapat berdampak besar bagi kelangsungan hidup anak-cucu kita di masa mendatang (hah? Kita?!).

Di samping itu, melemahnya aktivitas perekonomian di berbagai negara maju seperti China, Amerika Serikat, maupun negara-negara di Eropa diyakini membawa ancaman resesi bagi seluruh dunia di tahun 2023. 

Dikutip dari Kompas, Kristalina Georgieva selaku Direktur Dana Moneter Indonesia (IMF) memperkirakan bahwa kondisi perekonomian dunia akan mengalami penurunan hingga sepertiganya. 

Oleh sebab itu, tidak ada salahnya untuk memulai gaya hidup minimalis dari sekarang sebagai tindakan preventif dalam skala kecil apabila resesi ekonomi berdampak bagi Indonesia.

Jika berbicara mengenai gaya hidup minimalis, terlintas deretan nama yang terkenal dengan metode minimalisme-nya seperti Marie Kondo dengan metode "KonMari", Fumio Sasaki, Francine Jay, hingga Raditya Dika yang memutuskan untuk menjual seluruh koleksi jam tangan mahal-nya demi menerapkan konsep minimalis dalam hidup. 

Nah, belajar dari banyak tokoh tersebut, berikut beberapa cara paling sederhana dan mudah dalam mengawali gaya hidup minimalis di tahun 2023 ini:

Decluttering

Marie Kondo dalam bukunya yang berjudul "The Life-changing Magic of Tidying Up" mendefinisikan decluttering sebagai kegiatan memilah barang-barang yang tidak memancarkan kebahagiaan bagi pemiliknya. 

Artinya, benda yang dirasa hanya menumpuk dan tidak memberikan manfaat akan lebih baik jika disalurkan kepada yang lebih membutuhkan atau dijual kembali.

Decluttering dapat diterapkan pada banyak hal seperti menyortir pakaian, perabotan, aksesoris, maupun kendaraan yang sudah jarang dipakai, mengurangi stok bahan pangan secara berlebihan, hingga menata kembali barang-barang sesuai dengan fungsi dan tempatnya. 

Kegiatan decluttering ini dapat membuat ruangan terasa lebih longgar karena terhindar dari barang yang menumpuk.

Nuraini dalam media Merdeka (2022) mengemukakan bahwa decluttering diyakini mampu memberikan banyak dampak positif bagi seseorang. 

Selain menghemat waktu dan energi karena tidak perlu berlama-lama mencari suatu barang atau pakaian yang ingin dikenakan, decluttering juga bermanfaat bagi kesehatan mental karena mampu membuat seseorang memiliki kendali penuh atas hidup dan ruang yang ditempatinya.

Sumber: Trade Brains
Sumber: Trade Brains

Thrifting

Bagi sebagian orang, thrifting atau membeli barang bekas tidak menarik untuk dilakukan. Padahal, thrifting sangat bermanfaat bagi keseimbangan sumber daya alam yang semakin hari semakin tidak terawat. 

Misalnya, bayangkan jika masyarakat terus menerus membeli pakaian baru dan menumpuk pakaian lama yang sesungguhnya masih layak dipakai. Secara logika sederhana, akan banyak pohon yang ditebang demi membuat pakaian, bukan?

Atau, barangkali pakaian layak tersebut justru dibuang atau dibakar begitu saja agar dapat membeli pakaian baru. Bukankah hal tersebut akan merusak lingkungan? Maka, thrifting menjadi salah satu tren yang solutif dan sustainable di masa sekarang. 

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Samantha dan Chester (2021) bahwa thrifting menjadi pengalaman berhemat dan ramah lingkungan yang lebih istimewa daripada sekedar dengan pendekatan belanja barang-barang dengan label "from nature".

Recycling

Dalam berbagai kampanye ramah lingkungan, istilah recycling atau daur ulang sudah berulang kali diperdengarkan. Daur ulang sendiri merupakan suatu metode pemanfaatan sampah atau barang bekas yang diolah kembali hingga dapat bernilai guna. 

Daur ulang tidak hanya bisa dilakukan oleh pecinta lingkungan saja, ya. Seluruh lapisan masyarakat sangat mampu dan berpotensi untuk melakukan hal sederhana ini.

Contoh kegiatan daur ulang yang dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari yakni seperti memanfaatkan botol bekas untuk diisi ulang sesuai kebutuhan, memilah sampah dapur untuk dijadikan kompos, mengumpulkan kantong plastik bekas berbelanja untuk dimanfaatkan kembali, dan masih banyak lagi. 

Saat ini juga banyak sekali campaign yang mengajak masyarakat untuk mengumpulkan sampah plastik dan dikirimkan ke suatu platform tertentu untuk didaur ulang menjadi biji plastik.

Skip-ing

Jujurly, ini yang paling susah, sih! Hehehe. Skip-ing adalah istilah mudah untuk skip berbelanja barang-barang yang sesungguhnya tidak terlalu diperlukan atas dasar mumpung lagi promo-lah, barang lucu dan unik-lah, atau karena Fear of Missing Out alias takut ketinggalan zaman. 

Pada akhirnya, barang tersebut hanya tergeletak begitu saja dan memenuhi rumah. Yaaa, walaupun terdapat pepatah orang setengah bijak yang mengatakan, "lebih baik menyesal karena sudah membeli daripada menyesal karena nggak jadi beli" namun hal tersebut masih bisa ditahan, kok ---meski tetap saja, begitu syulit :(

Sebelum membeli barang tertentu, pastikan untuk memikirkan 3 hal berikut: 

1) Apakah barang tersebut memang diperlukan?; 

2) Apakah ---jika memang atas dasar promo tanggal kembar dan flash sale yang belum tentu muncul lagi, barang tersebut bisa dijual kembali atau diberikan kepada yang lebih membutuhkannya?; 

3) Apakah penghasilan ini cukup untuk membelinya?

Lasting

Cara paling sederhana yang terakhir yakni memberi barang yang secara kualitas lebih tahan lama dibandingkan barang yang sama dengan merek yang berbeda. 

Meski cara ini biasanya membutuhkan lebih banyak pengeluaran, namun jika kita 'memaksakan' untuk membeli barang yang lebih murah tapi cepat rusak pada akhirnya juga sama saja, bukan?

Konsep minimalis yang satu ini sudah diajarkan oleh orang tua saya sejak dini, sehingga sampai sekarang pun saya hanya akan memiliki satu jam tangan sampai rusak, satu teflon sampai anti lengketnya hilang, dan sebagainya. 

Hemat saya, cara ini justru sangat bermanfaat untuk menghemat pengeluaran dan juga melatih diri untuk tidak "bernafsu" mengoleksi barang yang sesungguhnya tidak perlu untuk dikoleksi.

Demikian cara sederhana yang dapat mulai kita terapkan di awal tahun 2023 ini. Semoga hal-hal kecil yang bisa kita lakukan sekarang, akan berdampak besar bagi kehidupan di masa mendatang ---utamanya bagi kondisi ekonomi yang tak menentu, lingkungan yang mulai berumur, dan arus informasi promo-an yang semakin kalang kabut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun