Mohon tunggu...
afida
afida Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Deja Vu

22 April 2018   18:13 Diperbarui: 22 April 2018   18:23 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kalian merasakan sensasi bahwa peristiwa yang tengah berlangsung telah terjadi pada masa lalu?. Atau kalian pertama berkunjung pada suatu tempat, tetapi kalian merasa familiar dengan tempat tersebut?. itulah deja vu. Lalu, Apa deja vu itu?

Deja vu berasal dari bahasa perancis, yang artinya "pernah melihat". Fenomena ini terjadi saat seseorang untuk sementara waktu tidak dapat mengingat atau mengenal peristiwa atau orang yang sudah dikenal sebelumnya. Hal ini juga bisa dikatakan sebagai lintasan memori. Saya rasa sebagian dari kalian pernah mengalaminya. Bahkan dilansir 60% hingga 70% dari seluruh populasi dunia pernah mengalami deja vu. Tak jarang dari kita berpikir keras untuk menjawab kapan kejadian tersebut sebenarnya pernah kita alami.

Mengapa deja vu terjadi?

Deja vu merupakan ingatan jangka pendek yang masuk dalam ingatan jangka panjang secara spontan dan berlangsung secara cepat. Memori jangka pendek dan panjang ini berpengaruh terhadap penyimpanan informasi dalam otak. Sehingga, kita merasa seolah-olah pernah mengalami kejadian itu di masa lalu. Menurut Valerie F. Reyna, salah satu psikolog mengatakan bahwa deja vu berkaitan dengan ingatan palsu atau serupa disosiasi memori. Hal ini yang memisahkan realitas dari ingatan.

Orang yang sering travelling bahkan suka bermajinasi akan membuat mereka sering mengalami deja vu. Hal ini bisa terjadi karena mereka terlalu menggunakan memori di setiap aktivitasnya. Dan seorang yang memilih berdiam diri di rumah mereka tidak akan ingat dengan mimpi mereka. Dalam sebuah penelitian deja vu memiliki hubungan dengan gangguan mental. Sepert rasa cemas, gangguan kepribadian terpecah dan skizofrenia (gangguan mental kronis yang menyebabkan penderitanya mengalami delusi, halusinasi).

Deja vu tidak hanya terlihat sebagai pola atau bentuk saja, sesuatu yang abstrak seperti percakapan dan bau ataupun sejenisnya. Jadi, deja vu merupakan cara kerja otak untuk memberitahu kita bahwa ada hal yang ingin kita ingat atau memori yang ingin kita munculkan kembali. Peristiwa terjadi satu persatu akan beruntutan.

Pengalaman deja vu sebagai tanda atau pengecekan terhadap memori apakah bekerja dengan baik atau tidak. Oleh karena itu deja vu lebih sering terjadi saat usia muda daripada usia tua. Karena saat menginjak usia tua memori mulai mengalami penurunan, sehingga penurunan pengecekan akan terlewatkan. Bukan berarti orang yang tidak pernah mengalami deja vu bermasalah dengan sistem memori mereka, bisa jadi memori mereka dapat dikatakan lebih baik, karena tidak terjadi kesalahan pada otak yang memicu terjadinya deja vu.

Syekh Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa tidak ada hal yang baru dalam hidup ini. Deja vu yang terjadi bukan hanya ilusi semata. Jika dikaji dengan peradapan manusia semua yang terjadi memang sesuatu yang berulang-ulang. Keadilan, kedzaliman dan semua yang terjadi memang sebuah siklus namun berbeda pelaku. Kita harus percaya bahwa takdir bahkan kejadian sudah diatur oleh Allah. Deja vu tidak ada kaitannya dengan kejadian supranatural. Hanya saja jasad dan fisik kita memilik keterkaitan dengan spiritual yang tertulis pada lauhul mahfudz.

"kemungkinan pengalaman deja vu membuat orang lebih berhati-hati karena mereka jadi tak terlalu percaya pada memori mereka. Tap bukti-bukti untuk itu belum ada"-Kohler

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun