Mohon tunggu...
Affa Esens
Affa Esens Mohon Tunggu... @affa_esens

*ما حفظ فر، وما كتب قر*⁣ Bahwa, apa yang kita ingat-ingat saja, pasti akan lari (lupa). Dan apa yang kita tulis, pasti akan kekal.⁣ #bukutentangjarak #bukutuanrumah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mau Jadi Santri Level Up? Pegang 5 Prinsip Ini!

20 Mei 2025   18:00 Diperbarui: 20 Mei 2025   10:45 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pengajian rutin Kitab Al-Hikam di Masjid Bumi Damai Al-Muhibin Tambakberas, Jombang, K.H. Mohammad Idris Djamaludin mengupas lima bekal penting bagi seorang santri agar bisa menjaganya. Lima hal ini dirangkum dari sebuah riwayat yang menekankan pentingnya usaha lahir dan batin dalam menuntut ilmu.

Dalam sebuah Riwayat disampaikan:

:

Artinya: "Barangsiapa yang ingin menghafal ilmu hendaknya melakukan 5 hal ini yaitu: Pertama, bersiwak; Kedua, salat malam walaupun hanya dua rakaat; Ketiga, takwa ketika sendiri dan di depan banyak orang; Keempat, makan untuk kekuatan bukan untuk kesenangan; Kelima, salat lima waktu berjamaah bersama imam."

Pertama, Rutin Bersiwak. Kiai Idris menjelaskan bahwa santri hendaknya selalu membawa siwak di sakunya. Kebiasaan membersihkan gigi ini bukan hanya menjaga kebersihan mulut, tetapi juga merupakan upaya awal seorang santri dalam meraih cita-citanya menjadi seorang kiai. Beliau menekankan pentingnya usaha dan tindakan nyata dalam menggapai impian.

Kedua, Salat Malam Walaupun Singkat. Salat malam, meskipun hanya dua rakaat setelah tidur, menjadi bekal penting berikutnya. Kiai Idris mencontohkan amalan Abah Djamal yang selalu membaca Huwal Habib setelah salat malam selama enam tahun di Tambakberas. Ini adalah usaha spiritual yang terus-menerus untuk menggapai derajat seorang kiai. Beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud salat malam di sini adalah salat setelah tidur sekitar empat jam, lalu bangun sekitar pukul 02.30 untuk melaksanakan dua rakaat, karena witir sudah digabungkan dengan bakdiyah isyak.

Ketiga, Takwa di Kala Sendiri dan Ramai. Menjaga ketakwaan baik saat seorang diri maupun di tengah keramaian adalah ciri akhlak mulia yang harus dimiliki seorang calon ulama. Kiai Idris mengingatkan agar santri tidak menjadi munafik, yang tampak baik di depan orang namun buruk di belakangnya. Tawaduk sejati, menurut beliau, bukan sekadar menunduk di hadapan guru atau kiai, tetapi ketundukan hati yang tercermin dalam ketaatan dan adab bahkan ketika guru tidak ada. Ukuran ketawadukan adalah apakah hati seorang murid masih bertata krama ketika tidak ada gurunya. Jika santri memiliki rasa takwa baik saat sendiri maupun bersama banyak orang, maka pengawasan eksternal tidak lagi dibutuhkan karena hatinya telah tertanam rasa hormat.

Kiai Idris juga menekankan pentingnya mentaati dawuh (nasihat) guru. Bahkan dalam pandangan tasawuf, dawuh guru didahulukan jika bertentangan dengan orang tua, karena guru membimbing ruh dan batin untuk keselamatan akhirat, yang lebih utama daripada kebutuhan jasmani di dunia. Beliau mengutip sebuah ungkapan, " " (Jika berseberangan antara guru dan orang tua maka dahulukan guru).

Keempat, Makan untuk Kekuatan, Bukan Kesenangan. Kiai Idris mengutip riwayat gurunya yang memaknai makan sebagai sarana untuk mendapatkan kekuatan beribadah dan menuntut ilmu, bukan sekadar memuaskan nafsu. Santri hendaknya meneladani prinsip "berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian," bersusah payah di pondok untuk meraih kesenangan di kemudian hari. Masa di pondok adalah waktu untuk tirakat dan prihatin, membentuk mental yang kuat untuk menghadapi kehidupan di luar pondok. Beliau mengibaratkan manusia seperti dua gelembung balon; jika satu gelembung membesar karena ditekan, maka gelembung lainnya mengecil. Begitu pula kehidupan, jika di masa muda terbiasa bersenang-senang tanpa tirakat, maka di masa tua akan melemah. Sebaliknya, orang yang terbiasa susah dan prihatin di masa muda cenderung sukses di masa tuanya. Beliau mencontohkan didikan Abah Djamal yang mengajarkan hidup prihatin meskipun memiliki kemampuan lebih, sebagai upaya membentuk mental yang tangguh pada santri.

Kelima, Salat Lima Waktu Berjamaah. Melaksanakan salat lima waktu berjamaah bersama imam menjadi bekal terakhir yang ditekankan Kiai Idris bagi santri yang ingin meneruskan perjuangan Mbah Yai Djamal. Ini adalah usaha nyata dalam meraih cita-cita dan menunjukkan ketaatan kepada Allah SWT.

Selain lima hal tersebut, Kiai Idris juga mengingatkan santri untuk tidak melakukan perbuatan yang menyakiti hati guru. Beliau mengutip sebuah nasihat:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun