Lewat Islam Ahlussunnah Waljamaah itulah para santri memperkuat dan memperkokoh nilai-nilai kebangsaan. Rasa bangga dengan negara terhunjam kuat, sehingga lahir semangat untuk mempertahankan NKRI dari berbagai ancaman.
Pentingnya hal itu, karena kaum santri sangat mudah dihinggapi oleh paham-paham baru, yang diangap bertentangan dengan Ahlussunnah Waljamaah. Betapa banyak orang dan pihak lain mencap kalau pesantren adalah sarangnya teroris. Tentu stigma ini dibalik oleh santri Madrasatul 'Ulum, bahwa pesantren ini adalah tempat anak siak mengaji literatur keislaman yang rahmatan lilalamin. Untuk itu, penting artinya santri Madrasatul 'Ulum menggali kembali sejarah HSN itu sendiri lewat forum diskusi dengan menghadirkan tokoh ulama, dan cendikiawan muslim yang ikut melahirkan HSN itu sendiri.
Banyak sejarah yang terkandung dalam HSN. Lewat penggalian yang maksimal, santri bisa belajar betapa ulama dan santri dulu itu tidak berkutat hanya pada kajian kitab kuning yang menjadi pelajaran pokok di pesantren, yang diimplementasikan hanya dengan saling berhadapan guru dan murid.
Tetapi, bagaimana nilai-nilai luhur yang termuat dalam kitab kuning dijabarkan dengan berbagai sarana yang ada. Kita tahu, bertapa karya tulis santri zaman saisuak yang kita pelajari hari ini di pesantren, adalah suatu ilmu dakwah tertulis yang mumpuni.
Nah, HSN kali ini bagaimana bisa menghadirkan para santri yang mampu menularkan karya tulisnya untuk banyak orang dan tahan lama. Kalau santri hebat pidato lewat mimbar, itu sudah biasa dan memang banyak seperti itu. Tetapi santri yang hebat lewat karya tulis, ini yang sangat minim, dan amat kurang sekali, kalau kita tak ingin menyebut sama sekali belum ada di kalangan Madrasatul 'Ulum.
Menulis sama juga dengan pidato di mimbar. Banyak bahan dan cerita yang harus kita tulis. Penting sekali ilmu menulis ini kita pelajari, agar dakwah yang kita sampaikan berkesan dan tahan lama.