Mohon tunggu...
Faqih Ashri
Faqih Ashri Mohon Tunggu... Teknisi - The Revolutionist

Bima City, 06-02-1990 Menulis untuk mengetahui rahasia tak tertulis, mendamba setiap pengalaman baru yang tak terlupakan.. City Planner, Content Writer, YouTuber. www.faqihashri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perspektif Positif Kunci Kebesaran Jiwa (Kisah Kekasih Ditinggal Mati Sang Ibu)

8 April 2014   14:56 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya punya seorang kekasih yang cantik jelita, berasal dari desa terpencil di ujung barat daerah kami. Dia memiliki tiga saudara, semuanya wanita. Keluarga mereka termasuk orang yang berada, memiliki semua aset khas pedesaan seperti lahan pertanian, perkebunan, peternakan sapi, hingga mobil angkut yang disewakan. Namun semua itu hasil usaha dari sang ibu, sedangkan ayahnya tidak memiliki mental untuk jadi pengusaha. Ayahnya hanya bekerja sebagai PNS, sedangkan sang ibu malah menganggap profesinya sebagai guru hanya pekerjaan sampingan; usahanya di sawah dan ladang merupakan yang utama. Tidak ada yang tidak mengenal sang ibu di desa tersebut. Sang ibu dikenal sebagai orang dermawan, murah senyum, pandai bergaul, dan pastinya gila kerja. Setiap tetangga yang kesulitan masalah keuangan selalu dibantu oleh beliau. Semua tetangga merasa nyaman membagi masalahnya kepada beliau. Anak-anaknya yang kesemuanya wanita merasa bangga dengan sang ibu, mereka amat sayang pada sang ibu yang telah melahirkan mereka. Segala kebutuhan mereka hampir selalu dipenuhi. Singkatnya sang ibu bagaikan ‘malaikat penolong’ bagi orang-orang di sekitarnya.

Hingga tiba di suatu pagi, ketika sang ibu berangkat ke sekolah untuk mengawas ujian nasional Sekolah Dasar (SD), para tetangga melihatnya berdandan begitu cantik, wajahnya bercahaya ketika keluar dari pintu gerbang rumahnya. Suaminya yang biasa mengantar, hari itu tidak bisa menemani karena ada kegiatan lain di sekolah (mereka berdua mengajar di sekolah yang berbeda). Jadi, pagi itu sang ibu diantar oleh tetangga yang juga teman sesama guru di sekolahnya. Tidak ada yang menyangka bahwa itu adalah hari terakhirnya hidup di dunia. Beliau mengalami kecelakaan di dalam perjalanannya. Keduanya berjalan di jalur yang sepi, namun karena menghindari lobang di jalan, akhirnya sepeda motor oleng dan mereka terjatuh di aspal. Na’asnya dari arah belakang ada bus desa yang melaju dengan kecepatan tinggi, kemudian mereka berdua tersambar hingga akhirnya meninggal di tempat.

Bisa dibayangkan betapa shock-nya suami dan anak-anaknya yang mendengar kejadian itu. Anak-anak dari sang ibu sebagian sedang berada di kota lain, sedangkan yang bisa langsung melihat jenazah hari itu juga hanya dua orang anaknya. Kekasih saya termasuk yang sedang berada di luar kota, dia sempat pingsan mendengar kabar mendadak tersebut. Penduduk satu desa serasa berduka, sosok yang benar-benar mereka anggap sebagai panutan akhirnya pergi meninggalkan mereka. Tidak ada lagi tempat berbagi, meminta bantuan dengan mudah, dan sosok istri yang pandai bergaul di masyarakat. Rasa kehilangan ini nampak jelas dengan ramainya rumah dikerumini oleh masyarakat ketika prosesi memandikan, menyolatkan hingga memakamkan. Kekasih saya tidak pernah berhenti terisak dan mengeluarkan air mata kesedihan yang mendalam. Tidak ada lagi kesempatan melihat sang ibu tersenyum, tidak ada lagi semangat hidup, tidak ada lagi harapan untuk melihatnya bahagia. Dulu, kami berdua selalu tersenyum membahas tentang betapa bahagianya sang ibu melihat kami menikah, kemudian beliau bisa mengunjungi rumah kami berdua untuk menimang cucu. Betapa bahagianya beliau jika memiliki besan seperti ibu saya yang sifatnya begitu ceria, pasti mereka bisa jadi teman curhat yang mengasyikkan. Kami berdua sudah mengimpikan bahwa setiap bulan bisa sekedar menyisihkan gaji kami untuk membelikan daster ibu kami dengan warna dan motif yang sama, agar tidak ada rasa iri antar sesama besan. Betapa tersiksanya jika kami mengingat kembali masa-masa indah itu, waktu kami membangun mimpi masa depan dengan orang tua yang masih lengkap.

Sekarang sudah hampir dua tahun sang ibu dari kekasih saya meninggal. Kekasih saya masih saja tidak bisa melupakan semua kenangan indah yang pernah diukir sang ibu dalam hidupnya. Dia sudah bisa tegar, namun tetap tidak bisa menyembunyikan perubahan raut wajahnya yang nampak kurang bahagia. Kondisi hidupnya makin diperparah dengan sang ayah yang memutuskan untuk menikah lagi hanya sesaat setelah ibunya meninggal (tidak sampai satu tahun). Ibu tiri mereka sama sekali bukan sosok yang dia harapkan, sangat jauh bagai langit dan bumi bila dibandingkan dengan ibunya dahulu. Para tetangga pun tidak ada yang suka, sangat tidak pantas menggantikan posisi sang ibu yang telah meninggal.

*****

Perlahan tapi pasti, kisah meninggalnya sang ibu membawa hikmah yang luar biasa bagi setiap mereka yang menyadari dan mau berpikir positif. Pertama, keempat anak wanita yang ditinggal oleh sang ibu berangsur menjadi lebih mandiri. Selama mendiang ibunya hidup, mereka berempat hampir tidak pernah direpotkan dalam hal kerja, sang ibu selalu bisa menyelesaikan sesuatu sendirian. Beliau sangat gesit dalam menyiapkan masakan bagi tamu, persiapan pelaksanaan panen lahan pertanian, persiapan acara hajatan keluarga; hampir semuanya dilakukan tanpa banyak mengusik anak-anaknya. Kini anak-anaknya sudah belajar memasak sendiri, menyiapkan acara hajatan, ikut memanen ke sawah, memantau jalannya usaha peternakan, dan lain-lain.

Hikmah kedua adalah sang suami bisa tercambuk untuk lebih menjadi kepala keluarga yang sesungguhnya. Selama ini beliau menjadi pihak yang pasif, tidak tahu hasil panen, tidak mengerti keuangan, tidak tahu berapa sapi yang mati karena sakit di peternakan, dan lain-lain. Sang suami harusnya malu jika terus dilihat sebagai pihak yang hanya ingin menikmati, tanpa berusaha bergerak sendiri.

Hikmah ketiga adalah mulai nampak sifat-sifat keluarga yang baik dan buruk. Setelah sang ibu meninggal, banyak sekali muncul keluarga dari pihak suami yang bernafsu ingin menguasai kekayaan dan meributkan harta peninggalan. Jika di satu sisi keluarga dari sang ibu hanya adem-adem ayem saja, namun di sisi lain malah keluarga dari sang suami yang begitu dominan muncul. Bukankah ini pertanda bahwa keluarga kehilangan sosok yang begitu disegani selama hidupnya? Tugas sang suami untuk bisa meredam nafsu keluarganya dalam menguasai harta yang notabene sebagian besar merupakan hasil usaha sang istri.

Hikmah keempat adalah anak-anaknya bisa terus berjalan dalam garis impian yang pernah digoreskan, tanpa harus mengubahnya walaupun sang ibu sudah tidak ada. Keyakinan akan ibu yang tetap bisa bahagia menatap anak-anaknya bahagia dari dunia lain merupakan modal penting agar tidak kehilangan spirit kehidupan. Termasuk untuk tetap menjaga hubungan kekeluargaan, mewarisi sifat baik sang ibu, hingga terus mendoakan ketenangannya di alam sana.

*****

Memang tepatlah kiranya jika kita menilik salah satu ungkapan dari orang bijak, bahwa kita terlalu sibuk dengan apa yang kita inginkan hingga tidak menyadari apa sebenarnya yang kita butuhkan. Manusia selalu didominasi oleh keinginan, sedangkan Tuhan selalu memberikan apa yang manusia butuhkan, karena hanya Dia yang paham kebutuhan manusia yang hakiki. Kita merasa ketika sang ibu meninggal, maka Tuhan telah menghakimi kita dengan apa yang tidak pernah kita harapkan. Padahal jauh di dalam sebuah kejadian, masing-masing terkandung hikmah bagi yang ingin berpikir positif. Contoh lainnya, ketika  Tuhan menurunkan hujan, sehingga dengan hujan itu kita batal pergi ke acara pesta, maka kita segera menghujat hujan. Tidakkah kita melihat bahwa saat itu memang musim hujan? Wajarkah jika ketika musim hujan malah matahari bersinar terik selama 24 jam? Tidakkah kita mau berpikir bahwa di belahan dunia yang lain para petani menantikan hujan itu untuk menumbuhkan padi mereka? Misalnya juga ketika kita terserang penyakit. Kita kemudian akan merasa dihakimi Tuhan, karena kita tidak bisa beraktivitas sesuai dengan kebiasaan. Padahal dengan rasa sakit tubuh kita bisa mengenali serangan serupa dan membentuk sistem imun agar lebih kuat. Selain itu sakit dari juga bersifat menggugurkan dosa-dosa kita yang telah lalu. Sakit mengingatkan manusia akan kematian, hidup tidak selamanya enak, bahwa setiap insan pasti akan mengalami kematian. Pada intinya, semua tergantung pada sudut pandang (perspektif) yang digunakan oleh subyek tersebut.

Sedikit mengutip ungkapan indah dari seorang Chuang Tzu : “Seorang pemabuk yang jatuh dari kereta, walau sakit namun tidak mati. Tulang-tulangnya sama seperti orang lain; tetapi dia menyikapi kecelakaannya secara lain. Semangatnya aman-aman saja. Dia tidak menyadari kalau sedang jatuh dari kereta. Ide tentang hidup, mati, takut, dan sebagainya tidak mampu menembus rongga dadanya. Dia juga tidak mengalami derita karena kontaknya dengan eksistensi yang objektif. Jika rasa aman seperti itu saja bisa diperoleh dari minuman keras, betapa sangat dahsyatnya rasa aman yang didapat dari Tuhan.”

Dari ungkapan tersebut bisa tergambar bahwa seorang pemabuk atau orang gila sekali pun, tidak melihat, merasa, dan mendengar dengan perspektif orang normal. Sehingga dia tidak pernah merasa takut akan bahaya, tidak sadar akan kecelakaan. Perspektif yang dibentuk dalam tubuhnya ini kemudian secara tidak sadar membuat dirinya rileks tanpa beban apa pun. Jadi tidak heran ketika melihat orang mabuk atau orang gila melakukan hal-hal ekstrim; memukul polisi, melempar kaca mobil tentara, memukul ibunya sendiri, menyembelih kerbau milik tetangga, dan lain-lain. Orang normal tidak akan melakukan itu karena perspektif yang dibebankannya kepada pikiran dan hati membuat rasa aman tidak pernah menghampiri dalam berbuat penyimpangan. Dan ungkapan diatas juga membandingkan jika rasa aman yang datang dari reaksi minum keras saja sudah sebegitu besarnya, apalah lagi rasa aman yang benar-benar datang atas dasar penghambaan kita kepada Tuhan YME.

Salam dari Orang Awam yang Peduli..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun