Mohon tunggu...
Adrian syah
Adrian syah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Kunci Kontribusi seorang Manajer Risiko

19 November 2017   14:24 Diperbarui: 19 November 2017   14:48 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manajer risiko seringkali dipandang sebelah mata oleh manajemen karena dianggap tidak mampu memberikan VALUEkepada perusahaan. Value yang penulis maksudkan di sini adalah seberapa besar kontribusi terhadap Laba perusahaan? Ya, laba perusahaan. Jika manajemen risiko hanya berbicara sebatas laporan profil risiko yang nice to knowdan tidak jelas tujuannya, bersiaplah Anda tidak akan dianggap dan cenderung menjadi beban. 

Oleh karena itu, idealnya manajer risiko adalah seseorang yang sudah malang melintang di beberapa divisi, khususnya di divisi bisnis. Manajer risiko dituntut untuk memiliki perspektif yang lebih luas dan mampu memahami seluruh business process, karena di situlah mereka akan berperan untuk memberikan Value kepada perusahaan.

Berdasarkan pengalaman penulis, berikut beberapa poin yang membuat manajemen risiko dapat berperan optimal dalam suatu perusahaan:

1. Hubungkan KPI Manajer Risiko dengan KPI Manajer Bisnis

KPI (Key Performance Indicator/penilaian kinerja) manajer risiko harus dihubungkan langsung dengan KPI manajer bisnis. Contoh: Jika divisi kredit di suatu bank diberikan target penyaluran kredit sbs Rp 100 miliar dan NPL 2%, maka divisi manajemen risiko juga diberikan target yang sama, namun tentunya dengan bobot penilaian yang berbeda karena manajemen risiko akan lebih fokus kepada menjaga kualitas kredit (NPL). Atau contoh lainnya di bidang manufaktur, jika divisi produksi ditargetkan 1 juta produksi per hari, maka divisi manajemen risiko/quality control juga diberikan target yang sama.

Awalnya memang terkesan tidak fair untuk divisi manajemen risiko karena untuk mencapai KPI tersebut, sangat tergantung kepada divisi lain (out-of-control). Namun, kondisi inilah yang akan memaksa manajer risiko untuk lebih terlibat dalam proses bisnis dan bersinergi bersama mereka dalam mencari solusi terbaik.

2. Komunikasikan dengan Mudah

Tak jarang ketika berhadapan dengan divisi lain, seorang manajer risiko menggunakan bahasa yang sangat teknikal. Hal ini tentunya menimbulkan communication barrier. Pada kondisi ini manajer risiko harus mengalah. Mereka dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan perspektif lawan bicara (put oneself in someone's shoes). Selain itu, mereka juga harus mampu memetakan level pemahaman divisi lainnya atas SOP/pengelolaan risiko (maturity of awareness) menjadi 4 level yaitu:

  • Tidak tahu sama sekali
  • Sudah tahu tapi belum dilaksanakan
  • Sudah dilaksanakan tapi belum tahu manfaatnya
  • Sudah dilaksanakan dan sudah tahu manfaatnya kepada perusahaan

Tentunya jenis komunikasi yang dibangun oleh seorang manajer risiko disesuaikan dengan 4 level di atas sehingga tidak timbul communication gap.

3. Bangun Brand Image Positif

Kaku, negative thinking, dan keras kepala. Kesan tersebut yang seringkali dialamatkan kepada divisi manajemen risiko. Hal ini sangatlah kontra-produktif karena seharusnya unit bisnis dan manajemen risiko bekerja seperti partner. Selain itu, unit bisnis seringkali salah memahami bahwa manajer risiko bukanlah auditor, manajer risiko adalah seorang "konsultan" yang akan membantu mereka untuk mencapai target melalui penyusunan kebijakan, SOP, tools, system, dan governance control. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun