Mohon tunggu...
Ryani
Ryani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UNIKA St. Paulus Ruteng

Ryani, gadis kelahiran 2002. Penulis berasal dari Flores, Manggarai Barat. Sekarang berdomisili di Ruteng . Sangat menyukai sastra dan pecandu kopi. Penulis sekarang menempuh pendidikan di Universitas Katolik Indonsesia Santu Paulus Ruteng, Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertentangan Kelas Sosial dalam Cerpen Jejak Tanah Karya Danarto (Kajian Sastra Marxis)

26 Mei 2022   00:07 Diperbarui: 31 Mei 2022   08:52 1448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Faktor ekonomi yang memunculkan perbedaan kelas itu juga terdapat dalam realitas fiksi (cerpen) yang diperankan melalui tokoh-tokoh imajiner. Perbedaan kelas tersebut bisa nampak jelas atau semu. Kontradiksi kelas yang nampak bisa berpotensi memunculkan konflik. Perbedaan kelas yang semu mampu membuat beberapa tokoh yang berlainan dan berlawanan tampak harmoni. Pada konteks inilah menurut Marx supaya hubungan antar kelas berjalan baik maka ada pihak-pihak yang menyebarkan atau mendistribusikan pesan atau ideologi kelas atas terhadap kelas bawah. Ideologi menurut Marx adalah ide atau keyakinan yang menjadikan kontradiksi kelas sosial tidak begitu nampak. Ideologi diproduksi supaya kelas bawah sadar dan patuh terhadap apa yang dikatakan dan dilakukan kelas atas. Pada konteks inilah kelas atas membutuhkan legitimasi sosial (Lihat juga Jones, 2009: 87; Kurniawan, 2012: 43). Secara singkat, sosiologi sastra Marxis diaplikasikan untuk menganalisis cerpen “Jejak Tanah” untuk mengungkapkan pertentangan dan kesadaran kelas melalui relasi tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerpen. Hal ini karena menurut Marx, tokoh-tokoh dalam sastra (cerpen) tidak otonom, sekalipun cerpen itu fiksi, jika dimaknai dan diinterpretasi, pengarang memiliki pesan dan berada pada posisi kelas tertentu yang direprensentasikan dalam tokoh imanjinernya.

METODE

Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan. Sumber data primer penelitian ini ialah cerpen “Jejak Tanah” yang dimuat dalam Buku Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2002. Data penelitian ini meliputi, dialog, kata, frase, dan kalimat yang terdapat dalam teks cerpen karya Danarto tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Setelah data penelitian terkumpul, kemudian dianalisis, diinterpretasikan yang terkait dengan pertentangan dan kesadaran kelas sosial yang terdapat dalam teks cerpen tersebut. Hasil analisis disajikan secara deskriptif. Pendekatan penelitian ini masuk masuk ranah sosiologi sastra Marxis.

 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis ini mengidentifikasi kelas sosial dari masing-masing tokoh. Dalam cerpen “Jejak Tananh” dari keseluruhan cerita terdapat dua struktur kelas yang cukup menonjol, yakni kelas atas dan kelas bawah. Penentuan kelas didasarkan pada kegiatan ekonomi (pekerjaan, status sosial, dan jabatan). Kelas sosial atas dalam cerpen direpresentasikan oleh tokoh-tokoh seperti Rakyat Miskin, Kiai, Ayah dan anaknya (tokoh Saya). Rakyat miskin, Demonstran dan Kiai dikategorikan sebagai kelas bawah. Sedangkan Ayah dan anaknya (tokoh Saya) dikategorikan sebagai kelas atas. Kedudukan atau status kelas yang berbeda itu didasarkan pada stratifikasi sosial dan ekonomi.  

Faktor Ekonomi


Menurut Marx kegiatan manusia yang utama adalah kegiatan ekonomi. Dalam cerpen “Jejak Tanah” faktor ekonomi bisa menjadi pemicu konflik sekaligus solusi persoalan sosial seperti kemiskinan karena hak tanah mereka dirampas. “Ayah Nakmas tidak membeli semua tanah yang dibebaskan, tapi menyengsarakan tanah” (Jejak Tanah, 2002). Dari kutipan tersebut sangat jelas bahwa di sini pelaku bisnis Real Eastate telas menindas rakyat miskin. Sehingga, masalah ini sangat berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat.

Kurangnya lahan untuk bercocok tanam maka dengan sendirinya sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Jangankan lahan untuk pertanian untuk membangun tempat tnggal saja mereka sangat susah. Apalagi mereka harus hidup berpindah-pindah tempat, maka sangat sulit mereka untuk menyesuaikan diri dan ekonomi di tempat tersebut.

Dari persoalan ekonomi ini, yang paling merosot di sini adalah masyarakat kaum bawah yaitu rakyat miskin. Sedangkan masyarakat kelas atas yang melakukan pembembasan tanah ini justru ekonominya meningkat.

Kelas Atas vs Kelas Bawah

Hubungan yang awalnya selaras antara kelas atas dengan bawah, kemudian memunculkan konflik. Konflik bermula karena pemikiran sebagian tokoh kelas bawah yang mulai kritis, melihat realitas yang sebelumnya tidak nampak (semu). Awalnya rakyat miskin tidak mengetahui politik pembebasan tanah yang dilakukan oleh pembisnis Real Eastate ini (Ayah). Namun, lama kelamaan mereka menyadarai bahwa adanya praktik  ketidakadilan di antar mereka maka dengan berani sebagian masyarakat mendemo ke pemerintah terkait hal ini. “Sekitar seribu demonstran, yang menentang pembebasan tanah untuk real-estate, sehari sebelumnya mengepung kantor ayah. Mereka menuduh ayah pengembang yang haus darah. Mereka menuduh seluruh real-estate yang dikembangkan ayah adalah perumahan mewah yang dibangun dengan darah dan air mata. Mereka menuduh ayah penindas rakyat miskin.” (Jejak Tanah, 2002)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun