Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir

Praktisi rantai suplai dan pengadaan industri hulu migas Indonesia_______________________________________ One of Best Perwira Ksatriya (Agent of Change) Subholding Gas 2023____________________________________________ Praktisi Mengajar Kemendikbudristek 2022____________________________________________ Juara 3 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Umum Tingkat Nasional SKK Migas 2021___________________________________________ Pembicara pengembangan diri, karier, rantai suplai hulu migas, TKDN, di berbagai forum dan kampus_________________________________________ *semua tulisan adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

4 Etika Berdebat yang Perlu Kita Ingat

20 Agustus 2021   09:47 Diperbarui: 20 Agustus 2021   10:34 2963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Lomba Debat. Sumber: dokumentasi pribadi

Apa yang pertama kali terlintas dalam benak kita ketika mendengar kata debat?

Ehmm asosiasi dominannya negatif? Chaos berujung baku hantam?

Padahal esensi debat adalah salah satu media untuk betukar pikiran dengan pihak-pihak berkepentingan sehingga diharapkan nantinya mendapatkan sebuah solusi ataupun kesepahaman atas berbagai hal, meski pada akhirnya akan dipilih satu keputusan, tapi setidaknya kita mengerti alasan mengapa para pihak mendukung mosi ataupun suatu ide dan gagasan dan bukan mustahil ide kedua belah pihak dapat diintegrasikan. 

Bahkan dalam lomba perdebatan bonusnya bisa saja kita mendapatkan hadiah dan teman-teman dan jejaring dalam dunia debat.

Ilustrasi Menang Lomba Debat. Sumber: dokumentasi pribadi
Ilustrasi Menang Lomba Debat. Sumber: dokumentasi pribadi

Debat pun bermacam ragam ada ada debat akademis/debat konvensional, cross examination debate, dan juga debat parlementer yang biasa kita lihat di parlemen-parlemen dunia termasuk di Indonesia dalam berbagai kesempatan, berbeda dengan semisal Amerika Serikat dan Inggris yang pihak opisisi dan pemerintah menjadi jelas garisnya sehingga ketika berdebat pun akan ada pihak government/pemerintah atau biasa disebut juga affrimative dan oposisi/opposition atau penentang, di perpolitikan Indonesia terkadang garis oposisi dan pemerintah terkadang bias dan tidak jelas karena sistem multipartai yang kita anut.

Di media massa kita kerap menemukan debat seolah berujung menjadi debat kusir dan tidak jarang menjadi ajang menampilkan kebobrokan para peserta debat yang kerap tidak beretika dan tidak mengerti esensi dan aturan dalam debat, tak jarang juga bahkan menyerang fisik, padahal dalam praktik debat kita tidak diperkenankan menyerang personal seseorang, namun fokus pada mosi debat ataupun tindakan seseorang yang terkait.

Oleh karena itu saya rangkum setidaknya ada 4 etika berdebat yang mesti kita ingat dan dapat dipraktikkan dalam kehidpan sehari-hari

Pertama, Semua Pihak Harus Memahami dan Mematuhi Aturan Debat

Ilustrasi Debat. Sumber: dokumentasi pribadi
Ilustrasi Debat. Sumber: dokumentasi pribadi

Debat yang baik dilakukan berdasarkan aturan dan sistem yang jelas agar tidak berujung pada debat yang mbalelo ataupun debat kusir yang berpotensi berujung kepada kekerasan secara fisik atau dipenuhi cacian atau pun makian yang tidak layak.

Dari awal panitia dan peserta debat harus menyepakati metode debat yang dilakukan apakah menggunakan sistem debat parlementer, debat akademisi/konvensional, atau crosss examination dan lebih penting semua pihak harus memahami benar-benar aturan tersebut semisal dengan mengisi surat pernyataan ataupun bahkan ujian/pelatihan khusus, biasanya untuk perlombaan debat.

Pengalaman saya pribadi ketika dulu kerap mengikuti lomba debat parlementer baik dalam format British Parliamentary, Australasian Parliamentary, ataupun bahkan Asian Parliamentary aturan debat harus menjadi panglima ketika debat berlangsung dan yang lebih pentin lagi semua pihak harus memahami metode dan aturan debat secara fasih termasuk harus legowo jika diberikan sanksi karena melanggar aturan debat.

Aturan dan pedoman ini meminimalkan potensi adanya "baku hantam" secara fisik ataupun penyerangan terhadap pribadi seseorang misalnya.

Aturan-aturan tersebut dapat meliputi durasi waktu berbicara, do and don'ts, metode penyampaian peratanyaan, rebuttal/sanggahan, definisi mosi debat, dan lain sebagainya.

Kedua, Jangan Pernah Menyerang Pribadi Seseorang

Sidang Paripurna DPR RI yang Berujung Rusuh Akibat Perdebatan Sesama Anggota DPR RI pada 2014. Sumber; tribunnew.com
Sidang Paripurna DPR RI yang Berujung Rusuh Akibat Perdebatan Sesama Anggota DPR RI pada 2014. Sumber; tribunnew.com

Para debater yang sudah memiliki jam terbang tinggi ataupun orang-orang yang sudah sering mengikuti debat akan sangat amat paham dan menghormati etika dalam debat termasuk untuk tidak menyerang pribadi seseorang. 

Jikapun ada yang perlu dikritik kita akan fokus pada perlakuan ataupun tindak tanduk seseorang bukan sampai menyeret kehidupan pribadi semisal keluarga, penampilan fisik, ataupun hasil karya seseorang.

Seorang pendebat yang baik biasanya akan fokus berbicara kepada penonton atau juri dengan mereferensikan pihak lawan dengan sebutan government atau opposition, pihak lain, ataupun jabatan seseorang yang terkait dalam mosi debat seperti prime minister, opposition leader, anggota parlemen A, Menteri, dan lain sebagainya.

Perlu dengan hati-hati dan apik mengetahui batas personal dan tidak terutama dalam debat konvensional seperti di media massa. Kita tentu kerap melihat banyak debat yang berujung  saling serang bahkan berujung kekerasan fisik seperti saling tunjuk, saling dorong bahkan baku hantam, jika mengingat sidang di DPR RI pada 2014 yang dipimpin Ceu Popon ataupun beberapa kali sidang di tingkat DPRD pemerintah kota/kabupaten di Indonesia bahkan di mancanegara.

Ingat esensi debat adalah "perang" gagasan bukan saling serang fisik layaknya pertarungan jalanan. Debat mengutamakan dialektika dan ide serta gagasan bukan ujaran kebencian apalagi sampai kekerasan fisik.

Ketiga, Menyimak dengan Serius Jalannya Debat

Ilustrasi Menyimak dengan Serius dalam Debat. Sumber: dokumentasi pribadi
Ilustrasi Menyimak dengan Serius dalam Debat. Sumber: dokumentasi pribadi

Pernah dalam sebuah forum debat dalam organisasi kampus ketika saya masih menjabat sebagai ketua lembaga legislatif keluarga mahasiswa intra-kampus, saya menegur rekan saya yang sibuk sendiri mengobrol dengan rekan lainnya karena menurut saya hal tersebut tidak etis dilakukan dalam forum debat apalagi yang bersangkutan adalah peserta debat tersebut.

Pun di media massa dalam rapat-rapat anggota legislatif di Senayan kita kerap melihat para anggota legislatif tidur bahkan bermain dengan gawainya.

Sungguh tidak etis dan gestur yang tidak menghormati lawan bicara ketika kita tidak menyimak serius jalannya debat bahkan kesan yang didapatkan adalah menyepelekan debat, dalam kasus tertentu dalam lomba debat bisa diberikan margin sempurna kemenangan untuk pihak lawan  jika kita tidak menghormati jalannya debat.

Keempat, Berbicara dengan Didukung Fakta dan Sumber yang Sahih

Ilustrasi Debat. Sumber: dokumentasi pribadi
Ilustrasi Debat. Sumber: dokumentasi pribadi

Ketika dalam lomba debat kami sering juga dihadapkan pada kondisi dimana kami harus beradu argumen pada ranah philosophical debate karena mosi debat yang sangat amat filosofis dengan definisi yang tidak dapat dinamus dan adu argumen pun banyak bersumber pada pemikiran dan ranah filosofis semata. Contoh mosi tersebut misalnya This House Believe That Childfree is a part of Immorality atau childfree adalah Tidak Bermoral.

Di dalam lomba debat yang tidak dapat memilih sebagai pendukung atau penentang mosi tentu hal ini akan menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk membuat debat berlangsung dengan ide-ide dan gagasan yang baik.

Berbeda dengan debat konvensional yang biasanya sudah didatangkan pihak yang mendukung atau menentang karena ya preferensi pribadi mereka.

Agar tidak menjadi debat filosofis yang mengawang-awang maka seorang pendebat untuk pintar-pintar merujuk pada bukti-bukti yang dapat diterima umum semisal dengan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari ataupun pola pikir yang mudah diterima oleh semua orang terutama juri debat.

Terkait mosi childfree tadi bisa jadi kita mengaitkannya dengan kehidupan sosial sehari-hari, ataupun esensi dalam berkeluarga, atau praktik yang terjadi di berbagai belahan dunia dan lain sebagainya.

Kesemuanya itu sebenarny dapat dikatakan sebagai bukti yang sahih dan sumber informasi yang dapat dipercaya meski bukan berdasarkan statistik ataupun riset penelitian ilmiah karena ya benar adanya tidak mengada-ada.

Apalagi untuk mosi yang jelas-jelas bisa kita kaitkan dengan data ilmiah dan hasil penelitian atau survei yang dapat dipercaya semisal mosi Peningkatan APBN untuk Sektor Pendidikan sebesar 40%. Nah tentu akan banyak sekali data dan hasil penelitian serta studi kasus yang bisa kita sajikan merujuk berbagai praktik di berbagai negara, efektivitas APBN saat ini.

Argumen yang baik biasanya dirangkai dalam Assertion-Reasoning-Evidences-Link Back (AREL). Assertion yang dimaksud adalah mengungkapkan lagi poin dan isu utama debat termasuk mosi ataupun clash point dalam debat, reasoning adalah alasan-alasan yang mendukung posisi dan argumentasi kita terhadap mosi debat, evidences adalah kita menyajikan bukti-bukti yang sahih dan dapat dipercaya guna mendukung argumentasi kita dan terakhir adalah link back mengaitkan kembali semuanya tadi dalam topik pembahasan utama dalam debat.

Demikianlah 4 etika debat yang dapat kita praktikkan sehari-hari semisal melakukan debat ataupun ikut dalam perlombaan debat.

Ingat seberapa pun tajamnya perdebatan kita tetap harus fokus pada isu perdebatan bukan isu pribadi kita agar sama-sama mendapatkan esensi debat untuk bertukar pikiran dan gagasan, bukan adu jotos atau pun baku hantam secara fisik.

Selamat berakhir pekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun