Mohon tunggu...
Adolf Izaak
Adolf Izaak Mohon Tunggu... Karyawan swasta -

Orang kantoran tinggal di jakarta yang suka moto, traveling, di negeri tercinta Indonesia. bercita-cita ingin menjadi travel writer, travel photographer, khusus Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jemaat "Kapal Selam"

15 April 2017   11:34 Diperbarui: 15 April 2017   20:00 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Salah satu ibadah di adakan sebuah gereja

Jemaat “Kapal Selam”, wuaaa....apa-an itu? Macam-macam saja istilahnya. Di kamis gerajawi tak ada istilah apalagi defisini itu. Ada-ada saja nich.

Mencermati hari raya umat Kristiani sebutlah Jumat Agung, Paskah, Natal, ada fenomena menarik. Gereja selalu penuh jemaat. Bludak.....!!! kondisi ini seakan sudah menjadi tradisi, kebiasaan setiap tahun khususnya memasuki hari raya tersebut.

Rasanya kondisi yang mem-bludak tersebut hampir di setiap gereja yang menyelenggaran ibadah Natal, Jumat Agung, maupun Paskah. Seakan sudah sama-sama maklum. Pengurus gereja ektra kegiatan menyiapkan tenda dan ekstra bangku sampai di pekarangan gereja. Sesuatu yang tidak perlu dilakukan jika ibadah biasa di hari Minggu misalnya. Demi keamanaan perlu mendatangan ekstra tenaga keamanan, entah itu satpam setempat, hansip, bahkan pihak kepolisian. Sesuatu yang jarang jika ibadah "biasa".

Meski  ter-ucap keluhan secara diam-diam. Agar dapat tempat duduk butuh persiapan datang sejam bahkan 2 jam sebelum ibadah di mulai. Selesai ibadah mau keluar aja butuh antri 1 jam. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk lepas dari jeratan parkir kendaraan bagi yang membawa kendaraan pribadi. Jalan di sekitar pun terkena imbas. Muaceett.....

Karena semua ini bagian dalam ibadah hari besar komplain pun harus di tahan. Kemacetan pun di maklumi. Khan ngga sering-sering, Cuma setahun sekali. Pun ada komplain secara terbuka di anggap tabu. Karena semuanya dalam rangka ibadah. Urusannya sama yang DI ATAS.

Padahal ibadah “biasa” ngga begitu. Maksudnya ya ibadah hari Minggu di luar Natal, Jumat Agung, Paskah, yang di adakan setiap gereja. Kalau bukan dalam rangka peringatan Natal, Jumat Agung, Paskah, tidak se-bludak seperti ini. Contoh di gereja tempat saya biasa ber-ibadah, ibadah “biasa” rata-rata yang hadir sekitar 300 jemaat. Khusus untuk hari raya tesebut bisa mencapai 1000 jemat sekali ibadah.

Kog bisa ya bisa sampai bludak begitu?

Jawabannya sederhana aja, Natal, Jumat Agung, Paskah, adalah ibadah yang sangat istimewa. Bukankah jemaat Kristiani baik Katholik maupun Protestan sudah memahami ke-istimewa-an ibadah tersebut. Pemerintah juga memberikan perhatian dengan menjadikan hari libur.

Karena ibadah yang istimewa maka ritual ibadah pun di buat secara istimewa juga. Kalau ibadah “biasa” tidak perlu ada fragmen atau drama, kali ini harus ada. Jika ibadah “biasa” prosesi memulai ibadah sederhana. Cukup pendeta dan pengurus berjalan dari pintu masuk menuju mimbar di iring-i permainan organ. Karena ibadah istimewa, prosesi di buat lain dari yang lain. Misalnya ada arak-arak-anjalan Salib oleh pemuda gereja di ibadah Jumat Agung. Intinya meski sudah dilakukan secara sederhana tetap di buat lebih semarak di banding ibadah “biasa”.

Fenomena yang tidak bisa di sangkal adalah kehadiran Jemaat “Kapal Selam” itu tadi. Lagi-lagi pertanyaannya, apa-an sich itu? Siapa? Jawabannya adalah jemaat yang muncul yang ibadah hanya hari-hari tertentu seperti Natal, Jumat Agung, Paskah. Di luar ibadah tersebut mereka tidak muncul alias tidak ibadah. Istilahnya, muncul lalu tenggelam lagi. Ilustrasinya persis seperti kapal selam.

Dengan alasan kesibukan, capek kerja, kepingin istirahat, atau bahkan malas, ibadah biasa tiap hari Minggu tidak perlu datang. Tapi khusus Natal, Jumat Agung, Paskah, WAJIB hadir sesibuk apa-pun. Males ibadah harus di tunda dulu demi ibadah hari besar yang cuma setahun sekaliI. baratnya dalam setahun ada 52 hari Minggu, ya cukup datang 3 kali saja dech.

Lho ngga apa-apa dong. Khan hak-nya masing-masing mau ibadah atau tidak. Mau datang Cuma Natal, Jumat Agung, Paskah, ya terserah masing-masing. Tokh urusannya sama Tuhan. Kenapa harus di pusing-kan? Kenapa harus di jadikan masalah?

Benar. Tidak keliru jika jemat “kapal Selam” Cuma datang saat peringatan hari raya tersebut. Barangkali...yang perlu di kritis-i manakala sudah tertancap pemahaman bahwa ibadah yang penting adalah CUMA ibadah Natal, Jumat Agung, dan Paskah. Ibadah di luar itu tidak penting. Makanya ngga wajib harus datang. Nah ini dia......

Padahal setahu saya pribadi yang tergabung dalam Jemaat Protestan, cukup banyak acara gerejawi yang memilik bobot dan nilai ritual penting. Misalnya, ibadah dalam rangka peringatan bulan keluarga. Yang mengingatkan pentingnya kehadiran Tuhan dalam membina keharmonisan hubungan erat dalam keluarga. Ibadah peringatan bulan Oikumene. Yang mengajak jemaat kembali menghayati pentingnya rasa kebersamaan dengan sesama umat ber-agama sehingga terjaga kerukunan dan keharmonisan dalam hidup bermasyrakat. Ibadah dalam rangka bulan musik gerejawi. Yang mengajak jemaat bagaimana memuji dan memulaikan secara benar. Masih banyak lagi agenda pembinaan jemaat yang menurut saya tidak kalah penting.

Meskipun memiliki nilai penting sayangnya kehadiran jemaat di luar tiga hari besar tadi cenderung normal. Suasana ibadah lebih lenggang. Tidak perlu ekstra pengamanan. Tidak perlu mendirikan tenda, menyediakan kursi ekstra. Tipikal jemaat “Kapal Selam” kurang berminat hadir dalam ibadah. Dianggap biasa dan tidak istimewa. Ber-arti tidak ada kewajiban untuk datang. Cukup baca Alkitab di rumah saja. Lanjut rekreasi atau istirahat.

Kembali, bagi pendeta pengurus gereja, fenomena ini tetap perlu di sikap secara positif. Harus maklum. Tidak ada yang keliru. Karena ibadah urusannya dengan Tuhan. Baik pengurus gereja yang menyelenggarakan ibadah maupun di antara jemaat, harus maklum. Tidak ada istilah Jemat “Kapal Selam”, yang ada adalah Jemaat yang di kasihi Tuhan.

Bahwa ruang ibadah menjadi lebih sesak selama ibadah Natal, Jumat Agung, Paskah, ya sudah mau di apa-kan lagi. Satu deret kursi yang biasanya ter-isi 5 sekarang harus duduk rapat 10 jemaat. Ngga masalah khan? Jemat yang sedang kusuk ber-doa, harus bersenggolan kiri-kanan, kenapa harus di anggap mengganggu? Jemat yang sedang fokus mengikuti ritual ibadah, tiba-tiba konsentrasinya harus buyar demi memberikan tempat kepada yang datang terlambat, ya ngga apa-apa khan?

Sikap yang baik dan tepat tidak perlu komplain. Yang komplain justru akan membuat ke-khusyuk-kan akan sia-sia. Yang rugi adalah jemat itu sendiri. Dengan komplain justru telah membuat ibadah-nya mubasir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun