Mohon tunggu...
Adolf Izaak
Adolf Izaak Mohon Tunggu... Karyawan swasta -

Orang kantoran tinggal di jakarta yang suka moto, traveling, di negeri tercinta Indonesia. bercita-cita ingin menjadi travel writer, travel photographer, khusus Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pantai Waisisil Saparua, Keindahan Sunrise dan Sejarah Maluku yang Terlupakan

31 Maret 2017   14:57 Diperbarui: 1 April 2017   19:00 2557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi. Keindahan sunrise yang menghadirkan suka cita, menghibur diri dari kegalauan.

Jujur aku ngga nyadar jika di pantai Waisisil pernah terjadi peristiwa heroik. Saat melihat monumen yang nyaris tidak terawat, sama sekali tidak mampu mengingat pelajaran sejarah yang pernah aku terima khususnya di Saparua. Ah....bisa di pastikan aku tidak pernah mendengar nama pantai Waisisil di sebut dalam pelajaran sejarah. Setelah kembali ke Jakarta segera aku browsing untuk mencari tahu keberadaan pantai Waisisil. Hhhmmm...memang ada namun informasinya terbatas.

Agak kurang konsen saat memperhatikan monumen tadi.  Masih teringat beberapa jam lalu perjumpaan dengan Mike, bule dari Norwegia, yang sengaja ber-solo traveling seperti aku ini, khusus ke Pulau Saparua hanya ingin melihat benteng baginya sudah familiar, Duurstede. Padahal Mike di negaranya menekuni bidang IT. Namun ternyata memiliki ketertarikan sejarah khususnya di pulau Ambon. Luar biasa bagi ku masih ada bule macam Mike yang nyebrang benua karena begitu kuat tertariknya dengan bumi Ambon. Bahkan Bali pun  belum ia datangi. Bule langka nich.

Sejarah Patriotis

Sejarah yang terjadi di Pantai Waisisil sayangnya cukup sering hanya sepintas lalu di singgung dalam beberapa catatan. Wajarnya peristiwa kemenangan rakyat Saparua melawan Belanda menjadi sejarah penting, sewajarnya menjadi peristiwa Pantai Waisisil menjadi peringatan dari generasi ke generasi.

Berawal dari penyerbuan rakya Saparua ke benteng Duurstede yang di pimpin Kapitan Pattimura. Saat itu benteng Duurstede memiliki nilai vital sebagai benteng pertahanan dan pusat pemerintah VOC di Saparua. Penyerbuan berhasil. Tentara dan penguasa VOC berhasil di kalahkan. Benteng jatuh ke tangan rakya Saparua tanggal 15 Mei 1817. Jelas sekali sebagai pusat pemerintahan kekalahan ini menjadi pukulan telak Belanda. Maka kekalahan harus di balas. Benteng Duurstede harus di rebut kembali.

Untuk merebut kembali, pemerintah Kolonial Belanda di Ambon mengirim mayor Beetjes beserta pasukannya. Kekuatannya kurang lebih 300 tentara. Menggunakan 10 kapal besar dan kecil dengan beberapa pucuk meriam.


 Sebagai tentara yang pernah menjadi bagian dari angkatan perang Inggris berpangkat Sersan Mayor, Kapitan Pattimura segera mengantisipasi tindakan pembalasan Belanda. Dari markasnya di Haria ia menyusun strategi dengan menempatkan pasukannya di sepanjang yang di perkirakan menjadi tempat mendarat armada Belanda. Salah satunya pantai Waisisil.

Benar saja. Meski bukan menjadi target awal pendaratan, karena terhalang ombak besar menuju sasaran yang sebenarnya, Mayor Beetjes memutuskan mendaratkan pasukannya di Pantai Waisisil. Pikirnya dari pantai ini ke benteng Duurstede berjarak kurang lebih 5 kilometer. Tidak jauh untuk perjalanan pasukannya menuju benteng.

Dari lepas pantai terlihat aman. Meski kondisinya ber-rawa, banyak semak belukar, sama sekali tidak terliihat ada pergerakan pasukan Pattimura. Padahal tanpa sang komandan, pasukan Pattimura dalam persembunyian siap menyambut pasukan Mayor Beetjes. Maka bisa di duga, begitu pasukan mendarat langsung di sambut pertempuran hebat. Hasil akhirnya pasukan Beetjes kalah. Mayor Beetjes termasuk yang tewas.

Kekalahan telak di sambut gembira rakyat Saparua. Tidak hanya rakyat Saparua, gaung kemenangan telak di pantai Waisisil disambut gembira rakyat yang berada di Pulau Seram Barat dan Selatan, tetangga-nya pulau Saparua. “Tuan Kompania Wolanda sudah mati....!!!”, begitu salah satu ungkapan gembira. Bagi pasukan Pattimura memberi dampak mengangkat moril dan semakin percaya diri. Belanda yang sewenang-wenang, tentara Belanda yang katanya punya senjata lebih unggul, ternyata dapat di kalahkan.

Di sisi lain, kekalahan di Pantai Waisisil menjadi tragedi yang menimbulkan kepanikan pemerintah Belanda di Ambon. Ngga habis pikir pasukan Beetjes bisa kalah telak. Di akui atau tidak ada kesalahan strategi di pihak Belanda. Tidak memperhitungkan, cenderung meremehkan kekuatan rakyat Saparua di bawah pimpinan Kapitan Pattimura. Gaung kekalahan akhirnya sampai juga ke telinga para penguasa Belanda di Batavia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun