Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Dilema Nasabah: Bayar UKT Anak atau Bayar Tunggakan Kredit

2 Februari 2024   13:29 Diperbarui: 2 Februari 2024   19:25 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Balik lagi ke prinsip sisihkan bukan sisakan
Boleh bangga lulus SNMPTN atau SBMPTN. Tapi soal kuliah itu bukan soal bagaimana memulai tapi bagaimana menyelesaikan. Sepanjang proses tersebut  hingga sampai di titik yang namanya wisida, ada UKT sekian semester. Sebenarnya masih ada biaya lain seperti biaya praktikum,survey, praktek lapangan hingga tugas besar atau tugas kecil, tapi pintu masuknya ada di UKT.

Bayar UKT lanjut kuliah, tak bayar UKT praktis tak bisa ikut kegiatan perkuliahan selama satu semester. Cara paling simpel adalah menyisihkan alias menabung uang UKT dari bulan ke bulan dengan membagi satu semester ke dalam 5 atau 6 bulan. Rasanya ini tak memberatkan. UKT 3 juta bisa dengan menyisihkan 500 ribu selama 6 bulan berturut-turut. UKT 4,7 juta bisa dengan nabung 800 ribu per bulan. Setelah disishkan, jangan diambil atau dipakai. Saat semester baru tiba, tak repot lagi karena UKT sudah terkumpul. 

2. Kenali profil pekerjaan, sumber pemasukan, besar penghasilan lalu bandingkan terhadap nominal UKT Si Anak
Secara umum, pekerja produktif itu dibagi ada pegawai ada wiraswasta. Dua-duanya ada yang formal dan non formal. Pola pendapatan juga berbeda menyesuaikan status tersebut. Pedagang yang jualan setiap hari lebih mudah menyisihkan sekian ribu perhari dibanding bayar langsung sekian ratus ribu atau sekian juta per bulan. 

Ini berbanding terbalik dengan pegawai formal atau abdi negara yang gajian setiap tanggal 25 atau tanggal satu masuk rekening jebrek sekian juta. Terhadap besar UKT, bisa dengan menggabungkan pendapatan istri ditambah penghasilan suami kemudian menyisihkan untuk UKT. Andai hanya suami sebagai sumber nafkah, tentu lebih bijak membaginya. 

3. Bila ingin kredit ketika anak sedang kuliah, kreditlah karena kebutuhan bukan karena keinginan
Bertemu seorang ibu calon nasabah yang kredit laptop manakala ditanya buat siapa, dia bilang buat anaknya yang mahasiswa. Laptop buat Si Mahasiswa ibarat motor buat driver ojol. Mau ngga, wajib sifatnya. Lain halnya dengan seorang masabah yang kredit iPhone 15 Pro Max buat anaknya karena sirkel grup si anak di kampusnya semua pake gawai buatan Apple itu. Demi sayang anak, debitur pun rela. Padahal harga iPhone terbaru itu dibanderol 25 juta. Sekarang Si Debitur sudah kolek dua. Berat katanya mencicil 2,2 juta per bulan. 

Selama anak kuliah sekian tahun, tentu berimbas pada pos pengeluaran orang tua. Tidak ada yang salah dengan kredit sesuatu ketika kuliah si anak sedang berjalan. Tidak sedikit masyarakat yang masih jalan kredit rumah KPR sembari bayar UKT juga. Yang lain juga sedang kredit mobil. Selama pendapatan mencukupi, silahkan. Tidak ada larangan. Namun jangan sampai kredit tersebut malah makin membebani beban finansial. 


4. Bijak dan pahami risiko-risiko di dalam pengajuan kredit
Dalam seminggu ini ada tiga kejadian yang cukup membuat trenyuh. 

Pertama kisah debitur aparat negara di atas. Itu jatuhnya kredit atas nama. Bersepakat dengan oknum yang malah menyusahkan. Utang bertambah karena akumulasi denda ples sulit ajukan kredit lagi di kemudian hari. 

Kedua, ada lagi seorang debitur yang kredit dua unit TV layar datar namun ditipu oleh seorang oknum sindikat yang mengatasnamakan pegawai dari kantor untuk meminta pelunasan unit kredit. 

Tanpa ID Card karyawan, hanya modal kuitansi pasar ditempel meterai 10 ribu dengan busana ala kantoran lalu mendatangi nasabah dan meminta pelunasan lebih dari 10 juta.. Si Nasabah kaget ketika dikunjungi oleh pegawai terkait cicilan pertama sudah lewat jatuh tempo. Dia merasa sudah bayar lunas. Kukuh dengan kuitansi tulis tangan yang ada meterai. Padahal kantor hanya gunakan kuitansi online dikirim langsung ke email atau nomor HP debitur yang terdaftar di sistem. Tidak ada lagi pake tulis tangan. 

Ketiga, nasabah seorang mahasiswa yang bekerja paruh waktu tak bisa mengembalikan HP Samsung yg sudah dikredit selama dua bulan. "Saya dua haru lalu di PHK sama kantor tempat saya kerja padahal saya harus bayar UKT juga," demikian alasannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun