Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Pendidikan Perempuan dan Realitas Ayam Kampus, Sugar Baby, dan Sugar Daddy

4 April 2021   18:53 Diperbarui: 5 April 2021   14:01 1369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Just Sharing....

1. Ayam Kampus

"Om, di dekat kampus XXX di atas, ada mahasiswa cewek yang bisa pijat. Cuman 100 ribu, tapi  ndak sampai #%&^#@,'' saran salah seorang teman nongkrong di sebuah taman kota kala duduk ngopi. 

Hmm...baru saya bilang badanku  pegal-pegal, auto mencuat rekomendasi tersebut. Kenapa solusinya ke sana? Apa tampangku mirip pelanggan panti pijat ples ples ato jangan -jangan sahabatku ini sudah pernah mencoba sebelumnya. Hmm...

Ini kisah nyata, setahun lalu. 

2. Sugar Baby

Istilah sederhana tuk wanita muda yang kebutuhan finansial dan kebutuhan fisik dan juga emosinya, dipenuhi oleh seorang pria dewasa yang lebih tua. 

Imbalannya adalah menemani dan memenuhi keperluan laki-laki tersebut, yang biasanya disebut Sugar Daddy. Mulai dari teman ngobrol hingga teman ranjang. 

Tanpa sengaja kejadian ketemuan salah satu nasabah beerta sugar baby nya, 

SAYA: Eh Pak selamat malam, lagi sama anaknya ya? Silahkan dilanjutkan santap nya..( situasi ketemu nasabah di pusat kuliner)

NASABAH BAPAK-BAPAK: Makasih Mas, kita duluan ya (waktu meninggalkan cafe dan naik mobil)

PEMILIK CAFE: Eh Om, tu bukan anaknya, tapi cabe-cabeannya. Sering makan ke sini. Tau kan abis ngisi perut, ngisi yang lain..(sambil ketawa )

Kejadian nyata 7 bulan lalu, anak pelajar.

3. Sugar Daddy

Dua tahun lalu duduk bersama seorang turis lokal di sebuah cafe di sisi obyek wisata di Kabupaten Karangasem, Bali. 

Setelah kenalan dan saling cerita seputar pekerjaan dan keluarga, pria berkulit putih yang umurnya sekitaran 40 tahunan itu menunjukkan sejumlah pria dewasa  yang lagi bercanda dengan sejumlah wanita muda. 

"Itu yang  namanya Sugar Daddy. Mereka meeting ke luar daerah dan mengajak  wanita muda sebagai teman," katanya berbisik di samping saya

"Apa itu bukan anaknya?" tanya saya, karena baru pertama kali mendengar istilah  Sugar Daddy

"Lihat saja gesturnya. Lagi pula bila itu anaknya, mana Mamanya. Mesra nya segitu. Saya orang Jakarta tau lah yang gitu-gitu. Harga tiket Jakarta-Bali kalo untuk mereka, kecill....yang penting ndak diketahui orang lain," tuturnya panjang

Itu kisah  nyata pada libur lebaran 2019 lalu

Perempuan Muda di Antara Penampilan Fisik dan Kecerdasan Otak

Di luar 3 kisah di atas, masih banyak contoh nyata lain yang mungkin bisa diamati sebagai fenomena di masyarakat. 

Menariknya tak sedikit perempuan ini adalah kaum terpelajar yang sedang melakukan ibaratnya pekerjaan sampingan dengan penghasilan menggiurkan. 

Ilmu jalan terus, cuan juga mengalir. Rahasia aman karena tak diketahui orang tua. 

Toh pada akhirnya juga akan sama dengan rekan -rekan mereka lainnya, menerima ijazah kelulusan dan melanjutkan pendidikan atau kelak akan bekerja. 

Dalam sebuah penyamaran, saya pernah menggali informasi langsung dari seorang pelaku. Bagi mereka, dunia yang serba kapitalis dan individualis, siapa juga yang ngurusin kehidupan mereka dan apa yang mereka lakukan? 

Status boleh mahasiswa, tapi bila usia sudah di atas 18 tahun, apakah itu menyalahi pasal di bawah umur? Rasanya tidak. 

Bagi mereka suka sama suka, why not. Ini bukan pemerkosaan, ato  pemaksaan, tapi lebih pada simbiosis mutualisme.  

Dan tak ada pihak kampus, yang akan menanyakan pada mahasiswa perempuannya : Kamu masih perawan atau tidak? 

Itu melanggar hak asasi dan melanggar norma. Karena hampir tak ada batasan dan pembedaan seperti itu. 

Dalam sebuah obrolan menunggu keberangkaan pesawat dari Lombok ke Jakarta, di tahun 2018 lalu, salah seorang mahasiswa pria berusia 23 tahun yang akan terbang ke Palu melalui Makassar. Kami duduk ngobrol bersama saya, di sebuah warung di sisi bandara. 

Perbincangan  berujung curhat soal penelitian di bidang studi psikologis,sesuai jurusan yang diambilnya. Kala itu terjadi Gempa Palu yang maha dahsyat. dan dia dan sejumlah rekannya, dikirimmkan oleh pihak universitas untuk membantu penyembuhan mental korban gempa.  

"Bang, saya ambil  penelitian seputar psikologis seksualitas di kalangan anak muda. Dan saya heran, ternyata banyak teman -teman saya, bahkan adik tingkat sudah begituan. Saya malah pernah mencobanya. Mereka jadi bahan namun indentitas disamarkan," katanya jujur. 

Hmm...ternyata mau kota besar ato kota kecil, kampus besar ato kampus kecil, bahkan di pulau dan daerah yang dikonotasikan berbau spritual pun, bisa ada  fenomena yang sama. 

Negara, pemerintah, yayasan, LSM dan komunitas peduli perempuan, berjuang menindak trafficking dan perdagangan wanita dan mendukung pendidikan perempuan. 

Namun ironisnya di sisi lain, tak sedikit wanita muda melakukan istilahnya 'trafficking halus' dengan kesadaran dan inisiatif sendiri. 

Luar biasanya mereka tetap menjaga nama baik sebagai kaum terdidik berbau milennial, namun di sisi lain,curi - curi peluang dari kerja sambilan tersebut. Rahasia dan bisa dilakukan di mana saja.  

"Pada akhirnya kan sama-sama gantung toga juga Om, " demikian pembelaan salah satu dari mereka dalam sebuah ajakan ngobrol. 

Menurut mereka, daripada keperawanan diberikan pada sang  pacar, yang tak dapat memberi lebih, lebih baik diberikan pada para Sugar Daddy dengan imbalan materi dan imbalan lain. 

"Hari gini, masihkah wanita muda dipertanyakan keperawannanya? Yang lain juga sudah tidur dengan orang lain dan kita tak pernah tau," ujarnya sembari membari melempar pertanyaan itu kepada saya. 

Bagi mereka poin plus dari sambilan seperti itu adalah setelah tamat, dengan ijazah universitas dan kedekatan yang sudah terjalin dengan para Sugar Daddy, mereka punya kemudahan dan pintu masuk tuk bekerja di kantor Sugar Daddy ato rekanannya.    

"Ngga takut sakit (penyakit kelamin, HIV) ?" tanya saya ingin tahu. Kali -kali aja pertanyaan ini menyadarkan mereka.

"Kan cuma satu orang...Om itu  aja ngga ada yang lain. Pillih -pilihlah Kak, mana yang terawat dan gudang uang,"kilahnya sambil tertawa. 

Hmm...saya cuman geleng geleng kepala.

Dalam hati miris, tapi ya sudahlah...

Emansipasi yang digalakkan RA Kartini lewat bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang, bisa jadi tak semuanya kini terang benderang, tapi menyisakan sisi kegelapan lain yang tersembunyi dalam terang sebenarnya. 

Dunia oh dunia...Apa ini yang dibilang panggung sandiwara? Entahlah....

Salam  

Referensi: 

1. zonautara.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun